Extra 2. Kejadian Sebenarnya ( Jaejong )

298 49 3
                                    

Jaejong membuka jendela agar asap masakannya keluar. Kamar sewanya kecil, hanya satu ruangan kosong dengan kamar mandi di dalam. Di sudut ruangan, Jaejong sulap menjadi dapur mini, karena dia harus rajin memasak untuk menghemat biaya hidupnya, dia hanya bergantung pada beasiswa. Jadi setiap kali dia memasak, kipas angin harus dihidupkan kencang dan jendela di buka lebar agar dia masih bisa bernapas.

Kotak bekal sudah terbuka, Jaejong menuangkan masakannya untuk bekal makan siang. Saatnya berangkat. Jaejong mengambil tas untuk memasukkan kotak bekal dan---

"Aaaah~"
Bekalnya tumpah mengenai tasnya karena dia kurang rapat menutup wadah. Cepat-cepat dia memunguti makanan itu ke dalam kotak bekalnya lagi, sayang sekali klo harus dibuang.

Setelah membersihkan sisa-sisa kotoran, Jaejong mengeluarkan semua buku2nya dari dalam tas kemudian merendam tas satu-satunya itu untuk dicuci nanti. Kotak bekalnya kecil, jadi bisa masuk ke dalam saku mantel, sementara semua bukunya ia peluk, tidak mungkin membawanya dengan kantong plastik kan? Sangat memalukan~

Karena insiden kotak bekal itu, waktunya banyak tersita, Jaejong jadi terburu-buru karena takut terlambat, dia berjalan cepat. Untung tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari kampus.

Jaejong menyebrang jalan untuk menuju ke gedung kelasnya, tidak melihat ada sebuah motor yang hendak berbelok, dan insiden lainnya pun terjadi. Dia terjatuh dan bukunya berhamburan.

Jaejong sedikit melirik, sebuah motor sport, pasti orang kaya, ah..benar-benar memalukan, dia pasti dimarahi habis-habisan sebentar lagi. Jaejong sudah bersiap memasang telinga, tapi ternyata..

"Maafkan a--- ku..."

Jaejong terkejut, karena bukan suara bentakan yang didengarnya. Apalagi ketika melihat penampilan pengendara itu setelah turun dari motor, sosoknya tampak... keren... Jaejong sampai lupa menutup mulutnya yang sedikit terbuka.

"Ka..kau tidak apa-apa?"

Jaejong tanpa sadar menerima uluran tangan pengendara itu. Ntah karena badannya yang lemas atau tenaga orang itu yang terlalu kuat, tarikannya seakan mereka sedang bertanding di ring gulat. Dan wajahnya pun terbentur helm.

"Ah.."
Jaejong memegangi mulutnya yang terasa sakit. Sial sekali, semakin tampak memalukan.

"Maaf!~"

Jantungnya terasa mau lepas ketika jemari orang itu tiba-tiba mengusap bibirnya. Jaejong mematung, dia sendiri bahkan tidak tahu ada apa di bibirnya sampai diusap-usap. Jaejong ingin segera kabur karena malu. Dia mengangguk kemudian memunguti buku-bukunya. Kelas hampir mulai, dia berlari kencang setelah pamit.

Setelah memilih kursi dan meletakkan buku-bukunya, Jaejong segera ke kamar mandi untuk mencuci tangannya yang kotor akibat terjatuh tadi. Dan ketika melihat cermin di wastafel, dia baru sadar kalau bibirnya terluka. Ah~ pantas saja orang itu tadi terlihat panik.. Jaejong mengusap bibirnya, membayangkan si pengendara misterius tadi ketika--- Jaejong menggelengkan kepalanya cepat-cepat untuk menghalau halusinasinya.

Kelas Ekonomi akhirnya selesai. Jaejong berjalan melewati ruang kesenian, dan seperti biasa berhenti dulu untuk mendengarnya orang-orang yang sedang berlatih di sana. Sebenarnya bukan orang-orang, dia hanya ingin mendengarkan 1 orang. Ada 1 orang yang dia kagumi di situ. Orang itu sangat rajin berlatih, dan lagu yang dimainkan pun selalu sama, Jaejong pasti melihatnya setiap kali dia lewat di depan ruang kesenian. 'Apa dia sedang mempersiapkan suatu kompetisi?' Jaejong membatin sambil menyandarkan setengah badannya di tembok agar tidak terlihat. Dia malu jika ketahuan menonton, dia bukan anggota klub seni, tidak berniat berniat bergabung, dan tidak bisa bermain musik, apa yang harus dia katakan jika ketahuan selalu ada di sana?

Grief IncisionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang