🌸CHAPTER 1🌸

760 423 235
                                    

1. Salah Tingkah

"Cukup kamu saja yang tahu dengan perasaanmu, orang lain tidak perlu tahu. Karena terkadang orang lain hanya penasaran, tidak ada yang benar-benar peduli."

Derap langkah pelan, dan senandung merdu serta melodi indah yang terdengar memenuhi gendang telinga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Derap langkah pelan, dan senandung merdu serta melodi indah yang terdengar memenuhi gendang telinga. Suara ricuh yang menjadi bising seolah bukan hal besar yang harus di perdulikan. Langkah kakinya terus membawa gadis itu menuju ke kantin sekolah yang berada lurus dekat bangunan perpustakaan. Sembari sesekali tangannya ikut bergerak mengikuti irama yang menguar dibalik indera pendengarannya.

Tepat setelah dirinya sampai di depan kantin kelas 10 yang berada di dekat tangga, langkahnya terhenti. Melodi yang masih menguar di gendang telinganya tidak lagi menjadi pusat perhatian. Ada sesuatu di depan sana yang kini lebih menarik atensinya.

Di ujung sana, di tengah-tengah lapangan out door beberapa kakak kelas berjalan mulai mendekat ke arahnya. Dapat dipastikan, kakak kelasnya itu pasti ingin ke kantin, yang kebetulan berada di lantai 2 tepat di atas kantin kelas 10. Nana binggung harus bagaimana, bukan karena takut untuk menghadapi beberapa kakak kelasnya itu. Hanya saja, sejak 1 tahun yang lalu. Diam-diam dirinya menaruh rasa pada salah satu kakak kelas yang kini tengah berjalan mendekat ke arahnya.

Dengan sigap, Nana memutarbalikkan tubuhnya agar bisa menghindar dari segerombolan kakak kelasnya itu. Namun naas, saat ini Dewi Fortuna sedang tidak berpihak kepadanya. Tubuhnya justru bertabrakan dengan dada bidang milik orang lain.

"Kalau jalan–"

Belum selesai mendengar kalimat lelaki itu, dengan gerakan super kilat, Nana membungkam mulut remaja di hadapan dan membawanya pergi dari sana. Namun terlambat, segerombolan kakak kelasnya itu sudah berada dekat dengan posisi mereka, hanya tinggal melewati beberapa langkah saja.

Meski begitu, Nana tetap berusaha menjauh dari sana dengan membawa lelaki tadi pergi bersamanya. Merasa sudah berada jauh dari tempat semula, ia melepaskan tangannya yang masih membungkam mulut lelaki yang sedari tadi ia bawa.

Nana membalikkan tubuhnya, memastikan bahwa dirinya sudah jauh dari pandangan. Bukannya bernapas lega, gadis itu justru tercekat. Beberapa kakak kelasnya tadi sudah pergi, tapi tidak dengan kakak kelas yang selama ini ia sukai. Cowok itu masih berdiri di tempatnya. Menatap tanpa ekspresi.

Tiba-tiba saja tubuh Nana terpaku, matanya membulat. Sedangkan kakak kelasnya itu menghilang dari hadapan. Nana mengerjapkan matanya berkali-kali, memastikan bahwa yang di lihatnya tadi bukan hanya sekedar halusinasi.

"Lo kenapa, sih? Kesempatan banget pengen pegang-pegang bibir gue." Rescha mendengus tidak suka, berkali-kali ia mengelapkan bibirnya dengan seragam, berharap bekas-bekas tangan gadis di hadapannya itu menghilang.

Tentu saja ia tidak terima di perlakukan begitu, di saat ia baru saja keluar dari perpustakaan tiba-tiba saja dadanya di tabrak dan bibirnya di bekap, dan sekarang dirinya justru di bawa menjauh dari kantin. Pantas tidak jika dirinya merasa marah sekarang?

Different FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang