Delapan belas

1K 70 4
                                    

     Suara telapak kaki kuda dengan orang-orang yang sudah menunggu kehadirannya memenuhi suatu perkumpulan warga desa. Irana turun dari kuda dengan pelayan pribadi yang setia berdiri di belakangnya dan beberapa para pengawal. Irana berjalan ke depan melewati mereka yang tengah menunduk hormat. Kakinya naik ke atas panggung, dirinya berdiri di depan banyaknya warga desa. Ia menghembuskan nafas pelan dan mulai berbicara.

"Semoga kita semua di berikan kesehatan," ucapnya,"Saya banyak sekali mendapatkan keluhan dari desa Ririz. Saya sudah membaca surat yang berhasil masuk ke kerajaan dan semua surat hampir sama, yaitu perekonomian yang tidak stabil."

Dirinya menengok kesamping menatap tajam ketua cabang pemerintah desa Ririz." Saya juga dengar para rakyat menjual hasil panennya kepada omil, salah satu orang terkaya di desa ini dengan harga yang sangat jatuh, terlalu murah."

"Dan ada juga masalah kekeringan. Untuk kekeringan, kami akan mencari mata air atau membuat aliran sungai dari desa sebelah ke desa ini, desa yang banyak airnya."

"Untuk omil, kemari lah."Ucapnya menatap tajam seseorang di antara kerumunan.

Ia dengan ketakutan berjalan mendekat dan berdiri tepat di samping Irana.

"Kau bahkan tak mengijinkan para petani menjual hasil panen di pasar atau pada orang lain. Kau mengambil semua dengan mengambil harga murah. Bagaimana bisa 20 buah apel dengan harga 5 perak. Bahkan di pasar saja mereka menjual satu buah apel dengan satu perak."Katanya dengan tatapan tajam.

"Aku sudah mencari tahu juga. Masyarakat takut karena kau selalu mengancam akan membunuh salah satu keluarga mereka jika tak mengikuti perintah mu dan berakhir mereka serba kekurangan karena barang yang mereka beli di pasar tak mencukupi kebutuhan mereka."

"APA KAU GILA?!."Teriak Irana murka dengan angin yang berhembus kencang.

Semuanya takut, Mereka tak pernah melihat Irana marah begini meski mendengar desas desus Irana sering menyiksa para pelayan atau bawahannya.

Irana perlahan mengatur amarahnya, ia sangat marah dengan manusia serakah. Meski begitu angin masih berhembus kencang.

"Dan kau!."Irana berbalik menatap kepala cabang desa Ririz."Mendekat lah."

Dengan takut kepala cabang pemerintah desa Ririz mendekat. Saat berdiri di samping Irana ia langsung saja berlutut memohon ampun."Ampunilah aku Ducches ampun."Ucapnya dengan suara bergetar.

"Bangunlah, tak ada yang menyuruhmu untuk berlutut di depanku."

Pria setengah abad itu berdiri.

"Tuan Visko, Kenapa kau biarkan rakyat seperti omil?."Tanya Irana membernarkan rambutnya yang sedikit tertiup angin. Bahkan sampai sekarang angin masih berhembus kencang, para rakyat tak ada yang beranjak mereka ingin keadilan.

"Bawalah mereka ke istana sekarang!."Titahnya, dengan cepat para pengawal menarik Visko dan omir masuk ke dalam kereta kuda dan berlalu dari sana terlebih dahulu.

Angin perlahan merendah dengan Irana yang kembali mengatur amarahnya. Kini keadaan kembali tenang."Semua rakyatku, bantuan akan datang beberapa jam lagi. Tenang saja, hasil panen kalian boleh di jual di pasar dan beberapa tempat. Saya akan membebaskan wajib pajak 5 bulan sebagai bentuk rasa bersalah saya sebagai Ducches. Saya juga akan memberikan bala bantuan emas dan perak."

Semua bersorak gembira dan berucap terima kasih.

"Jika ada masalah, jangan sungkan untuk melapor."

Semua mengangguk dan tak lama kereta kuda berisikan uang-uang datang, Irana berjalan mendekat ke arah kereta kuda.

"Semuanya berbaris."Perintah salah satu pengawal.

Dengan cepat para masyarakat berbaris rapi. Irana membuka kotak itu, terlihat banyak sekali kantung yang berisikan uang-uang. 

Salah satu rakyat mendekat menerima kantung berisikan uang tersebut
"Terima kasih Ducches kau menyelamatkan kami."kata salah satu gadis muda dengan air mata yang berlinang.

"Ini adalah kewajibanku."Balas Irana dengan senyuman manisnya membuat gadis itu bahkan rakyat lain terpanah.

"Setelah terima uang ini, pergilah ke pengawal di samping dan terima beberapa makanan."

Mereka mengangguk tak lupa dengan senyumannya. Mereka bersorak senang meneriaki nama Duke dan Ducches."Jaya pemimpin Duke Xagara dan Ducches Irana!."

  Pekerjaan yang begitu melelahkan, Irana memijit pergelangan tangannya lelah dengan tubuh yang ia sandarkan di kursi kereta Sedangkan Ima sudah tertidur lelah. Sengaja Irana tak membangunkan nya karena ia tahu seberapa lelah pelayan pribadinya ini.

"Kau di tuduh meracuniku dan maaf bila saatnya tiba, kejadian itu akan terulang."Gumamnya menatap wajah terlelap nya Ima.

  Di kerajaan salah satu ksatria bayangan memberitahukan apa yang Ducches lakukan. Xagara mengangguk dan menyuruh nya keluar. Terbitlah seutas senyuman."Aku tak menyangka kau akan murka dan membuat mereka terkena angin kencang."

Suara ketukan pintu beserta permintaan ingin bertemu di setujui Xagara.

"Masuklah."

Kerald masuk membungkuk hormat."Semoga Duke selalu diberikan kesehatan."Ucapnya lalu menegakan kembali tubuhnya."Ducches membawa dua orang tersebut. Apa harus kita bawa ke ruang bawah tanah?."

"Ya."Jawabnya singkat."Hanya memasukan ke dalam penjara dan berjaga lah. Jangan sampai mereka terluka sebelum keputusan dari Ducches."

Kerald mengangguk mengerti dan pamit pergi.

   Malam hari kembali menyapa dengan kereta kuda yang baru sampai. Irana begitu lelah ia hanya membalas sapaan pelayan dengan senyum tipisnya. Ia berjalan pelan menuju kamarnya, ingin menutup pintu tapi tertahan dengan salah satu kaki yang menahannya.  mendongak menatap sang suami yang tersenyum padanya. Irana berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri dan Xagara yang langsung berbaring di tempat tidur.

"Kau pasti lelah, apa sudah makan?."Tanya Xagara.

Irana mengangguk, ia ikut berbaring di samping Xagara."Para masyarakat memberikan ku makanan dan saat di kereta aku telah makan. Jika kau belum makan pergilah makan. Aku masih kenyang."

Xagara menggeleng ia memiringkan tubuhnya menghadap Irana, tangan kanannya ia topang kepalanya dan tangan kirinya ia mengelus surai hitam Irana. Irana menutup mata merasakan usapan lembut.

"Terima kasih telah membantuku,"ucapnya.

Irana membuka matanya, ia memposisikan tubuhnya kesamping ikut menatap Xagara. "Aku yang seharusnya berterima kasih karena telah memberikan ku tugas ini. Xagara, aku mencintaimu."

Xagara berkekeh."Aku juga mencintaimu. Apa yang kau inginkan?."

"Jangan bunuh aku,"jawabnya cepat.

Xagara terdiam beberapa saat."Aku tak akan membunuh seseorang yang aku sayang."

"Dan juga tolong percaya padaku Xagara. Apapun yang terjadi kedepannya tolong jangan cepat percaya pada orang. Bicaralah padaku maka akan aku jelaskan semuanya."

Mengangguk sebagai jawaban."Kalau begitu maukah kau mengabulkan permintaanku?."

"Apa itu?."Tanya Irana.

"Tetaplah di sisiku apapun itu."

Irana mengangguk ia menggeser kan badannya mendekat memeluk Xagara. Keduanya sama-sama menutup mata tidur, apalagi hari ini begitu melelahkan.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang