Hanya sinar bulan purnama yang menyinari luasnya langit menciptakan bayangan-bayangan yang menyeramkan di antara bebatuan dan pepohonan yang tumbuh liar. Suara kicauan dari burung hantu pun menambah kesan menyeramkan di Pegunungan Flamberge.
Benar apa yang dikatakan oleh Cedric meskipun Pegunungan Flamberge terlihat indah disaat siang hari. Tapi begitu tiba malam hari pegunungan itu terlihat menyeramkan. Pantas saja tak ada satu orang pun yang berani berkeliaran di Pegunungan Flamberge pada malam hari.
"Sepertinya kita perlu tempat istirahat untuk kita bermalam, Storm." Ucap Sera seraya mengelus kepala Storm.
Sera pun turun dari punggung kuda kesayangannya. Tangannya pun tak henti-hentinya mengelus Storm yang tampak lelah.
"Sudah larut malam kita lanjut besok saja. Kau pun terlihat sangat lelah. Maafkan aku, Storm."
Di saat Sera tengah melihat sekeliling untuk melihat adakah tempat yang cocok untuknya tidur hingga matahari kembali terlihat. Terdengar suara lolongan yang begitu keras. Sontak Sera terkejut. Ia kemudian langsung menatap sekelilingnya dengan waspada karena suara lolongan itu seperti tak jauh darinya.
Dan benar saja tak jauh darinya. Ia melihat siluet raksasa muncul di antara bebatuan dan pepohonan. Mata Sera berkedip saat dia mengarahkan pandangannya ke arah suara itu. Tapi ia tak bisa memastikannya dengan jelas.
Karena gelapnya malam di tambah ia pun tak membawa penerangan. Hanya di terangi sedikit dari cahaya rembulan yang begitu terlihat terang diatas sana.
Tapi ia seperti melihat dari perawakan tubuhnya yang terlihat besar melebihi tubuh manusia. Kepala pun terlihat seperti kepala serigala.
Kenapa ia bisa menebak jika kepalanya itu terlihat seperti kepala serigala. Memangnya ada serigala dengan tubuh seperti itu?
Tunggu, apa tadi ia mengatakan 'Kepala serigala'?
Sera meneguk ludahnya dengan kasar. Sial, itu memang Lycanthrope.
Lycanthrope monster mengerikan yang merupakan salah satu penghuni dari sekian banyaknya monster yang menghuni Pegunungan Flamberge. Pupil mata Sera seketika membesar saat melihat hewan setengah manusia dan serigala itu mulai berjalan menghampirinya.
"Sial, Storm. Kita harus pergi dari sini."
Sera kembali menunggangi Storm dan memacunya untuk segera pergi dari sana. Dengan degup jantung yang menggila. Untungnya Storm langsung berlari menjauh. Rupanya kuda kesayangannya pun merasakan adanya ancaman yang tak biasa dari makhluk yang tak dikenalnya.
Di sela-sela dirinya memacu kudanya sesekali Sera melihat ke belakang memastikan Lycanthrope tidak mengejarnya. Namun, sungguh sial nasibnya. Sera terkejut saat melihat Lycanthrope malah muncul secara tiba-tiba di hadapannya yang membuatnya otomatis menarik tali kendali Storm.
"Maafkan aku, Storm." Ucap Sera dengan rasa bersalah. "Sialan, kau."
Dengan geraman menggema, Lycanthrope mendekat. Mata merah menyala memancarkan kilatan keganasan. Gigi-giginya yang tajam terlihat dari senyum mengerikan yang muncul di bibirnya. Hal itu menciptakan gambaran yang menghantui di benak Sera.
Sera turun dari punggung Storm seraya menarik pedangnya. Sebuah bilah yang di tempa dari logam langka dengan lambang trisula itu memancarkan sinar biru lembut. Dengan sedikit mana yang ia berikan pada pedangnya.
Cahaya tersebut bersinar memotong kegelapan. Menciptakan kontras dengan raksasa manusia serigala yang menghadang.
Lycanthrope pun melepaskan raungan menggema yang menggetarkan udara. Monster itu melompat menuju arahnya dengan kecepatan yang luar biasa. Tubuhnya yang besar dan kuat menghancurkan batu-batu di jalannya.
Lycanthrope melancarkan serangan pertamanya dengan cakarnya yang tajam dan tiba-tiba membuat Sera refleks menghindar dengan gesit.
"Sial, hampir saja aku terkena cakar panjangmu."
Sera mengayunkan pedangnya mengirimkan serangan balik yang berkilauan ke arah monster tersebut. Pedangnya bertabrakan dengan cakar milik Lycanthrope menciptakan percikan api biru yang berkelebat sejenak di tengah gelapnya malam.
Pertarungan tersebut berlanjut dengan intensitas yang meningkat. Sayangnya, Lycanthrope tidak semudah itu untuk dikalahkan. Sera sendiri pun cukup kewalahan melawan monster satu ini. Beruntung ia hanya bertemu satu dari mereka.
Tapi jika mereka bergerombol yang ada dirinya yang mati. Dirinya pun beberapa kali hampir terkena cakaran milik manusia serigala itu jika ia tidak dengan gesit menghindarinya.
Sera terus mengayunkan pedangnya dengan tekad yang tak tergoyahkan. Mengarahkan setiap serangannya dengan akurasi yang luar biasa.
Meskipun ia harus menghadapi monster tersebut yang semakin ganas dan kuat secara seorang diri. Tapi, ia harus terus bergerak untuk menghindari serangan-serangan ini sambil mencari celah dalam pertahanan monster.
Malam semakin larut tapi tak terlihat adanya tanda akan berakhirnya pertarungan tersebut. Cairan peluh mengalir di tubuh Sera. Napas tersengal-sengal dalam mempertahankan hidupnya. Meskipun monster itu terluka, tapi ia tidak menunjukkan tanda-tanda meredamkan kemarahannya.
"Tidak bisakah, kita berdamai saja? Aku sudah cukup lelah melawanmu."
Namun, jawaban yang Sera terima dari Lycanthrope adalah berupa seruan yang menakutkan yang mengirimkan getaran ke seluruh pegunungan.
"Ah, baiklah-baiklah. Kau tak ingin berdamai apa boleh buat?"
Sera menambah semua kekuatan mananya yang tersisa pada pedangnya. Hal itu membuat pedangnya semakin terlihat bersinar di tengah gelapnya malam. Mempertaruhkan sisa kekuatannya demi melawan monster tersebut.
"Aku harus segera menyelesaikan ini."
Lycanthrope kembali melompat ke arahnya. Hal itu refleks membuat Sera menghindar ke samping sambil mengayunkan pedangnya dari samping. Menciptakan celah dalam pertahanan Lycanthrope.
Melihat itu Sera tak ingin melewatkan kesempatan. Diarahkannya pedang tersebut pada pinggang monster itu dan merobek tubuhnya dengan sisa-sisa kekuatan tenaganya. Dengan sedikit bantuan dorongan dari mananya.
Lantas monster itu pun berhasil Sera kalahkan. Meringkuk dalam rasa sakit hingga raungan terakhirnya memecah keheningan malam. Sera berdiri di tengah malam yang hening.
Tubuh Lycanthrope terkulai tak berdaya di tanah. Lantas Sera menghembuskan napas berat. Merasakan perasaan lega dan kemenangan yang mengalir dalam dirinya.
"Akhirnya, membunuhmu sangat menguras tenagaku rupanya." Sera mengusap cairan peluh yang sudah membasahi wajahnya.
"Storm, mari kita pergi dari sini. Sebelum kawanan makhluk itu datang ke sini."
Pertarungan pada malam ini di Pegunungan Flamberge akan selalu menjadi bagian yang tak terhapuskan dalam perjalanan Sera menuju benda peninggalan tersebut.
Ia sendiri pun merasa bangga serta keyakinan baru dalam kemampuannya untuk menghadapi bahaya dan mengatasi rintangan yang akan ia hadapi selanjutnya.
Meskipun Sera tak menyadari. Jika sedari awal gadis itu bertarung dengan Lycanthrope ada seseorang dari ujung sana yang memperhatikannya.
Tanpa Sera merasa bahwa keberadaannya sudah menjadi objek perhatian. Terus melanjutkan perjalanannya di bawah cahaya samar dari rembulan.
*****
Namratsr | Na
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conqueror of Blades and Hearts
FantasySatu-satunya harapan Sera adalah diakui dan dicintai oleh putra mahkota. Demi pengakuan dan cinta dari sang Putra Mahkota membuat Sera melakukan segalanya termasuk merencanakan pembunuhan terhadap Eva. Ketidaksukaan Sera terhadap Eva yang membuat at...