Extra 3. Sayatan Pertama

318 43 6
                                    

"Apa bisa digugurkan?"

"Maaf Tuan, secara legal kami tidak bisa menggugurkan janin tanpa alasan darurat medis. Menggugurkan janin berisiko tinggi untuk keselamatan anda, lagipula janin anda sudah cukup besar, usianya 3 bulan, lihat, tangan, kaki, bahkan wajahnya sudah terbentuk, bukankah dia terlihat sangat lucu?
Dokter kandungan menunjuk sebuah foto hitam putih. Jaejong hanya terdiam memandang kosong.

"Aku tahu ini mungkin sangat berat untuk anda. Tapi tolong pikirkan lagi baik-baik. Pendarahan yang anda alami kemungkinan karena kontraksi rahim yang berlebihan akibat kelelahan. Pulanglah dulu untuk beristirahat, jangan terlalu banyak pikiran, jangan terlalu banyak bergerak, perbanyak tidur. Kembali lagi kemari jika minggu depan pendarahannya belum berhenti. Oke? Aku akan memberi anda vitamin."
.
.
.
Jaejong berdiri di halte, melihat ke arah bus yang sedang mendekat. Bus itu hampir sampai. Jaejong melangkahkan kakinya. Perlahan dan terus melangkah.

"Awas!"

Seseorang menarik Jaejong. Sopir bus menarik remnya tiba-tiba, membuat bus itu berdecit dan berhenti di tempat yang tidak seharusnya. Sopir bus itu terlihat syok karena hampir saja membunuh seseorang.

"Apa kau mau mati?! Hampir saja bus itu melindasmu!"

Beberapa orang yang menyaksikan hal itu mengutuk tindakan Jaejong, tapi Jaejong mengabaikan mereka semua dan berlalu begitu saja seakan tidak terjadi apa-apa.

'Aku memang ingin mati..'

Jaejong menatap foto hitam putih di tangannya. Tangannya bergetar, begitu pula dengan suaranya.

"Kenapa kau tidak mati saja.."

KRREK. KRREK.

"Aku tidak menginginkanmu.."

KRREK. KRREK.

"Kenapa kau tidak mati saja! Aaah!"

Foto USG itu hancur menjadi potongan kecil.. Jaejong meringkuk di sudut tempat tidur menangisi nasibnya..

Hari-harinya semakin buruk semenjak kejadian perkosaan itu. Rektor mengabaikan aduannya. Hasil visumnya dihilangkan. Rekaman cctv di hari kejadian dihapus. Tidak ada saksi. Laporannya ke polisi ditutup. Teman-temannya pun tidak ada yang percaya, dan sekarang dia dikucilkan karena dianggap menyebarkan berita bohong. Tidak ada seorangpun yang membantu.. Dia juga harus kerja sambilan untuk mengganti uang kuliahnya yang terpakai. Studinya pun kacau karena kelelahan dan sakit di sekujur tubuhnya. Kepalanya berdenyut serasa mau pecah, punggungnya nyeri, perutnya mual, dan sekarang dia tahu kenapa.. Tidak cukup hanya menjadi korban pelecehan, sekarang dia juga harus mengandung hasil perbuatan bejat orang-orang yang dibencinya.. Kemalangan apa lagi setelah ini..

Jaejong meremat pakaian yang menutupi perutnya.
"Aku tidak menginginkanmu.."
Dia terus bergumam hingga malam itu berakhir.

Keesokan harinya Jaejong datang ke kampus, berusaha menjalani harinya seperti biasa meskipun semuanya sudah berubah. Tidak ada lagi yang menyapanya seperti dulu. Tidak ada lagi perbincangan dengan teman. Pandangannya hanya tertuju pada langkah kaki, duduk di bangku pojok paling belakang, dan pulang setelah kelas selesai.

Hari itu lagi-lagi Jaejong melihat mereka, berkeliaran seakan tidak terjadi apa-apa, segerombolan orang bejat yang telah merusak hidupnya. Jaejong berdiri di ujung lorong, memandang setiap wajah yang masih terpatri jelas diingatannya. Moon-Sung, Bae-Soo, Ji-Kyu, Yunho.. Jaejong tahu keempat orang itu menyadari kehadirannya, mereka hanya mengabaikan, sama seperti semua orang yang lain..

Grief IncisionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang