Extra 7. Meruntuhkan Tembok

486 63 7
                                    

Hari sudah sore, semua sedang bersantai di teras belakang. Tingting melompat dari pangkuan Jaejong untuk menangkap kupu-kupu setelah selesai dibersihkan telinganya.

"Tungtung."
Jaejong memanggil antrian selanjutnya sambil menepuk paha. Kucing itu langsung datang dan berbaring manja di pangkuan Jaejong.

Jaejong membersihkan bagian dalam telinga Tungtung dengan hati-hati, kemudian menyikat badannya untuk mengambil bulu-bulu yang rontok.

"Sudah selesai."

Tungtung segera melompat untuk bergabung bersama anak-anaknya bermain di halaman. Jaejong menyikat pakaiannya untuk membersihkan sisa-sisa bulu.


Maooow.


Seekor kucing mengeong, Jaejong langsung menoleh. Ternyata masih ada satu pejantan lagi yang mengantri. Jaejong tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, lalu menepuk paha. Yunho langsung merebahkan kepalanya begitu dipanggil.

"Sabar sekali menunggu giliran."
Jaejong menggoda sambil mulai membersihkan telinga Yunho.

Yunho terkekeh.
"Waktu kuliah dulu aku selalu membayangkan apa kau akan mengusap kepalaku juga jika aku mengeong."

Jaejong tertawa.
"Kau iri dengan kucing?"

"Aku bahkan iri dengan buku-buku yang kau peluk."

Mereka tertawa. Jaejong tidak keberatan bernostalgia dengan masa lalu, hanya untuk kenangan yang indah. Yunho sudah selesai dibersihkan, tapi dia tidak mau melompat turun seperti yang lain, dia masih berbaring di pangkuan menikmati jemari Jaejong yang menyisir lembut rambutnya.

"Jaejong."

"Mn."

"Tentang orang tuaku."

Gerakan Jaejong langsung terhenti. Yunho membuka matanya dan menatap Jaejong.

"Bolehkan mereka berjunjung kemari besok?"

Melihat Jaejong masih belum merespon, Yunho bangun agar bisa berbincang lebih serius.
"Hanya untuk makan siang. Aku berjanji tidak akan ada pembicaraan yang tidak menyenangkan."

"...."

Yunho meraih tangan Jaejong lalu menggenggamnya.
"Sebentar lagi kita menikah, mereka ingin lebih dekat denganmu. Bisakah kau menerima kunjungan mereka? Kita akan menjadi satu keluarga, keluargaku akan menjadi keluargamu juga nantinya.."

'Menjadi satu keluarga..' Mendengar itu, ekspresi Jaejong langsung mengeras. Jaejong menarik tangannya.
"Aku bersedia menikah denganmu, tapi aku tidak sudi menjadi seorang Jung."

Yunho terkejut dengan reaksi itu, tapi segera tersadar jika dia telah memicu trauma Jaejong. Yunho merasa sangat bersalah, dia segera memeluk pria yang merajuk itu agar tidak semakin salah paham dengan maksud perkataannya.

"Aku tidak menikahimu untuk menjadikanmu seorang Jung. Aku yang akan menjadi Kim. Aku tidak keberatan meninggalkan mereka untukmu. Aku bisa memutus komunikasi dan berganti nama, tapi tidak bisa menghapus darah yang mengalir di tubuhku.. Mereka tetap orang tua yang melahirkanku.. Tolong ijinkan aku untuk sesekali berbakti kepada mereka.."

Jaejong menghela napas, dia tahu jika suatu saat harus menghadapi situasi seperti ini, situasi di mana dia ingin menolak tetapi tidak bisa karena sudah menjadi konsekuensi dari pilihannya.. Jaejong hanya belum siap.. Dia memang sudah mengampuni Yunho, tapi hanya Yunho, tidak dengan yang lain. Jaejong belum bisa memaafkan semua orang yang menyakitinya, termasuk kedua orang tua Yunho.. Tapi 3 hari lagi mereka akan menikah, Jaejong merasa tidak ada waktu lagi untuk terus menghindar.

Grief IncisionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang