"Jadi di mana kita akan melakukannya?"
"Melakukan apa?"
Jaejong menoleh, hanya untuk memastikan Yunho melihat wajah kesalnya. Dia sudah mengikuti Yunho berkendara selama 1 jam lebih tanpa tau akan dibawa ke mana, dan percakapan pertama mereka di mobil langsung berhasil membuatnya jengkel.
"Apa yang biasa kau lakukan dengan seorang pelacur Tuan Jung? Pergi memancing?"
"Aku sudah pernah memintamu untuk tidak memanggilku 'Tuan' Jae, kita sudah saling kenal, jangan bersikap formal padaku. Kau suka memancing? Ayo pergi memancing besok!"
Yunho tetap memfokuskan pandangan ke jalan sambil tersenyum, meskipun hatinya berdenyut sakit mendengar kata itu terucap. Dia hanya bisa menjawab dalam hati, 'kau bukan pelacur bagiku..', tanpa berani mengungkapkannya.
Pelipisnya berkedut, Jaejong tidak habis pikir jika Yunho akan selalu menanggapi serius semua perkataannya, tapi juga mulai berani memberinya panggilan pendek. 'Memangnya kapan kita dekat!', hatinya menjerit.
"Kau sudah melakukannya. Memancing amarah."
"Hehe.. Maaf maaf, jangan marah, aku hanya bercanda, tapi itu ide bagus, memancing nampaknya menarik untuk benar-benar dilakukan lain kali."
"Tidak akan ada lain kali."
"Tentu saja ada. Jika aku membayarmu lagi maka akan ada lain kali...kan?"
"...Cukup. Katakan saja ke mana kita akan pergi.."
Jaejong memijit kening."Mengunjungi seseorang."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jaejong tetap tidak mendapat jawaban yang jelas ke mana tujuan mereka, dan dia memilih untuk tidak bertanya lagi demi menjaga kesehatan emosionalnya. Hingga kemudian Jaejong tersadar jika ternyata Yunho membawanya ke rumah duka. Dan sekarang mereka berdua sudah berada di depan guci abu Jinhee."Halo Jinhee, ayah datang lagi. Maaf lama tidak mengunjungimu, tapi ayah selalu berdoa untukmu dari penjara. Lihat, ibu juga datang bersama ayah."
"Apa yang kau lakukan.."
"Menyapa anakku. Aku belum sempat mengunjunginya lagi sejak keluar dari penjara."
Emosi yang aneh tiba-tiba menyelimuti Jaejong, itu antara perasaan marah, sedih, dan haru bercampur menjadi satu.
"..Dari mana kau tahu dia anakmu.. Aku sendiri bahkan tidak bisa memastikan siapa yang telah---""Aku tidak peduli, aku sudah bercinta dengan ibunya, jadi dia anakku. Putriku.."
Matanya terasa panas, Jaejong menatap Yunho dengan berkaca-kaca, emosi yang aneh itu semakin lama semakin ingin membuatnya mengeluarkan air mata.
"Jinhee, ayah dan ibu di sini."
Yunho tersenyum menyapa putrinya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Setelah selesai berdoa, mereka akhirnya keluar dari rumah duka. Jaejong belum berbicara lagi, dia hanya terdiam sejak mendengar pernyataan Yunho di atas tadi. Tapi ada sedikit ketenangan yang menyelimuti hatinya. Ketenangan karena tidak lagi merasa anaknya adalah janin yang tidak diharapkan.. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya jika akan ada salah seorang diantara pemerkosanya akan mengakui Jinhee sebagai anak mereka.. Jaejong kembali menatap Yunho dari tempatnya duduk, memikirkan kenapa Yunho mau menerima Jinhee, menyebut dirinya ayah.. Ayah dan ibu.. Apakah itu akan membuat Jinhee semakin bahagia di sana..? Air mata itu tanpa terasa menetes lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grief Incisions
FanfictionJika duka adalah penyakit, maka tetesan darah adalah obat baginya. ================================= BL MPREG YUNJAE Lover ================================= Halo, sudah lama sejak release cerita terakhir???? Cerita kali ini belum lepas dari Yunjae...