Viera's POV
Pagi ini aku sedang minum segelas teh hangat di dalam tenda. Cuaca di kota Bogor yang makin terasa dingin karena gerimis kecil di luar membuatku terpaksa harus tetap memakai pakaian yang lumayan tebal. Aku memakai kaos dilapisi jaket milik Alena yang dia berikan padaku semalam.
Iya, aku masih pakai jaket itu. Kenapa? Kalian tidak suka? Mau protes?
Tentang semalam, entahlah. Aku sebenarnya bingung dan tidak ingin membahas mengenai hal itu lagi. Tapi jika kalian penasaran, baiklah aku akan menceritakannya demi kalian.
Setelah aku selesai menangis di pelukan Alena yang sejujurnya sangat nyaman sekali, sikapnya tiba-tiba saja berubah drastis dari sebelumnya. Dia yang beberapa menit lalu ketus, jutek, dan cuek entah kenapa berubah menjadi lembut dan perhatian.
Cara dia menatapku, berbicara padaku, dan gesture tubuhnya yang seperti itu baru dia perlihatkan padaku tadi malam. Tapi aku sudah terlanjur sakit hati. Jadi meskipun bisa dibilang aku baper dengan sikapnya, aku masih bisa menutupi itu semua.
Lalu aku meninggalkannya begitu saja di pinggir danau seorang diri. Aku tak tahu setelahnya apa yang dia perbuat, kemana dia pergi, dan lain-lainnya. Tapi satu hal yang kutahu, sebelum aku benar-benar pergi meninggalkannya, aku sempat melihat dia menangis.
Sebenarnya selama ini aku ngapain? Apa yang aku harapkan dari orang yang bahkan udah nyakitin hati aku berkali-kali? Rasanya aku ingin benar-benar berhenti. Mungkin benar yang pernah Jessi bilang padaku bahwa semua itu akan sia-sia.
"Uno!"
"Stop uno game!"
"Apaan dah Jes... itu Diva ngeskip lo bego!"
"HAHAHAHAH! Nafsu pengen menang duluan gini nih!"
Aku mengalihkan pandangan pada tumpukan kartu uno yang sedari tadi kami mainkan bersama. Malas sekali rasanya untuk melanjutkan. Kalau bukan karena dipaksa Cinta untuk ikut main, lebih baik aku tidur untuk mengistirahatkan tubuhku.
"Oh iya, hahaha... berarti giliran El,"
Mendengar namaku disebut, aku langsung menaruh satu kartu dengan asal tanpa melihat angka dan warnanya.
"Warna biru woi, bukan kuning! Itu angkanya juga beda. Ini orang-orang lagi pada kenapa sih?" Tanya Cinta.
"Kalian aja deh yang main. Gue gak ada semangat samsek." Ucapku menatap mereka semua bergantian.
Tanpa menunggu jawaban, aku langsung melempar kartuku asal dan merebahkan tubuhku di belakang Agatha.
Entah kenapa badanku sekarang terasa tidak enak. Aku lemas dan merasa tidak nafsu makan. Sebenarnya aku merasa seperti ini sejak bangun tidur tadi. Mungkin nanti akan kembali normal lagi.
Mereka berlima pun melanjutkan bermain uno. Masih ada waktu satu jam lagi untuk kegiatan selanjutnya dan sekarang aku akan mengisi waktu satu jam tersebut dengan istirahat terlebih dahulu.
"Gue heran Vi... kenapa semalem lo nolak Valdo sih?" Tanya Azel yang tentu saja ditujukan kepadaku. "Gue kalo jadi lo, pasti gue bakal terima dia terus setelah itu gue pamer ke semua fans-fans ceweknya kalo sekarang Valdo itu udah jadi milik gue."
"Iya tuh! Mana pas Viera nolak Valdo terus pergi ninggalin dia gitu aja, muka cewek-cewek pada bengong kek gak nyangka gitu, HAHAHAH!" Ucap Diva.
"Emang yang bener Valdo tuh lebih cocok sama gue! Ya gak Vi?" Timpal Cinta.
"Haduh Zel... lo itu bolot, bego, apa tolol sih? Atau bahkan ketiganya? Masa gak denger sih alasan Viera nolak Valdo semalem? Padahal posisi kita masih lumayan deket lho!" Ucap Agatha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Struggle (GxG)
Teen Fiction𝐒𝐲𝐧𝐨𝐩𝐬𝐢𝐬 Cinta pada pandangan pertama. Apakah ini cinta nyata, atau hanya sebatas kagum akan sosoknya? El Viera Ardhinata. Seorang gadis periang dan ceria yang tanpa sengaja bertemu dan berujung memiliki ketertarikan pada salah satu kakak ke...