14. Tuan Badut

325 49 1
                                    

Yunho melempar handphone lalu merebahkan tubuhnya lagi, membenamkan kepala ke dalam bantal untuk melanjutkan tidurnya yang baru sekejap mata, dia bahkan belum sempat bermimpi. Dia baru saja selesai menerima telepon dari Madam Yu. Rasa kantuk menyelamatkannya dari rasa takut akan hukuman yang menanti. Yunho mengabaikan segala ancaman yang diberikan oleh Madam Yu, yang penting dia sudah menjelaskan alasan dia membawa pulang Jajeong ke rumahnya. Yunho berkelit jika kondisi Jaejong tidak memungkinkan untuk perjalan jauh sehingga terpaksa dia bawa ke tempat peristirahatan terdekat, yaitu rumahnya. Sebenarnya bisa saja Yunho memulangkan Jaejong ke rumah Madam Yu, tapi-- Yunho membuka mata, menatap orang yang masih tertidur di sebelahnya.

"..Kita perlu bicara..."
Gumam Yunho. Setelah itu dia pun tertidur lagi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ntah berapa lama kemudian, Yunho mendengar suara gaduh. Seperti ada seseorang yang sedang mengacaukan rumahnya. Suara benda jatuh terdengar dari kejauhan. Yunho membuka mata dan--

"Jaejong?!"
Yunho terbangun kaget ketika melihat Jaejong sudah tidak ada di sebelahnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Beberapa saat sebelumnya, Jaejong memicingkan mata setelah beberapa kali mengerjap. Lagi-lagi dia tidak tahu sedang berada di mana. Ruangan itu sangat asing, tapi suasana yang sekarang dilihatnya tidak seperti rumah sakit. Jaejong mengangkat kedua tangannya, tidak ada selang yang menancap. Dia kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri. Lalu--

Deg. Deg. Deg. Deg. Deg.
Jantungnya seketika berdegup kencang dan dadanya sesak melihat wajah yang terbaring sangat dekat di sebelahnya.

Jaejong memaksakan diri turun dari tempat tidur dengan cepat, dia terjerembab karena keseimbangan yang belum sempurna ketika menapakkan kaki ke lantai. 'Tidak lagi.. Tidak lagi..' Jaejong ingin segera berlari dari tempat itu.

Jaejong meraih pintu, tapi tidak bisa menemukan knop untuk membukanya. Pintu itu hanya seperti dinding dengan banyak tombol. Dia merasa akan mulai menangis, kejadian itu kembali teringat, terkunci di ruangan bersama pria-pria brengsek.. Jaejong mengerang sambil merosot memeluk dirinya sendiri. Dia meremas kedua lengannya yang masih terbalut perban.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Klontang. Klontang.

Yunho segera berlari ke arah sumber suara untuk mendapati Jaejong yang sedang mengacak-acak dapurnya, mencari--





"Jaejong.. letakkan itu.."
Dengan hati-hati Yunho meminta Jaejong meletakkan pisau dapur yang ditemukannya.

"...Tidak lagi.. Aaah.. Aaaah!"
Jaejong sudah bergerak untuk mulai menyayat lengannya tapi Yunho menangkapnya lebih cepat dan pisau itu terjatuh. Jaejong sudah berada dalam dekapan Yunho. Seluruh tubuh Jaejong didekap dengan kuat hingga tak mampu bergerak. Jaejong hanya seperti kepompong yang menggeliat dalam kungkungan Yunho. Yunho menendang jauh pisau itu dengan ujung kakinya.

"Aku tidak akan menyakitimu!
Aku tidak akan menyakitimu!
Percayalah! Kumohon!"

"Aaaah! Lepaskan aku! Lepaskan! Aaaah!"

"Aku sedang menolongmu! Kau kabur dari rumah sakit! Ingat??? Aku terpaksa membawamu pulang karena tidak tahu ke mana harus memulangkanmu!"

Jaejong masih menggeliat.
"Brengsek! Kalian semua brengsek!"

'Kalian?'. Yunho mulai memahami situasi. Nampaknya Jaejong masih terbayang kejadian di penginapan, atau kejadian 7 tahun lalu.., ntahlah, yang pasti gangguan mentalnya terpicu lagi oleh sesuatu. Yunho mulai melunak.

Grief IncisionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang