Tiga dua

514 42 0
                                    


    Di malam yang sunyi ini bahkan lampu penerangan di kamar ini telah di matikan menyisakan satu manusia yang tengah tertidur pulas dengan baju tidurnya. Dirinya di kejutkan dengan bantingan pintu yang cukup kuat, ia perlahan turun dari atas tempat tidur dengan menyipitkan matanya mencoba mengenali sosoknya di depannya, sinar bulan juga tak terlalu masuk ke dalam kamar ini membuat ia membuka gorden kamarnya. Irana, wanita itu di kejutkan dengan sosok suami di depannya yang tengah menatapnya dengan tatapan sayu, dirinya juga bisa mencium bau alkohol yang cukup menyengat. Ia berjalan mendekat memandang Xagara khawatir.

"Ayo aku bantu."Ucapnya memapahnya ke tempat tidur hingga ia berhasil membaringkan tubuh Xagara dan di selimuti dengan selimut.

Irana berjalan ke arah pintu menatap para pengawal yang masih diam berjaga di depan, ia kembali menutup pintu. Betapa terkejutnya saat Xagara sudah berdiri di dekatnya, sangat dekat.

"Xagara, apa yang kau lakukan?. Apa kau butuh sesuatu?."Tanya Irana sedikit mundur karena Xagara selalu saja ingin menempel padanya.

Pinggangnya di tarik hingga menabrak tubuh Xagara, ia mendongak menatap Xagara yang juga tengah menatapnya. Dirinya di buat gugup oleh tatapan intens dari sang suami. Dengan berdehem dan tertawa, Irana mencoba mencairkan suasana bahkan dirinya mencoba mendorong dada Xagara agar menjauh darinya meski hasilnya nihil karena tangan Xagara yang memeluk pinggangnya erat.

"Kemarilah, aku membutuhkan mu sayang."ucapnya berbisik pelan di telinga kanan Irana membuat Irana bergidik ngeri.

"Kita telah berjanji kan?-,Aaaaa."Belum selesai bicara tubuh Irana di angkat dan di jatuhkan di atas ranjang bahkan ia berteriak kencang membuat para pengawal mengetuk pintunya menanyai apa yang terjadi.

"Diamlah!. Ini urusan ku dengan istriku!."Teriak Xagara yang sudah mengukung tubuh Irana.

Jantung Irana berdetak lebih kencang saat wajah Xagara mendekat ke arah wajahnya hingga satu kecupan mendarat pada pipi kanannya,Ia membuka mata perlahan saat wajah Xagara menjauh dari wajahnya, pipinya kini telah memerah seperti tomat.

  Xagara mendekat membisikkan sesuatu."Mari lakukan."

Irana menggeleng kuat, bukankah Xagara yang telah menyuruhnya dan sudah sepakat tak ingin melakukan hal suami istri?, kenapa sekarang Xagara datang dengan keadaan mabuk dan ingin melakukannya. Ia mencoba melepaskan diri dari Xagara meski berakhir sia-sia.

   Pagi hari kembali menyapa dengan Irana yang lebih dulu terbangun dari tidurnya, ia menggeliat tak nyaman merasakan sesuatu berat di bahu kanannya, kedua matanya terbuka perlahan dengan pandangan Xagara di depannya. Ia mendengus sebal tentang kejadian semalam meski tak mengelak ia juga senang.

Irana berdecak."Aku marah tapi aku juga senang, huh, entahlah membuat ku marah saja."Selorohnya.

     Kini Irana tengah berkutat dengan berkas-berkas begitu juga dengan Ima dan Wilianna tengah menjahit gaun putih di ruang kerja Irana, Ia tampak sangat serius. Irana menghembuskan nafas gusar mengacak rambutnya frustasi membuat Ima jadi menatapnya berbeda dengan Wilianna yang seakan berada di dunianya sendiri.

"Kau kenapa?."Tanya Ima melepas penanya dan beralih mengambil secangkir kopi lalu di minumnya.

"Aku seperti butuh pantai, aku ingin menenangkan diriku,"

"Mau ku temani?."Tanya Ima.

Irana menggeleng."Aku ingin pergi bersama Wilianna, kau dan kerald harus pergi ke istana pemerintahan."

Ima mengangguk."Baiklah. Wilianna."Panggilnya.

"Ya Nyonya Ima."Jawabnya.

"Panggil Ima saja, aku bukan Ducches, ayolah,"ucapnya yang memang sedikit tak nyaman dengan panggilan yang di berikan Wilianna.

"Baiklah."

"Wilianna, temani aku ke pantai, gaunnya kau simpan dulu,"ujarnya yang di angguki Wilianna.

   Saat berjalan di lorong tak sengaja Irana berpapasan dengan Xagara yang mungkin ingin pergi ke ruangannya, Irana memilih acuh dan melewatinya begitu saja membuat Xagara mengerutkan kening bertanya.

"Ada apa dengan Irana?,"tanya Xagara.

"Tuan Duke pasti membuat kesalahan tak mungkin Nyonya Irana mengabaikan Tuan seperti itu,"lontar Kerald.

"Memangnya aku kenapa?."Tanyanya pada dirinya sendiri dengan ekspresi bingung, ia mengangkat kedua bahu setelah mencoba memikirkan jawaban tapi tak juga di dapatkan, dirinya memilih masa bodoh dan kembali berjalan menuju ruang kerjanya.

  Kini Irana tengah memandang hamparan air laut dengan duduk di atas batu karang. Kedua kakinya ia biarkan merendam di air laut yang cukup segar. Sedangkan Wilianna ia biarkan wanita itu bermain di pasir pantai. Dengan menghembuskan nafas gusar ia terus memandang hamparan laut yang begitu luas, seketika dirinya di kejutkan dengan kakinya yang seakan di sentuh, ingin berteriak tapi untung saja ia bisa menahannya.

"Kau?."Tanya Irana terkejut mendapati seseorang yang hanya menunjukan sebagai tubuhnya saja.

"Aku duyung."Akunya memperlihatkan ekor putihnya.

Kini dirinya menatap duyung itu takjub, baru pertama kali ia melihat duyung secara langsung di dunia novel ini. Apa ini masih bisa di sebut dunia novel?, sedangkan alurnya saja sudah tak sama dan sangat berbeda jauh dengan apa yang ia baca.

"Namamu siapa?."Tanya Irana dengan ekspresi berbinar-binar.

"Kau seperti nya sangat senang,"cakapnya.

"Sudah pasti!,"sahutnya semangat.

"Nyonya, kau tak apa?."Tanya Wilianna sedikit berteriak.

"Aku tak apa."Jawab Irana juga sedikit berteriak.

"Kau kenapa bisa ada di sini?,"tanya Irana.

"Ini kan di laut, sudah pasti ini tempatku,"jawabnya.

Irana meringis merasa bodoh dengan apa yang baru saja ia tanyakan, sudah pasti ini tempatnya, seharusnya duyung pria itu yang bertanya padanya.

"Boleh ku duduk di sampingmu?."Tanya Pria itu yang di balas anggukan.

Irana terus menatap pria duyung itu takjub yang tengah berusaha duduk di sampingnya, surai putih dan kedua manik mata hijau. Wajahnya sangat tampan dengan badan yang begitu bagus.

"Apa kau bisa berubah jadi manusia?,"tanya Irana.

"Ya bisa saja, aku bisa saja seperti siluman itu."Ujarnya menunjuk Wilianna yang membuat rumah dari pasir.

Irana berkekeh geli, meski sudah berumur 30 tahun, Wilianna seperti anak kecil tapi Irana memaklumi karena Wilianna bukanlah manusia sesungguhnya.

"Bukankah dia sebangsa dengan mu?."Tanya Irana kembali menatap pria di sampingnya.

Dirinya mengangguk."Aku bisa saja menjadi seperti nya tapi aku takut karena monster bisa saja mengincar ku,"Lontarnya.

Irana mengangguk mengerti, dirinya juga mengetahui mengapa Wilianna bisa terluka di hutan itu, sudah pasti ia di serang monster yang menginginkan sisiknya.

Pertama-tama dirinya akan di siram dengan air yang di bacakan mantra setelah itu kakinya akan berubah kembali menjadi ekor lalu akan di ambil sisiknya untuk di jadikan kekuatan sementara mereka di dunia manusia, bisa di bilang mereka mengambil sisik duyung untuk di konsumsi agar waktu berubah kembali menjadi monster lebih lama, meski tak elak ada beberapa cara lain contohnya mengonsumsi anak-anak.

"Aku mengerti betapa sakitnya Wilianna, dirinya di serang monster,"ungkapnya menatap Wilianna sedih.

"Nama ku Kemal, jika kau membutuhkan sesuatu panggil saja aku dengan ini."Ucapnya membuat Irana kembali menatap nya.

Irana memandangi batu putih dengan corak-corak hijau, ia tersenyum dan mengangguk. Kedua tangannya ia lambaikan saat kemal kembali memasuki lautan dan tak terlihat.

"Apa aku akan kembali ke dunia ku atau tetap berada di sini?. Aku sudah nyaman dan merasa tak ingin kembali. Tak ada siapapun di dunia sana yang ingin aku lihat, aku hanya mencintai Xagara."Lirihnya memandang batu itu begitu juga dengan air mata yang mulai mengalir membasahi wajahnya.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang