43. Biola Yang Akhirnya Bersuara

312 49 3
                                    

"Jaejong?"

Yunho segera memarkir mobilnya ketika melihat Jaejong keluar dari gerbang rumah dengan tergesa-gesa dan gelisah. Jaejong sudah terlihat rapi, memakai kemeja dan celana panjangnya, tapi dia berlarian di jalan, tidak mungkin sedang berolah raga kan? Yunho juga ikut berlari untuk mengejar langkah Jaejong.

"Hei, ada apa?"

Tanya Yunho sambil menepuk pundak Jaejong. Jaejong menoleh dengan cepat dan terlihatlah mata sembabnya yang seperti ingin menangis.

"Tungtung hilang.. Dia tidak ada di dalam rumah.. Jendela sedikit terbuka, mungkin---"

"Apa anak-anaknya sudah diamankan?"

Jaejong mengangguk. Yunho segera memahami situasi, dia juga tidak ingin Tungtung hilang, itu hadiah istimewa darinya untuk Jaejong.

"Ayo kubantu mencari. Ke mana dia biasanya pergi kalau keluar rumah?"

"Dia tidak pernah keluar rumah.. Dia tidak mengenal daerah sini, bagaimana kalau dia tersesat dan tidak bisa pulang, atau seseorang mengambilnya.."

"Dia pakai kalung, orang akan berpikir dua kali kalau mau menculiknya. Ayo berpencar supaya lebih cepat menemukannya. Aku ke sana."

Jaejong dan Yunho langsung memulai pencarian dengan mengambil jalan terpisah. Menyusuri jalanan sambil mengintip ke balik pagar setiap rumah yang dilewati, memanggil-manggil nama hewan berbulu putih bersih itu.

Jaejong sudah selesai menyisir semua area hingga ke jalan besar, tidak mungkin Tungtung berani menyeberang jalanan penuh lalu lalang mobil kan? Jadi dia berbalik sambil menyusuri sekali lagi area yang sudah di periksa hingga kembali ke titik dia bertemu dengan Yunho. Jaejong meneruskan lagkahnya menyusuri jalan yang diambil oleh Yunho tadi.

"Tungtung!"

"Tungtung!"

Jaejong memanggil-manggil sambil membungkuk dan berjingkat, mengintip lubang di bawah atau pagar yang tinggi, siapa tahu dia bersembunyi. Jaejong bahkan bertanya ke satiap orang yang lewat, tapi semua orang menggeleng.

"Tungtung.."

Jaejong mulai memanggil dengan putus asa. Kucing itu sudah menemaninya selama 5 tahun lebih, menjadi pelepas sedihnya setiap kali merasa ingin menangis dan mengangkat pisau ke lengannya. Jaejong tidak rela jika kucing itu hilang begitu saja.

"Ricardo, apa kau melihat Tungtung..?"

Maow.

Bahkan suaminyapun tidak bisa membantu, kucing putih berkaki hitam itu hanya mengeong sambil terus berbaring di atas pagar tempatnya biasa berjemur.

Jaejong terus mencari sampai kemudian terbesit pikiran untuk memancingnya dengan makanan atau dengan anaknya. Mungkin jika Tongtong yang memanggil, Tungtung mau datang. Jaejong hendak berbalik menuju rumahnya ketika tiba-tiba terdengar suara lirih kucing yang mengeong. Jaejong menajamkan telinga, terdengar seperti suara Tungung. Jaejong segera mengikuti ke arah sumber suara itu, hingga tiba ke sebuah lahan kosong.

"Tungtung?"

"Kau di mana?"

"Tungtung?"

Suara meongannya terdengar semakin jelas, Tungtung pasti di dekat sini. Apa dia terluka? Jaejong semakin cemas karena tidak kunjung melihatnya meskipun sudah mengitari semua sisi lahan.









"Ehem. Di atas."

Suara seorang pria terdengar. Jaejong langsung mendongak menuruti perkataan yang didengarnya, dan-- akhirnya dia bisa bernapas lega...









Grief IncisionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang