CHAPTER 4

44.3K 3.2K 30
                                    

Sudah seminggu yang lalu Sera meninggalkan wilayah Imperium Marinos seperti yang dikatakan oleh Cedric sebelumnya. Pasukan Golden Wave hanya diijinkan olehnya untuk mengantarnya hingga perbatasan wilayah Imperium Marinos.

Dan kini dirinya tengah menyelusuri setapak jalan yang menuju Pegunungan Flamberge. Cuaca hari ini terlihat sangat cerah. Seolah mendukung perjalanannya untuk mencari benda peninggalan tersebut.

"Storm, Apa kau haus?" Tanya Sera pada kuda kesayangannya sambil mengelusnya.

Sedangkan sang kuda menjawabnya dengan dengusan. Seolah mengerti perkataan yang dilontarkan Sera jika dia juga butuh istirahat.

"Sepertinya kau memang haus. Mari kita menepi sebentar."

Sera mengarahkan ke salah satu pohon besar yang berada tak jauh darinya. Ia mendudukan dirinya menatap sang kuda yang kini menatapnya juga. Sesaat Sera mendengus. Lantas ia kembali berdiri memberikan air pada sang kuda yang meminumnya dengan cepat.

"Ya, ya, kau bisa istirahat sepuasmu sana. Aku tak akan menganggumu. Sebelum nanti aku akan memacumu kesana."

Sera kembali menyandarnya tubuhnya menatap kosong pada setapak jalan yang tadi ia lewati. Butuh sekitar 12 km lagi, dirinya sampai di kaki Pegunungan Flamberge. Sayangnya, ia tak memiliki informasi yang jelas mengenai jalan mana yang harus ia telusuri.

 Yang ia tahu dari ingatannya dulu adalah Lucian mendapatkan benda tersebut di puncak gunung Flamberge. Puncak yang diselimuti dengan kabut-kabut yang tebal tersebut.

Namun, saat dirinya tengah membaca buku di perpustakaan milik keluarganya. Tersimpan salah satu buku kuno yang menarik perhatian yaitu "Rathil'dor Tharnorith Valra: Aralthir Adrathen Flamberge".

Buku yang berisikan informasi penting mengenai rute-rute pada Pegunungan Flamberge. Sayangnya, dibuku tersebut pun tidak menulis mengenai benda tersebut. Tetapi ada satu tulisan yang menurutnya sangat aneh.

Kralnethorayen kyrathasheya Flamberge. Osarim delinaarai asenith sathrilaer kyrnare. Varikthaeril thendalaranar naryn thandrial narenthorath aeshnareen talindorayeth kyrathasheya kenvarithyn. Kaelinorae ylendrisaelanar.

Ia tak mengerti maksud dari kalimat tersebut hanya sepenggal kalimat yang ia yakini bahwa hal itu merujuk pada benda peninggalan tersebut. Ia memang bisa membaca dan mengartikan aksara Ankarathia kuno. Tapi pada kalimat tersebut sulit untuk dirinya mengartikan makna tersebut.

Sera menghela nafasnya Panjang. Kepalanya sungguh pusing memikirkan kalimat tersebut. Di tengah pikirannya di landa kebingungan. Tiba-tiba Sera menatap sekelilingnya dengan waspada. Sedari tadi dirinya merasa seperti ada seseorang yang mengawasi dirinya.

Dengan perlahan tangannya memegang sebuah pedang yang terikat pada pinggangnya. Namun, matanya tetap memandang sekitarnya dengan waspada dan benar saja.

Tak lama kemudian sekelompok para bandit mulai bermunculan di hadapannya. Dengan tubuh mereka yang besar. Bekas luka yang terdapat di area muka mereka dengan senjata-senjata yang mereka pegang.

Namun, melihat senjata mereka membuatnya ingin tertawa. Mungkin jika yang mereka hadapi adalah orang lain akan merasa takut dengan tampilan mereka. Sayangnya yang mereka hadapi adalah dirinya.

"Ah, kalian rupanya. Menganggu istirahatku saja."

"Serahkan apa yang kau miliki pada kami?" Sentak salah satu pria diantara mereka. Mungkin itu adalah ketua kelompoknya.

Sera mengangkat salah satu alisnya. "Jika aku tak mau?"

"Kami akan membunuhmu."

Sera tertawa dengan kencang seolah-olah perkataan yang dilontarkan sekelompok para bandit tersebut terdengar lucu di pendengarannya. Sedangkan para bandit menatap Sera dengan bingung. Alih-alih merasa takut tapi gadis dihadapan mereka malah tertawa lebar.

The Conqueror of Blades and HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang