03. Pendoa

698 65 3
                                    

Jaejong menutup buku, mematikan komputer, lalu merapikan meja kerja Madam Yu, hanya perlu waktu 1 jam untuk menyelesaikan pekerjaan sampingannya hari ini. Jaejong berjalan ke ruang keluarga, begitulah mereka menyebutnya, karena di sanalah tempat "keluarga" wastu berkumpul, Madam Yu, pegawai, semua orang yang bekerja di wastu beristirahat di sana di waktu senggang. Kecuali Pak Baek, dia lebih suka duduk di kursi goyang dalam kabinnya di belakang wastu.

Jaejong membuka pintu ruangan. Ruang yang paling luas di antara ruangan lain di wastu ini. Berisi 3 buah sofa besar, televisi layar lebar, karpet dengan penghangat, kamar mandi, kamar ganti, meja rias, loker, gramaphone, dan beberapa furniture lain untuk kebutuhan bersama. Jaejong ke sana untuk mengambil mantelnya di dalam loker.

"Apa ada panggilan ke luar Jae?"
Tanya seorang wanita yang baru saja keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya.

"Tidak, aku hanya akan pergi ke suatu tempat sebentar."

Wanita muda itu agak mengernyit dan langsung melihat kalender, karena tidak biasanya Jaejong meninggalkan wastu untuk keperluan pribadi selain---
"Apa hari ini hari "itu"??

"Bukan, aku hanya merindukannya.. Dia mungkin juga merindukanku, karena datang dalam mimpiku semalam.."

Wanita itu langsung bergegas mendatangi Jaejong lalu menarik lengan yang sudah tertutup mantel, menggulung mantel itu hanya untuk sekedar memastikan kekhawatirannya. Wajahnya terlihat sedih ketika melihat balutan perban, sama seperti Madam Yu ketika melihatnya.

"Aku baik-baik saja Hyorin, jangan khawatir."
Jaejong tersenyum sambil segera menarik lengannya lagi dan menutupinya dengan mantel.

"Mau kutemani?"

"Tidak perlu, aku baik-baik saja, lagipula kau masih harus standby di sini."

"Aaah, Madam Yu pasti mengerti. Tunggu aku ganti baju sebentar!"
Hyorin bergegas ke kamar ganti, meninggalkan Jaejong yang menelan lagi perkataannya yang sudah diujung lidah.

Jaejong menggelengkan kepala, percuma saja melarang Hyorin, wanita keras kepala itu akan terus melakukan apa yang dia inginkan.

"Ayo."
Hyorin berjalan mendahului Jaejong ke lobi.

"Madam Yu, bolehkan aku mengantar Jaejong?? Hari ini sedang sepi kan?? Mm? Mmmmm?"
Hyorin memohon kepada Madam Yu.

Madam Yu menoleh kepada Jaejong, dia bukannya tidak mengijinkan, tapi dia tahu Jaejong mungkin ingin waktu untuk sendiri, jadi dia memastikan kepada Jaejong akan keinginannya. Jaejong segera menggelengkan kepala dari balik punggung Hyorin.

"Ck. Bagaimana jika ada pengunjung yang tiba-tiba datang, semua orang sedang sibuk, kita tidak boleh melewatkan rejeki begitu saja bukan? Tetaplah di sini bersamaku. Ah, tapi kau boleh mengantar Jaejong sampai ke halte, sekalian belikan aku beberapa bungkus roti tawar. Roti di meja makan habis, aku tidak ingin mendengar protes para tamu yang kelaparan."
Kata Madam Yu sambil memberi Hyorin beberapa lembar uang.

Jaejong tersenyum mendengarnya, Madam Yu benar-benar memahaminya. Sementara Hyorin mengerucutkan bibir karena tidak berhasil membujuk Madam Yu. Meskipun wataknya keras, tapi Hyorin wanita yang baik, hanya Madam Yu yang bisa mengendalikannya di tempat ini.

"Aku pinjam sepeda!"
Kata Hyorin dengan nada merajuk.

"Mn. Bawa sesukamu. Beli selai strawberi juga!"
Madam Yu mengedipkan sebelah mata kepada Jaejong sesaat sebelum Hyorin menariknya keluar.

Di antara anak-anak buahnya, Hyorin memang yang paling dekat dengan Jaejong. Mungkin dia merindukan kakaknya yang sudah meninggal, sehingga secara tak sadar mengadopsi Jaejong sebagai pengganti sosok kakaknya itu, meskipun usia mereka sebenarnya sepantaran. Hyorin bergabung ke wastu tidak lama setelah Jaejong. Sebelum bekerja dengan Madam Yu, Hyorin tinggal berdua dengan kakaknya, tapi kakaknya mengidap penyakit turunan, Hyorin memutuskan meninggalkan sekolah untuk bekerja mencari uang guna menghidupi mereka berdua dan membiayai pengobatan kakaknya. Namun sayang, sekeras apapun Hyorin bekerja, penyakit itu lebih cepat menggerogoti kesehatan kakaknya. Hingga pada suatu ketika, Hyorin tidak lagi memiliki cukup uang untuk melanjutkan pengobatan dan terpaksa merelakan kepergian kakaknya. Madam Yu menemukannya babak belur di jalanan setelah melayani beberapa pria yang dengan brutal menggunakan jasanya.

Grief IncisionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang