Sesaat sebelum Lucian menaiki kudanya untuk meninggalkan mansion keluarga Ravenscorft. Lucian menolehkan kepalanya sejenak. Dia sedikit mengangkat kepala ke atas, mencoba menatap jendela kamar Sera dari kejauhan.
Pembicaraan semalam antara dirinya dengan Sera terpantri jelas dalam ingatannya. Meskipun setelah itu dia tidak lagi melihat sosok Sera. Bahkan ketika pagi ini pun gadis itu tetap tidak menunjukkan dirinya.
"Yang Mulia." Panggil Kaelen dengan pelan.
Pagi-pagi sekali Kaelen mendapatkan kabar jika Lucian berada di mansion keluarga Grand Duke Ravenscorft. Meski dia tak tahu mengapa Lucian berada disana. Namun, dengan cepat Kaelen segera menghampiri Lucian dengan para kesatria lain.
Sesaat Lucian menghela nafas dalam sejenak. Seketika timbul rasa getir yang tak bisa dia ucapkan. Lantas tanpa kata-kata Lucian menaiki kudanya seraya memacu pelan kudanya meninggalkan mansion tersebut dengan diikuti para kesatria yang lain.
*****
Di sisi lain suasana tampak murung saat Aria keluar dengan langkah yang pelan dari dalam kamar Sera. Dengan raut wajahnya terlihat begitu sedih.
Di kedua tangannya, Aria memegang erat sebuah nampan besar yang berisi hidangan yang sama sekali tidak tersentuh oleh Sera. Makanan itu masih utuh, tidak terjamah sedikit pun.
Ketika Aria menoleh ke arah kiri, tatapannya langsung tertuju pada Ardan yang berdiri di dekatnya. Lantas Aria segera membungkukkan tubuhnya dengan sopan.
"Dia tak memakannya?" Tanya Ardan dengan suara datar seraya mengalihkan pandangannya pada nampan besar berisi hidangan tersebut.
Aria yang mendengar pertanyaan itu sontak menganggukkan kepalanya dengan lembut sebagai jawaban atas pertanyaan Ardan. Menyebabkan Ardan menghela nafas ringan.
"Kemarilah, biar aku yang menyuruhnya." Pinta Ardan kepada Aria, sambil mengulurkan tangan untuk menerima nampan yang berisi hidangan tersebut.
Sejenak Aria terdiam. Namun, tak lama kemudian dengan penuh hormat dia menyerahkan nampan tersebut ke tangan Ardan. "Mohon bantuannya, Tuan. Maaf jika saya merepotkan Anda." ucap Aria dengan sopan.
Ardan menganggukkan kepalanya pelan begitu dia menerima nampan makanan tersebut. Sontak Ardan membuka pintu kamar Sera dengan gerakan yang tenang sembari memasuki kamar gadis tersebut.
Dengan gerakan yang ringan, Ardan menutup kembali pintu kamar Sera dengan hati-hati. Ketika matanya melintas ke arah Sera. Dia bisa melihat gadis itu tengah duduk dengan santai di dekat jendela. Pandangan Sera yang melamun ke luar jendela terasa begitu dalam.
Tanpa ragu Ardan melangkah mendekati Sera. Sementara Sera yang tengah terlena dalam pikirannya. Tiba-tiba terkejut saat sebuah nampan berisi hidangan yang sama seperti sebelumnya tiba-tiba muncul di hadapannya.
Lantas Sera mengerjapkan matanya sejenak. Sebelum menolehkan kepalanya dengan pelan. "Aria, aku sud-"
Seketika ucapan Sera terhenti kala ia menolehkan kepalanya mendapati Ardan dengan raut wajah yang datar menyodorkan nampan tersebut di hadapannya.
"Ardan sedang apa kau di kamarku?" Tanya Sera dengan keheranan yang tergambar jelas di wajahnya.
Ardan kemudian meletakkan makanan tersebut di atas meja depan gadis tersebut. "Aku melihat pelayanmu membawa kembali makananmu. Jadi, aku menawarkan diri untuk membawanya kembali ke hadapanmu." Jawab Ardan dengan tenang.
Sera yang mendengar itu menghembuskan nafas pelan seraya memalingkan wajahnya. "Aku sedang tidak bernafsu makan."
Ardan hanya melirikkan matanya sekilas pada Sera. Sebelum berjalan ke sebuah sofa di sebrang gadis itu seraya mendudukkan dirinya. "Kau harus makan sebab sedih pun butuh tenaga. Jadi, isi tenagamu terlebih dahulu. Setelah itu kau bebas bersedih sesuka hatimu." Ujar Ardan dengan datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conqueror of Blades and Hearts
FantasySatu-satunya harapan Sera adalah diakui dan dicintai oleh putra mahkota. Demi pengakuan dan cinta dari sang Putra Mahkota membuat Sera melakukan segalanya termasuk merencanakan pembunuhan terhadap Eva. Ketidaksukaan Sera terhadap Eva yang membuat at...