Di bawah permukaan dunia yang terang. Tersembunyi sebuah ruangan terletak jauh di bawah kerajaan yang megah. Di mana hanya bisa diakses melalui serangkaian terowongan rahasia yang hanya diketahui oleh segelintir orang tertentu. Tempat tersebut adalah Penjara Jiwa Nihilus.
Penjara Jiwa Nihilus merupakan tempat yang dipenuhi dengan penderitaan, keputusasaan, dan rasa kehilangan. Memiliki aura gelap dan memancarkan energi negatif yang terasa menusuk jiwa.
Tahanan yang terperangkap di sana akan merasa terisolasi dan kehilangan arti dari hidup mereka. Mereka yang telah kehilangan segalanya mulai dari cintai atau tidak dapat mencapai tujuan dan impian mereka.
Tempat yang sangat cocok untuk menghukum para penjahat yang paling jahat dan penuh kebencian dalam kekaisaran ini.
Para tahanan yang dijebloskan ke dalam penjara ini harus menuruni tangga-tangga yang sempit dan gelap, menyusuri lorong-lorong terjal yang tertutup dengan batu-batu besar yang tampaknya mengancam akan runtuh setiap saat.
Sayangnya, semua itu harus dirasakan oleh Sera.
Berada ditengah-tengah dengan para tahanan yang terus menerus mengeluarkan raungan kesedihan. Menciptakan suasana yang menakutkan dan mencekam. Di dalam ruangan, Sera meringkung menutup telinga dan matanya dengan kedua telapak tangan.
Berharap suara suara tersebut tenggelam. Namun, nihil. Suara tersebut semakin terdengar di telinganya.
Sesaat ia mendengar suara pintu ruangannya terbuka. Seseorang berjalan mendekat ke arahnya dengan membawa sebuah pedang yang berada ditangan kanannya. Seolah dirinya siap untuk dibunuh.
"Lu—cian."
"Berhenti memanggil namaku dengan mulutmu yang kotor itu."
Sera menatap penuh kesedihan pada lelaki tersebut. Apakah sebegitu bencinya dia terhadap dirinya? Hatinya sakit setiap mendapatkan perkataan atau perilaku yang diterima dari lelaki tersebut.
"Aku muak, setiap melihat tingkah lakumu itu. Aku membencimu. Sangat membencimu hingga rasanya aku ingin membunuhmu saat itu juga."
"Lucian."
"Untuk yang terakhir aku bertanya padamu. Kenapa kau merencanakan hal tersebut, Sera?"
"Karena aku mencintaimu, Lucian. Andai kau mengakuiku atau setidaknya menghargai cintaku. Aku tak akan melakukan hal tersebut."
Kini air mata kesedihannya tersebut keluar. Hatinya benar-benar sakit dan hancur setiap mengingat kejadian-kejadian yang diterimanya dulu dari Lucian.
"Aku benar-benar tulus mencintaimu. Tapi kau tak pernah menghargai itu. Pandanganmu hanya tertuju padanya. Hanya padanya. Sedangkan kau tak pernah melihatku yang selalu berusaha agar kau melihatku, walau sedetik saja."
Suara rintihan tersebut semakin terdengar pilu bagi siapapun yang mendengarnya. Ada rasa keputusasaan dalam setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.
"Seberapa tak pantaskah aku untuk bersama denganmu, Lucian."
"Kau memang tak pantas untuk itu, Sera. Seharusnya kau tahu itu. Seberapa kerasnya usahamu untuk membuatku mencintaimu. Kau tak akan bisa untuk itu."
"Kenapa, Lucian? Apa karena Eva?"
"Kau tahu jawabannya."
Seketika suara tawa menggelegar sepenjuru ruangan tersebut.
"Eva. Eva. Eva. Sebenarnya apa yang membuatnya menjadi pusat perhatianmu itu."
"ia memiliki apa yang tidak kau miliki."
Seketika raut wajah sera berganti dengan kemarahan.
"Kau tau, Lucian. Kebencianku terhadap Eva pun karenamu. Kini kebencianku semakin besar padanya. Hingga rasanya aku benar-benar ingin membunuhnya saat ini juga. Seharusnya kau menangkapku saat aku telah berhasil membunuhnya. Bukankah itu lebih baik? Aku tak bisa mendapatkanmu. Kau pun tak bisa mendapatkannya."
"Dasar iblis."
"Kau. Kau yang membuatku menjadi iblis, Lucian."
"Aku benar-benar muak padamu."
Seketika pedang yang sedari tadi digenggam oleh lelaki tersebut. Menebas leher Sera dengan sangat cepat. Bercak darahnya pun tersebar hingga ke sebagian ruangan.
Mata tajamnya menatap mayat Sera dengan keji. Dan memanggil salah satu pengawal yang sejak tadi berdiri di depan ruangan tersebut.
"Gantung kepala wanita tersebut di gerbang utama kekaisaran dan pastikan untuk semua orang melihatnya."
*****
Namratsr | Na
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conqueror of Blades and Hearts
FantasiaSatu-satunya harapan Sera adalah diakui dan dicintai oleh putra mahkota. Demi pengakuan dan cinta dari sang Putra Mahkota membuat Sera melakukan segalanya termasuk merencanakan pembunuhan terhadap Eva. Ketidaksukaan Sera terhadap Eva yang membuat at...