41. Kenangan dari Lio
"Tidak ada yang baik-baik saja setelah di tinggal pergi. Meskipun kamu sudah tidak ada lagi di sini, tapi kenanganmu akan ku simpan di dalam hati."
Banyak dari mereka yang mengatakan bahwa ikhlas adalah kunci agar jiwa-jiwa yang berpulang ke pangkuan Tuhan bisa bersemayam dengan tenang. Namun, ternyata merelakan mereka dengan hati yang lapang tidak semudah seperti apa yang mereka bilang. Ingatan itu masih ada, terekam jelas dalam kepala. Bagaimana ketika sosok itu masih ada, senyum yang sosok itu perlihatkan untuknya, tidak sanggup bila harus melepaskan begitu saja. Jika boleh jujur, fase terberat dalam hidup adalah ditinggalkan oleh seseorang yang tidak bisa kita lihat lagi wujudnya.
Untuk kesekian kali Nana kembali ditinggal seorang diri, Nana tidak tahu setelah ini apakah ia masih sanggup untuk menjalani hari. Karena mulai saat ini sudah tidak ada lagi Lio yang akan mengajaknya pergi bersama, tidak bisa ia temui lagi senyum manis ketika lelaki itu tertawa. Nana benar-benar tidak tahu harus seperti apa ia sekarang, separuh dari raga yang ia punya kini ikut hilang entah kemana. Bahagia yang sempat lelaki itu janjikan untuknya sudah tidak ada, Nana benar-benar benci bila harus mengakui bahwa sampai hari ini ia kembali dipaksa oleh keadaan untuk terbiasa ditinggalkan dimanapun ia berada.
Chairi Adelio Azizan
Terdengar asing di telinga, tapi itulah nama lelaki yang kerap dipanggil Lio. Lelaki baik hati yang tidak bisa menunjukkan bahwa ia tengah menahan amarah. Hanya bisa tersenyum agar bisa menutupi luka. Lelaki yang punya banyak sekali cara untuk bisa membuat ia tertawa, lelaki sempurna yang selalu merasa tidak pantas mendapatkan bahagia. Sekarang dimana ia cari senyum indah lelaki itu ketika ia merasa lelah? Dan di mana ia bisa temui lelaki itu ketika segala masalah yang ia punya datang melanda? Karena hanya melihat lelaki itu saja Nana jadi lupa segalanya. Lalu bagaimana ia harus menghadapi jika rindu datang menyiksa?
Kemarin setelah ia tersadar setelah jatuh pingsan, yang pertama kali ia lihat adalah Rescha seorang. Duduk di dekat brankar dengan mata sedu mencoba mencari tenang. Menurunkan intonasi suara, Rescha mulai menjelaskan pelan-pelan. Butuh beberapa saat agar Nana bisa mencerna segalanya, Nana ingat betul setiap kalimat yang Rescha katakan hari itu. Berusaha menolak kenyataan yang ada namun nyatanya takdir tidak bisa diubah begitu saja. Bahkan sampai hari ini kalimat itu terus berputar di dalam isi kepala seperti melodi yang ingin sekali ia lupa, tapi semakin ia berusaha Nana tetap saya tidak bisa.
"Abang gue bener-bener udah pulang, Na. Dia pulang ke pangkuan Tuhan, Abang gue udah meninggal."
Anura yang tidak kuasa melihat Nana masih duduk di dekat pusara dan menangis tanpa suara membuat ia tidak tega. Anura ikut merendahkan tubuh, mensejajarkan posisi mereka sambil membawa sang sahabat bersandar dalam dekapan. Samar-samar isakan gadis itu semakin terdengar. "Kita pulang yuk, Na. Biarin Kak Lio tenang di sana, dia juga pasti sedih lihat lo kayak gini." Anura mengusap bahu Nana pelan, mencoba memberikan rasa tenang. Melihat Nana sekacau ini tentu saja membuat perasaan Anura ikut berantakan. Anura hanya takut Nana menjadi sosok yang berbeda, senyum gadis itu tidak lagi sama, atau bahkan tidak akan pernah ada. Anura tidak mau bila itu benar terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Feelings
Teen Fiction[Revisi setelah tamat] ATTENTION!! Don't Plagiat! No Plagiat! Cerita ini hanya berada diakun milik @karyaudaa_. Tidak ada unsur mengcopy cerita milik orang lain. Bagi Nana, semesta itu jahat. Tidak indah dan sangat tidak menyenangkan. Bagi Rescha, d...