42. Luka yang Tertinggal
"Setelah kepergianmu hari itu, tidak ada lagi senyum yang terukir pada bibirnya. Semua hilang, bahkan bahagiaku sendiri pun seolah sudah tidak ada direnggut secara paksa."
Nana hanya bisa menghembuskan nafas panjang, ketika Lio terakhir kali mengajak ia untuk ke sini, Nana sempat melihat lelaki itu membawa kotak ini. Karena tidak begitu penasaran, Nana tidak menanyakan. Ia usap kotak itu pelan, ternyata benda ini pemberian terakhir dari Lio untuk dirinya. Memberanikan diri untuk membuka, berapa terkejut Nana ketika mendapati beberapa foto polaroid yang ada ia dengan Lio di sana. Manis sekali, Nana perhatikan setiap foto itu lamat-lamat tidak ingin bila ada yang terlewat.
Lalu perhatiannya teralihkan pada kotak kecil, terlihat lucu dari pandangan. Ia buka kotak itu pelan-pelan, air mata Nana untuk sekarang benar-benar tidak bisa ia tahan. Di dalam sana berisi dua gelang cantik berbentuk hati yang saling bertautan. Nana kembali terisak dalam diam, bukan hanya itu masih ada satu benda lagi yang begitu menakjubkan. Kamera ... cantik sekali, Nana tidak tahu bahwa Lio punya benda semacam ini. Ia ambil benda itu namun sesak di dalam sana terus melanda. Nana benar-benar tidak kuat, untuk memeriksa semuanya.
Melihat hal itu, Rescha ambil benda yang berada di genggaman. Ia tutup kotak itu lalu ia singkirkan sebentar. "Enggak usah dipaksain buat dilihat sekarang, bisa dilanjutin nanti aja." Rescha elus surai legam Nana yang berantakan, bahu gadis itu kembali bergetar hebat. Nana menunduk dalam-dalam, yang dilakukan Rescha hanya diam memperhatikan. Membiarkan Nana meluapkan semua emosi yang mungkin saja sudah ia tahan mati-matian.
"Lo tau, Res. Waktu gue pertama kali ke sini ... dia minta gue buat nyeritain lo, tentang keseharian lo di sekolah, sikap lo di luar sana gimana. Waktu itu gue ngabisin hari cuma ngebahas lo doang, padahal kita lagi berdua tapi topik yang dibahas malah lo. Dia ngedengerin gue seolah-olah gue tau semua tentang lo. Seharusnya waktu itu gue minta dia buat ngebahas keseharian dia, bukan bahas lo. Sampai sekarang gue jadi orang yang nggak tau apa-apa tentang dia." Nana tarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan, untuk kesekian kali ia hapus air mata yang terus berjatuhan.
"Sampai dimana hari itu tiba, gue ngeluakain perasaan dia, Res. Gue terus maksa dia buat terbuka sama gue, padahal gue sendiri nggak pernah cerita apa-apa sama dia. Gue terlalu nuntut dia buat selalu ngertiin gue. Tapi ... tapi ... dia-"
Rescha bawa Nana ke dalam dekapan, Rescha tidak menyangka bahwa kepergian Lio bisa memberikan luka hingga sedemikian rupa. "Sttss ... udah. Abang gue emang gitu, dia memang orang paling baik yang pernah ada." Sembari menepuk punggung Nana pelan, tanpa sadar air mata yang sudah ia tahan pun turut berjatuhan. Mau seperti apa ia berusaha menyembunyikan, pada akhirnya Rescha memperlihatkan, bahwa sebenarnya ia juga merasa kehilangan.
🍁🍁🍁
Ketika matahari masih malu-malu menampakkan dirinya di atas sana, Rescha justru sudah siap ingin berangkat ke sekolah. Sejak semalam ia tidak bisa tidur dengan tenang, bahkan untuk memejamkan mata barang sebentar saja Rescha tidak bisa lakukan. Segala macam hal terus berputar di dalam kepala, bahkan Rescha sendiri tidak yakin ada apa dengan dirinya. Isi kepala Rescha mungkin terlalu berisik tapi ia sendiri tidak tahu harus melakukan apa. Hingga sampailah pada pagi hari ini, Rescha memutuskan untuk membersihkan diri agar bisa segera pergi dari rumah. Mencari tempat yang mungkin bisa membuatnya tenang barang sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different Feelings
Teen Fiction[Revisi setelah tamat] ATTENTION!! Don't Plagiat! No Plagiat! Cerita ini hanya berada diakun milik @karyaudaa_. Tidak ada unsur mengcopy cerita milik orang lain. Bagi Nana, semesta itu jahat. Tidak indah dan sangat tidak menyenangkan. Bagi Rescha, d...