47. Hampir Dibawa Pergi
"Bahkan ketika kita sudah berusaha untuk baik kepada orang lain, itu tidak menjamin orang lain akan melakukan hal yang sama terhadap kita. Nyatanya, tabur tuai hanya berlaku untuk orang-orang yang melakukan kejahatan."
"Apa, Ofe?"
Kini semua mata tertuju pada sang empu-Anura yang kini menjadi pusat perhatian karena baru saja menceritakan hal yang sangat mengejutkan. setelah tadi membawa Nana ke UKS untuk beristirahat, Nana menyuruh ia untuk keluar karena gadis itu ingin dibiarkan untuk sendiri. Anura yang mengerti akan kondisi Nana yang tidak mau diganggu memutuskan untuk pergi. Tidak lupa Anura juga meminta kepada anggota PMR yang bertugas agar tidak membiarkan Nana sendirian di ruangan, takut bila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
Hingga Anura sekarang berakhir di sini, di kantin dan berhadapan dengan tiga orang laki-laki dengan menampilkan wajah yang Anura sendiri tidak bisa mendeskripsikan. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Ofe yang ia kenal mampu bersikap demikian. Ada rasa kesal yang sudah dari tadi ia tahan, hingga beberapa kali Kavin berusaha untuk menenangkan. "Gue nggak tahu pasti semua ini rencana Ofe atau bukan." Anura kembali diam, ingatannya melayang pada saat Ofe dan teman-teman mendatangi Nana di depan loker yang hari itu tengah sendirian. Anura pun kembali menghembuskan nafas pelan.
"Waktu itu, gue juga lihat Ofe bareng sama teman-temannya datang ke Nana. Gue nggak tahu mereka bahas apa karena waktu gue datang buat deketin mereka langsung pergi. Waktu itu firasat gue udah nggak enak." Kini tatapan Anura beralih menatap Rescha dalam-dalam, yang pada saat itu juga tengah menatap ia untuk melanjutkan perkataan. "Dan tadi di toilet gue lihat dia juga ada di sana." Anura pun langsung menyerahkan ponsel yang ia punya ke hadapan Rescha dan langsung memutarkan video yang sempat direkam di sana.
Rescha yang melihat Nana diperlakukan seperti demikian, ia langsung terdiam sembari mengepalkan tangan. Rafa yang berada di samping lelaki itu langsung paham akan perubahan sikap yang lelaki itu berikan. Ia pun langsung menepuk pundak Rescha pelan-pelan berharap bisa menyalurkan rasa sabar. "Sekarang, Nana dimana?" Rafa merasa akan lebih baik jika ia bertanya akan kondisi Nana terlebih dahulu daripada mengambil langkah yang gegabah, Rafa hanya takut jika mereka salah mengambil langkah dan membuat Nana semakin terluka.
Mengambil alih ponsel yang tadi sempat ia sodorkan. Kini anura kembali menelan nafas panjang lalu meletakkan tubuhnya untuk bersandar. "Sekarang dia di UKS. Tadi gue udah inisiatif buat nemenin dia di sana, tapi Nana nggak mau. Dia minta waktu buat sendiri." Mereka pun kembali diam setelah mendengar ucapan Anura, sekarang Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga beberapa saat kemudian terdengar suara decitan kursi yang terdorong ke belakang. Di hadapannya Rescha sudah berdiri, sembari dengan tatapan penuh amarah yang dari tadi lelaki itu tahan.
"Gue mau ngomong sama Ofe, tentang masalah ini."
Sebelum Rescha benar-benar pergi dari sana, Rafa ikut berdiri berusaha untuk menghentikan tindakan Rescha yang terlalu gegabah. "Jangan gegabah Res, sekarang Nana juga lagi sendiri jangan makin memperburuk keadaan." Rescha langsung menolehkan kepala ke arah Rafa, tidak mengerti dengan ucapan lelaki itu yang terdengar berbeda dari biasanya. Meskipun Rafa suka bercanda, tapi di situasi seperti sekarang, Rafa memang bisa diandalkan dengan bersikap tenang. "Gue yakin pasti semua ini terjadi ada sangkut pautnya sama lo," ucap lelaki itu sembari menatap Rescha dengan suara penuh penekanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Feelings
Teen Fiction[Revisi setelah tamat] ATTENTION!! Don't Plagiat! No Plagiat! Cerita ini hanya berada diakun milik @karyaudaa_. Tidak ada unsur mengcopy cerita milik orang lain. Bagi Nana, semesta itu jahat. Tidak indah dan sangat tidak menyenangkan. Bagi Rescha, d...