CHAPTER 11

33.5K 2.6K 21
                                    

"Apa kau sedang berperan sebagai seorang budak yang memohon sesuatu?"

Sera terkejut saat menoleh ke belakang mendapati seorang pria tampan dengan mata yang tajam dan aura yang kuat sedang duduk diatas punggung Storm dengan santai. Sera mengernyitkan keningnya dengan waspada. Ia pun Refleks meraih sebuah pedang yang menggantung di pinggangnya.

"Siapa kau?" Desis Sera.

Lantas pria itu memutarkan kedua bola matanya malas. "Apa kau berniat membunuhku?"

"Kenapa tidak?"

"Ck, bisa-bisanya aku menemani gadis yang tak segan mengayunkan pedangnya pada apapun."

Sera mengernyitkan keningnya. Ia tak mengerti maksud perkataan pria tersebut. Memang sejak kapan ia ditemani oleh seorang pria. Setahunya yang menemaninya selama ini menuju puncak gunung adalah kuda kesayangannya dan seekor burung keabadian yang ia temui.

Namun, saat ini entah kemana perginya burung keabadian tak tahu diri itu. Apa jangan-jangan burung keabadian itu kabur saat tahu dirinya akan dijadikan sebagai bahan persembahan.

Sedangkan pria yang sedang duduk santai di punggung sebuah kuda membelakkan matanya dengan sempurna seolah-olah terkejut. "Kau berniat menjadikanku bahan persembahan?"

Sera seketika terperanjat. Bagaimana lelaki itu bisa tau apa yang ia pikirkannya. Apa jangan-jangan pria itu penyihir?

"Kini kau menyebutku penyihir? Sudah mengataiku tak tahu diri dan kini kau menyebutku seorang penyihir pula. Harusnya kau berterima kasih karena aku perjalananmu menuju puncak gunung lebih cepat." Delik pria itu.

Sesaat Sera kembali mengernyitkan keningnya. "Tunggu, kenapa kau bisa tahu apa yang aku pikirkan? Apa kau seorang cenayang? Lalu kemana perginya burung itu?"

"Cenayang? Enak saja! Aku ini penjaga kuil suci Flammae Eternae dan aku burung Phoenix yang menemanimu selama ini."

Sera memiringkan kepalanya sedikit. Matanya menatap penuh curiga lelaki itu. "Kau berbohong ya?"

"Untuk apa berbohong pada seseorang yang akan ditakdirkan sebagai pemilik Wrath of the Ancients."

Sejenak Sera terperangah. "Wrath of the Ancients apa itu?"

"Benda yang sedang kau cari."

"Jadi, benda itu bernama Wrath of the Ancients?" Tanya Sera kembali.

"Ya, benda yang diciptakan langsung oleh oleh Dewi Penguasa Perang."

Lantas pria itu merebahkan dirinya diatas punggung Storm seolah-olah punggung kuda tersebut adalah kasur yang sangat empuk. Sedangkan Storm sendiri tampak tak peduli dengan makhluk yang berada di punggungnya. Sera tetap menatap pria itu dengan waspada.

"Benda apa itu dan apa yang kau maksud seseorang yang akan ditakdirkan?"

"Sebuah pedang yang dikenal karena kekuatannya yang mengerikan dan sejarahnya yang penuh misteri dan kau beruntung berada di garis keturunan para leluhurmu sebelumnya." Ucap pria itu sembari menggigit ilalang yang entah dipetik darimana. Namun, Sera tak mempedulikannya.

Pedang? Batinnya.

Lantas Sera kembali menatap pria itu heran. "Maksudmu, aku ditakdirkan untuk itu?"

"Ya, namamu sudah tertulis di garis selanjutnya sebagai penerus pemilik Pedang Wrath of the Ancients setelah selama puluhan tahun lamanya." Sahut pria itu sambil membuang illangnya secara sembarang. Lantas dia pun menolehkan kepalanya ke belakang dimana Sera berada.

"Tapi walau kau memang ditakdirkan sebagai penerus selanjutnya. Kau tak akan semudah itu mendapatkan." Sambungnya

"Apa maksudmu?"

The Conqueror of Blades and HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang