19. Bayi Malang

518 55 8
                                    

"Selamat sore Tuan Jung."
Dokter Kang masuk sambil masih menempelkan layar handphone di telinganya.

"Dokter Kang? Bagaimana anda bisa tahu aku di sini?"

Dokter Kang terkekeh sambil memasukkan handphone ke dalam sakunya.
"Aku masih menghabiskan makan siangku ketika tiba-tiba melihat anda digotong ke IGD oleh sopir anda Tuan Jung, tontonan yang menarik dari balik jendela kafe."

"Ah... begitu."

"Jadi, apa yang ingin anda tanyakan Tuan Jung?"









"Pasien dalam cerita anda sebelumnya, apakah dia... pernah menyakiti bayi dalam kandungannya?"

"Hm.. Definisi menyakiti sangat luas. Pasien itu tidak pernah menyakiti bayinya secara fisik, tapi secara psikis dia mungkin pernah menyakitinya."

Yunho mengernyit.
"....Apakah karena itu dia meninggal..?"

"Sulit dipastikan penyebab utama kematiannya. Apakah anda ingin tahu bagaimana pasien itu melalui masa kehamilannya Tuan Jung?"

"Ya.. Tolong.. ceritakan semuanya padaku.."


"Baiklah. Jadi, suatu hari pasien itu datang memeriksakan diri ke dokter umum karena mengalami sakit perut yang tidak kunjung hilang. Dokter umum merujuknya ke dokter kandungan karena menemukan janin ketika melakukan USG perut. Dari sanalah pasien itu baru tahu jika dia adalah seorang intersex dan tengah mengandung. Saat itu usia janinnya 12 minggu."

"Pada awalnya dia sempat membenci janin itu, tapi tidak pernah berniat mengugurkannya, dia hanya membencinya, itu saja. Sampai kemudian pendarahan terjadi terus-menerus pada usia kehamilan 14 minggu. Meskipun rasa benci itu ada, tapi dia cemas akan keselamatan janin itu. Dia mulai rutin memeriksakan diri untuk memastikan janinnya baik-baik saja. Dia bahkan rela membayar mahal untuk uji laboratorium guna mencari tahu penyebab pendarahannya, tapi Dokter kandungan tidak menemukan kelainan apapun pada hasil uji labnya. Diagnosis dari dokter saat itu adalah kelelahan dan stress, pasien itu disarankan melakukan bedrest hingga pendarahannya berhenti. Tapi dia tidak bisa melakukannya."

"Pasien itu seorang yatim piatu tanpa sanak saudara, dia harus menghidupi dan merawat dirinya sendiri. Bagaimana dia bisa beristirahat jika harus sekolah dan bekerja secara bersamaan? Jadi akhirnya dia merelakan sekolahnya. Tapi tetap harus bekerja untuk mencari uang karena pengeluarannya semakin besar untuk mempertahankan janinnya. Dia melakukan 2 pekerjaan, karyawan toko dan guru les privat."

"Perasaan pasien itu mulai berubah ketika merasakan pergerakan janin dalam perutnya, tidak ada lagi rasa benci, dia menyayanginya. Tapi pendarahan itu masih terus terjadi, hingga suatu hari, ketika usia kehamilannya 21 minggu, dia mengalami pendarahan yang sangat banyak. Dia datang sendiri ke IGD, dokter berusaha menyelamatkan janinnya, tapi sayang keesokan harinya janin itu dinyatakan meninggal."

"Dokter menyarankan untuk segera mengeluarkan janin yang sudah mati itu, tapi dia sangat sedih dan merasa bersalah, dia tidak rela janinnya dikeluarkan. Dia masih tidak percaya pada hasil pemeriksaan dan berharap janin itu kembali hidup. Keesokan harinya dia meminta dokter lain untuk melakukan pemeriksaan ulang dengan metode yang berbeda. Hasilnya sama, janin itu sudah meninggal, tidak ada detak jantung, sehingga mau tidak mau dia harus mengeluarkannya."

"Janin itu sudah cukup besar, jadi cara paling mudah untuk mengeluarkannya adalah melahirkan secara normal. Pasien itu masih ragu, berkali-kali dia meminta penjelasan Dokter terkait prosedur yang akan dijalaninya. Nampaknya dia takut mengalami hal yang sangat menyakitkan, tapi tidak ada cara lain, janin itu harus cepat dikeluarkan sebelum membusuk di perutnya."

Grief IncisionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang