14. Jalan Bareng Lio
"Jangan membuatku terbang jika pada akhirnya akan kau jatuhkan, jangan membuatku berangan-angan jika pada akhirnya kau tinggalkan."
Seperti remaja pada umumnya, saat ini Nana menghabiskan malam minggu di luar rumah bersama dengan Anura, sahabat dekat yang sudah ia anggap layaknya saudara. Mereka menghabiskan waktu di cafe yang tidak jauh dari rumah, sembari bercengkrama mengenai hal-hal yang bisa membuat mereka tertawa. Lebih baik begini, menghabiskan waktu di luar mencari teman yang bisa ia ajak bersenang-senang. Daripada di rumah hanya dirinya sendirian. Nana tidak berbohong bahwa ia merasa kesepian.
Maya jarang sekali pulang, bisa berada di rumah pun hanya sebentar atau setelah larut malam lalu pergi lagi sebelum matahari muncul di permukaan. Nana tahu, Maya itu super sibuk oleh karenanya Nana tidak mau banyak menuntut. Sebenarnya Nana khawatir Maya sakit karena terlalu kelelahan memikirkan banyak pekerjaan. Tapi sepertinya Maya benar-benar tidak peduli dengan kesehatan. Jujur saja, Nana merindukan Maya sekarang.
Kini Nana menyesap minuman yang sudah ia pesan, sesekali menatap ke arah keluar jendela yang entah mengapa lebih menarik perhatian. Namun, suara getaran ponsel menarik atensinya kembali ke permukaan. Menatap ke arah Anura sembari mengernyit heran. Sedangkan sang empu hanya tersenyum menatap ponsel yang kini berada di genggaman. Nana hanya bisa mendengus pelan, sudah tahu siapa yang baru saja mengirim pesan, hingga membuat Anura tersenyum lebar seperti sekarang.
Lalu gadis itu meletakkan ponsel ke atas meja dan beralih menatap ke arahnya. Nana yang ditatap begitu hanya mengangkat alis sebagai tanda bertanya. "Pulang sama siapa?" Tentu saja Nana kebingungan dengan pertanyaan yang baru saja ia dengar. Sedangkan Anura hanya bisa tersenyum sungkan.
"Nggak tahu, emang kenapa?" Hanya itu yang dapat Nana ucapkan. Entah kenapa perasaannya berubah jadi tidak enak menatap gelagat Anura yang tidak seperti biasa. Padahal sebelumnya mereka sedang asyik bercerita, lalu tiba-tiba bertanya 'pulang dengan siapa' ini terdengar cukup aneh di telinga. Ataukah gadis itu berniat mengantarkan ia pulang, oh ayolah Anura pun tidak naik kendaraan ketika datang lalu bagaimana caranya mau mengantar. Yang benar saja ini tidak masuk akal.
Anura pun hanya bisa menggaruk tengkuk yang tiba-tiba saja terasa gatal. Dengan ragu-ragu dia menatap Nana yang tetap mempertahankan senyum sungkan. "Tadi Kavin nge-chat gue, mau ngajak gue jalan-jalan. Sekarang pacar gue ada di depan." Sebenarnya Anura tidak enak meninggalkan Nana sendirian. Dia pun juga tidak bisa mengabaikan Kavin yang sudah jauh-jauh datang dan kini sedang menunggunya di luar. Lagi pula sebelumnya mereka sudah ada janji tapi entah kenapa sempat ia lupakan.
Mendengar hal itu Nana hanya terkekeh pelan. "Ya udah sih, sana jalan sama pacar lo. Gue nggak papa kok, bisa pulang sendirian. Santai aja." Jujur Anura tampak lucu sekarang. Nana tahu Anura manusia paling tidak enakan yang pernah ia temukan. Hal itu berhasil membuatnya merasa bersalah, padahal ia tidak pernah melarang Anura untuk pergi berkencan dengan sang pacar, tidak pernah melarang melakukan hal-hal yang tidak ia suka di depannya selagi itu hal baik dan bisa membuatnya senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Feelings
Teen Fiction[Revisi setelah tamat] ATTENTION!! Don't Plagiat! No Plagiat! Cerita ini hanya berada diakun milik @karyaudaa_. Tidak ada unsur mengcopy cerita milik orang lain. Bagi Nana, semesta itu jahat. Tidak indah dan sangat tidak menyenangkan. Bagi Rescha, d...