CHAPTER 15

30K 2.4K 13
                                    

Ardan dengan aura yang misterius menatap datar kepergian Lucian dari kuil Flammae Eternae. Dengan tatapan yang tak bisa di artikan. "Kau bisa keluar sekarang, Sera." Ujar Ardan dengan pandangan yang tetap lurus.

Seketika Sera pun terlonjak kaget. Lantas ia pun segera keluar dari tempat persembunyiannya berjalan menghampiri Ardan yang masih bergeming di tempat yang sama saat Lucian mulai meninggalkan kuil ini.

Selama Lucian masih berada di kuil Flammae Eternae. Sera telah memilih untuk menyembunyikan dirinya di ruangan khusus yang telah disiapkan oleh Ardan.

Ruangan itu terletak di balik lorong-lorong tersembunyi hanya beberapa langkah dari tempat Ardan dan Sera berdiri. Ruangan itu menjadi tempat berdiam diri bagi Sera selama pria yang di tolong oleh Ardan masih berada disana.

Ardan menoleh menatap Sera yang berdiri di sampingnya dengan datar. "Jadi, ceritakan padaku. Kenapa kau bisa tahu pria itu berniat kemari untuk Pedang itu."

*****

"Yang Mulia!"

Suara teriakan Kaelen menggema di sekitar puncak gunung. Dia dan para kesatria lainnya panik saat mengetahui kalau mereka kehilangan jejak Lucian. Tak ada tanda apapun di sekitar puncak gunung tersebut. Akhirnya ia memutuskan para kesatria untuk berpencar mencari keberadaan Lucian.

"Yang Mulia!" Teriak Kaelen.

"Sir!" Panggil salah satu kesatria yang ditugaskan mencari Lucian di dekat sekitar bukti dari puncak gunung tersebut. Lantas Kaelen menoleh "Kau menemukannya?"

"Tidak, Sir." Ujar Kesatria tersebut sambil menggelengkan kepalanya pelan. "Tapi, saya hanya menemukan kuda yang ditunggangi oleh Yang Mulia." Sambungnya.

Sejenak Kaelen terkejut. "Di mana kuda itu?"

"Tak jauh dari bukti di sana." Tunjuk Kesatria tersebut.

Lantas Kaelen segera menghampiri kuda tersebut. Dia memeriksa dengan teliti apakah kuda itu benar kuda yang ditunggangi oleh Lucian. Sesaat Kaelen membulatkan matanya saat melihat simbol kekaisaran yang menggantung di leher kuda tersebut. Benar, kuda itu adalah kuda yang ditunggangi oleh Lucian.

"Kau masih tak menemukan Yang Mulia?" Tanya Kaelen dengan raut wajah cemas.

"Sedang saya usahakan, Sir." Tunduk kesatria yang menemukan kuda tersebut.

"Cari kembali Yang Mulia. Kita tak boleh beristirahat sebelum menemukan Yang Mulia." Perintah Kaelen dengan tegas.

"Baik, Sir."

Sejenak Kaelen menghela nafas lelah. Pria yang mendapatkan gelar Putra Mahkota itu sering kali menyulitkannya di situasi seperti ini. Sejak masih duduk di bangku akademik pun Lucian selalu menyulitkannya di situasi tak menguntungkan.

Andai dia tak mengucapkan sumpah setia pada Lucian dulu. Mungkin saat ini dia tak akan kesulitan seperti ini. Sesaat Kaelen menatap kesal kuda yang berada di depannya.

"Seharusnya kau menahan tuanmu." Ucap Kaelen dengan kesal.

"Sir!"

Kaelen yang mendengar itu kembali menghela nafas lelah. "Apa?" Jawab Kaelen dengan lelah. "Jika kau belum menemukan Yang Mulia jangan memanggilku." Sambungnya.

"Sir."

"Astaga, kau i—"

Seketika Kaelen terperanjak saat melihat Lucian sudah berada di belakangnya yang tengah menatap tajam padanya. Sesaat Kaelen pun berdeham. "Yang Mulia akhirnya anda muncul. Anda kemana saja, Yang Mulia."

The Conqueror of Blades and HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang