Setelah menempuh perjalanan berhari-hari kini mereka telah sampai di wilayah selatan dan menuju istana Duke. Para pengawal dan kstaria berbaris rapi di tepian jalan masuk ke dalam istana. Istana besar yang membuat Irana terpaku di tambah bunga-bunga yang mempercantiknya. Dirinya dengan cepat turun dari kereta tanpa memperdulikan Duke Xagara yang menyuruhnya untuk kembali naik karena akan lelah jika menuju ke pintu istana.
Irana tak memperdulikan itu ia berjalan pelan sambil tersenyum menyapa para pengawal, ksatria. Ia berlari saat mendapati ayahnya tengah berdiri di depan pintu. Ciya mengenalnya karena Irana memberikan ingatannya.
"Ayah."Panggilnya berlari dengan kedua tangan yang terlentang. Ciya tak menyadari ini, seakan jiwa Irana mendominasi, matanya menyiratkan kerinduan yang mendalam. Saat sampai didepan ayahnya, tak ada kata apapun ia langsung saja memeluk tubuh besar dan berotot ayahnya.
"Anak ku sayang."Lirihnya memeluk Irana erat.
Keduanya sama-sama berpelukan melepas kerinduan.
"Salam hormat kepada Duke Traska Liyzakvaz, semoga selalu di berikan kesehatan."Ucap Xagara yang baru saja datang memberikan penghormatan.
Duke Traska sedikit menunduk menyambut penghormatan dari Duke Xagara. "Semoga kau juga di berikan kesehatan."
"Ayah."Lirih Irana."Aku merindukan ayah meski ayah jahat padaku karena menjodohkan ku dengannya."
Xagara hanya berdehem dan masih memperlihatkan senyum tipisnya.
"Kau tidak boleh seperti itu. Jaga ucapanmu."Bisik Traska.
"Apakah ada tamu?,"tanya Irana.
"Iya ada tamu, mereka juga dari wilayah timur. Seorang perdana Mentri bersama putrinya."Tutur Traska lembut.
"Erikson?."Tanya Irana pelan.
"Ayah tak pernah mengajari mu mengucapkan nama orang yang lebih tua dengan hanya nama."Bisiknya.
"Maaf Ayah,"cicitnya.
"Perdana menteri Erikson, kepala kementerian dari kerajaan timur. Hanya membahas pesan dari Raja kerajaan wilayah Timur. Sepertinya Duke juga tau, ini masalah politik. Otak kecilmu pasti tak akan mengerti."
"Ayah."Rengek Irana. Ayahnya memang kurang ajar sekali.
Traska tertawa pelan, tangan kanannya mengelus lembut surai hitam milik Irana."Aku hanya bergurau."
"Sebaiknya kalian ikutlah dari samping dan langsung saja beristirahat."Ucapnya.
Baru saja berucap, Irana lebih dulu berlari masuk ke dalam istana. Ia begitu penasaran dengan wajah pemeran protagonis wanita. Di gambarkan bahwa ia begitu cantik melebihi Irana dan kini ia telah berada di ruang khusus pertemuan dengan para petinggi negara. Di sana ia bisa melihat seorang pria paru baya yang pastinya Kepala perdana Mentri Erikson dan di sampingnya, wah sangat cantik, itu pasti Adalena.
"Salam hormat kepada kepala Perdana menteri Erikson Bungla dan Nyonya Adalena Bungla."Sapa Irana sedikit menundukkan kepala dengan senyuman yang masih terus terpatri di wajahnya.
"Salam hormat kami kepada duchess Irana Liyzakvaz Griffiskra."Keduanya juga menunduk hormat.
"Silahkan duduk kembali."Tuturnya yang ikut duduk di depan keduanya.
Sungguh, Irana terpana dengan kecantikan Adalena, sangat cantik. Lihatlah surai merah, manik mata yang juga merah, kulit putih, wajah yang begitu mempesona. Sungguh, Irana tak sanggup mendeskripsikan secara detail tapi Adalena bagai bidadari, ini terlalu cantik.
"Cantik,"
"Eh?. Apa yang kau ucapkan duchess?."Tanya Adalena.
Irana gelagapan ia pun menggeleng sebagai jawaban.
"Apakah kau datang untuk mengunjungi ayahmu?, duchess."Tanya Erikson Bungla.
Mengangguk."Ya, aku datang ingin berkunjung karena aku sangat merindukan ayahku dan aku juga berniat berziarah ke makam Ibunda."
"Apakah akan ada kerja sama dari dua wilayah?."Tanya Irana basa basi.
"Iya tapi ini masih rahasia, kami tak bisa membeberkannya."Ucap Erikson tak enak jika nanti Irana tersinggung.
"Bukan masalah. Aku akan menunggu saja apa akan di terima atau tidak." Katanya,"Oh ya aku harus pergi sekarang dan Nyonya Adalena kau sangat cantik membuat ku terpanah. Pasti banyak pria yang begitu tertarik padamu. Sudah berapa pria yang mengajakmu untuk menikah?."Tanya Irana penasaran, karena dalam cerita pun Adalena menjadi incaran para Duke, pangeran, dan anak dari petinggi pemerintahan. Yang ia ketahui lebih dari 50 orang yang datang ingin membicarakan pernikahan anak mereka dengan Adalena.
Adalena tersenyum sebagai respon, senyum tipisnya yang begitu memabukkan, sungguh Irana terpesona.
"Aku malu untuk mengucapkannya tapi lumayan."lontarnya.
Erikson tersenyum mengelus surai merah anaknya, matanya kembali menatap Irana dan menjawab pertanyaan dari duchess."Sekitar 50 orang."
Nah kan, Sudah di bilang sebanyak itu, hal ini juga tertulis dalam novel. Jadi meski jalan cerita yang sudah berbeda akan tetapi beberapa yang ada di dalam novel masih bisa terjadi sekarang. Entah kenapa ketakutan melanda dirinya, apakah ending tragis dirinya bisa saja terjadi?.
Adalena yang menyadari raut wajah khawatir Irana pun mendekat dan duduk di samping Irana. Tangannya terulur menepuk pundak Irana. Seakan langsung tersadar ia tersenyum kikuk, sedikit menunduk dan pamit pergi. Ia berlari menuju bagian timur yang merupakan kastil milik Irana. Memang Ayahnya membuat Kastil untuknya tinggali. Ia berlari membuka pintu kastil dan naik di atas tangga menuju kamarnya. Sampai di dalam kamar ia terduduk di depan pintu yang sudah ia tutup. Apa usahanya akan berakhir sia-sia.
"Apa yang harus aku lakukan?. Adalena begitu cantik dan baik. Meski berubah tapi aku juga tak boleh melupakan alur. Bisa saja alurnya berjalan sesuai novel meski ada perbedaan. Mungkin dari ku berbeda tapi para tokoh lain?."
"Irana, Irana." Ketukan pintu kuat dan suara yang Irana kenali, terus menggedor dan memanggil namanya.
"Sebentar." Setelah sekian lama diam Irana berucap dan membuka pintu. Terlihat jelas raut khawatir milik Xagara, tanpa mengucapkan apapun ia memeluk Irana erat.
"Kenapa kau berlari dengan ekspresi sedih?. Kau membuat ku khawatir. Apa mereka menyakitimu?,"tanyanya.
Menggeleng."Tidak ada yang menyakitiku. Aku hanya merindukan ibunda."
Menghembuskan nafas lelah, ia mengerti mungkin dengan kedatangan Irana kesini membuat ingatannya dengan sang ibunda kembali menghantam dirinya. Rasa rindunya pasti kembali datang menghantuinya dan membuatnya bersedih.
"Besok kita bisa berziarah."
"Iya,"Balas Irana.
KAMU SEDANG MEMBACA
FANTASIA( Belum Revisi)
FantasySiapa sangka bahwa Ciya akan bertransmigrasi ke dalam novel Fantasi, Novel dengan latar kerajaan. dirinya juga tak menyangka jika memasuki tubuh sang antagonis yang berbadan cukup gemuk. Ciya tak masalah dengan bentuk badan yang ia tepati yang penti...