Seketika, orang-orang yang berkumpul itu merespons dengan menganggukkan kepala. Dengan gerakan yang anggun, Sera mengangkat tangannya ke atas. Jari-jarinya bergerak dalam gerakan yang halus. Sesaat kemudian, terlihatlah di depannya, terbentuklah sebuah lingkaran sihir yang mempesona. Sinar merah gemerlapan terpancar dari pusat lingkaran.
Lingkaran sihir itu melingkupi ruang di antara telapak tangan Sera. Lalu, terlihatlah siluet pedang muncul dari dalam lingkaran sihir itu. Cahaya merah yang membara melingkupi pedang itu, memberikan kesan seolah-olah api berkobar di sekitarnya. Sera dengan refleks yang tajam, seakan-akan telah mengantisipasi kedatangan pedang ini, Ia segera menangkapnya.
Orang-orang yang berada di dalam lingkaran menyaksikan keajaiban ini dengan mata terbelalak, tak percaya akan apa yang mereka lihat. Namun, akibat cahaya merah yang membara melingkupi pedang itu, menarik perhatian para monster di sana. Bahkan para kesatria yang sedang berjuang pun tertarik dengan cahaya merah itu.
Para monster itu seketika merasa terancam oleh kekuatan yang mereka tidak mengerti. Dengan tiba-tiba mereka mendekat dan hendak menyerangnya. Sera yang melihat para monster mulai menghampirinya, pun tersenyum miring.
"Kalian menjemput ajal kalian sendiri." Gumamnya.
Dalam sekejap, Ia bergerak maju, dengan pedang bercahaya merah di tangannya. Gerakannya cepat dan presisi, menyapu melalui barisan monster-monster itu. Monster-monster itu terguncang, tidak menyangka bahwa mereka akan menghadapi kekuatan sehebat ini. Akibat hal itu tanpa Sera sadari, cahaya itu menarik perhatian para monster lain yang berada dalam hutan itu.
*****
Di sisi lain, Lucian dan Kaelen menghadapi serangan para monster yang mengalir tak henti. Keringat pun sudah bercucuran dari tubuh mereka. Sayangnya, tak ada tanda-tanda akan berakhir dari para monster itu. Lucian terus mengumpat sambil sesekali tubuhnya menghindari serangan para monster yang menyerang dari berbagai sisi.
Namun, suasana tiba-tiba saja berubah. Monster-monster yang sebelumnya ganas dan tak terkendali, mulai menunjukkan perilaku yang aneh. Mereka tidak lagi menyerang dengan nafsu membabi buta, tetapi justru mulai bergerak mundur.
Kaelen dalam keadaan terengah-engah, mengalihkan pandangannya ke sekitar. "Ada apa ini? Apa pada akhirnya monster-monster itu menyerah?"
Tapi melihat hal itu, Kaelen merasa lega. "Ya, tapi baguslah. Akhirnya, aku bisa bernafas." Sambungnya
Dia pun tak dapat menyembunyikan senyum bersyukur di wajahnya. yang letih hampir tak bisa menahan lagi serangan-serangan bertubi-tubi dari monster-monster itu. Kaelen pun dengan lemas, menjatuhkan tubuhnya. Kesempatan langka itu dia untuk mengambil napas sebanyak-banyaknya.
Sementara itu, Lucian merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan kepergian tiba-tiba para monster. Matanya memperhatikan mereka dengan waspada. Pada saat terakhir sebelum para monster menghilang dari pandangannya. Dia masih bisa melihat tidak ada yang berubah dari mereka. Namun, anehnya, mata monster-monster itu, semakin gelap.
Bagaimana pun semua itu terasa ganjal menurutnya. Dia tidak bisa menghapus bayangan aneh dari pikirannya. Ada sesuatu yang aneh di balik kepergian mendadak para monster. Dan benar saja, tidak lama terdengar suara ledakan menggelegar mengiris udara.
Lucian seketika menoleh dengan cepat menyorot ke arah asal ledakan. Dia pun mengerutkan keningnya saat mendengar ledakan itu. Bahkan Kaelen yang sedang memejamkan mata pun terperanjat kaget saat mendengar suara itu.
"Suara apa itu?" Tanya Kaelen dengan kaget.
"Entahlah, jika kau lelah beristirahatlah. Aku akan memastikannya." Lucian berbalik dan bergegas menuju kudanya.
"Yang mulia, berbahaya bisa saja itu jebakan untuk anda."
Tanpa memedulikan teriakan Kaelen yang mencoba menahannya. Lucian memacu kudanya, menyisakan debu dan pasir di belakangnya, melaju menuju suara ledakan itu berasal. Namun, saat dia memacu kudanya.
Dia mengerutkan keningnya saat melihat para monster itu bergerak ke arah yang sama dengannya. Tunggu bukankah mereka mengarah menuju ke arah titik kumpul sebelumnya. Sial, ada sesuatu yang tak wajar terjadi. Dengan sekali hentakan, kuda yang ditunggangi oleh Lucian berlari dengan cepat.
Namun, sesampainya disana dengan sebelah tangannya, Lucian mencoba menghalangi kilatan merah yang sangat menyilaukan matanya itu. Tapi, betapa terkejut Lucian saat melihat di tengah lautan mayat para monster yang telah berpuluh-puluh tewas mengenaskan. Berdiri satu sosok dengan energi besar yang memancarkan cahaya merah menyala.
Seketika Lucian membelakkan matanya. Saat sosok yang memegang kendali atas kekuatan sebesar itu adalah Sera. Kehadiran Sera di tengah kekacauan ini membuat Lucian seketika terpaku saat melihat pemandangan tersebut. Matanya seakan tak lepas pada sosok wanita yang berdiri dengan memegang pedang yang mengeluarkan cahaya merah di sekelilingnya.
Para monster yang baru saja tiba pun berkumpul mengelilingi cahaya itu. Terdengar suara geraman yang sangat besar dari para monster itu. Cahaya itu seolah menantang amarah dari para monster itu. Kemudian, tanpa di duga-duga mereka mulai menyerang secara bersamaan.
Namun, saat itu juga Lucian tersadar. Saat sebagian monster itu menyerang wanita itu dari belakang. Lucian bergegas turun dan berlari menghampiri. Dia pun segera mengeluarkan pedangnya dan menangkis serangan yang hampir saja mengenai wanita itu.
Sera yang terkejut akibat suara dentingan pedang dan cakaran para monster dari belakangnya pun menoleh. Ia mengerutkan keningnya saat melihat Lucian tengah menangkis satu per satu serangan para monster itu.
"Dimana yang lain?" Teriak Lucian sesekali melirik ke arahnya.
"Mereka semua aman. Jangan biarkan makhluk-makhluk ini mendekatinya." Sahut Sera.
Lucian menganggukinya. Sebenarnya dia cukup terkejut saat melihat kemampuan berpedang wanita itu. Tapi, dia harus menahan keterkejutannya. Tanpa mereka berdua sadari, bahwa di atas tebing yang tinggi. Sekelompok orang berjubah hitam berdiri menyaksikan pemandangan tersebut.
"Tanpa di duga aku menggabungkan kedua pedang itu." Zephyr tersenyum miring saat matanya terfokus dengan tajam pada kedua manusia yang bertarung di bawah sana.
"Buat makhluk-makhluk itu semakin tak terkendali." Titah Zephyr yang kemudian di angguki yang lain.
Saat yang bersamaan para monster itu semakin menggeram dengan marah. Sera dan Lucian yang melihat itu terkejut bukan main. Sera seketika menoleh pada Lucian. "Apa mereka di kendalikan oleh seseorang?"
Lucian yang sedang menyerang para monster pun menoleh sekali pada Sera yang menatapnya bingung. "Ya, mereka di kendalikan."
Sera merasakan amarah mendidih di dalam dirinya, begitu mendengar jawaban Lucian. Pantas saja ia merasa aneh atas perilaku para monster ini. Pandangannya menyapu lautan monster yang kian bertambah mencekam. Matanya menatap tajam para monster yang semakin berdatangan tanpa henti.
Dengan tiba-tiba, kekuatannya merasuk ke dalam pedangnya, menyebarkan getaran ke seluruh serat baja. Amarah yang tak terkendali memuncak di dalam dirinya, menciptakan gelombang panas yang melebur dengan energi pedang itu.
Cahaya merah yang sangat terang menyembur keluar dari pedang, menyilaukan dan memenuhi seluruh medan pertempuran. Cahaya itu memantulkan kilauan yang mematikan di mata para monster. Pantulan cahaya itu memancar hingga ke langit, seolah-olah memanggil kehadiran sesuatu di atas sana.
*****
Namratsr | Na
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conqueror of Blades and Hearts
FantasiaSatu-satunya harapan Sera adalah diakui dan dicintai oleh putra mahkota. Demi pengakuan dan cinta dari sang Putra Mahkota membuat Sera melakukan segalanya termasuk merencanakan pembunuhan terhadap Eva. Ketidaksukaan Sera terhadap Eva yang membuat at...