Hari ini cuaca hujan hingga angin pun juga cukup keras menghantam wilayah ini. Irana membuka mata perlahan dan melihat Adalena yang tengah menepuk pipinya dengan pandangan khawatir. Ia terkejut saat dirinya telah masuk ke dalam tubuhnya lagi, dengan perlahan dirinya bangun dan memeluk Adalena erat."Terima kasih"Lirih Irana memeluk Adalena kencang.
"Ya, tapi tolong aku sesak nafas."Kata Adalena menepuk punggung Irana membuat Irana tersadar dan melepas pelukannya, dengan masih tersenyum ia bangun dari duduknya.
"Aku akan mempertimbangkan hukumanmu, aku permisi."Irana berjalan naik menuju kamarnya.
Irana atau Ciya asli berjalan turun saat setelah pagi menyapa, Ciya berjalan turun menuju penjara bawah tanah dan mendapati Adalena yang memeluknya lututnya takut tapi setelah dirinya mendengar teriakan panggilan dari Irana pun membuat ia keluar perlahan dari penjaranya. Adalena berlari mendekat dan memeluk tubuh Irana.
Ciya langsung saja meminta apa yang ingin ia minta tak ingin harus membuang banyak waktu dan Adalena dengan cepat menyetujuinya, ia membacakan mantra pada Irana agar ilmu hitam itu menghilang.
Kembali lagi pada Irana yang sudah kembali pada tubuhnya, dirinya baru saja ia ingin naik tangga menuju kamarnya, dirinya melihat Xagara yang menuruni tangga dengan pandangan khawatir. Seketika rasa rindunya menyeruak dirinya merindukan Xagara dan ingin sekali memeluknya.
"Kau kema-"Belum selesai Xagara menanyai dan mengomel, Irana lebih dulu memeluk Xagara erat. Tentu saja Xagara terdiam tapi setelahnya ia membalas pelukan Irana.
"Maafkan aku membuatmu khawatir aku merindukan mu Xagara."Lirih Irana.
Xagara mengangguk dan memilih diam, entah kenapa dirinya merasa sedikit berbeda, kenapa dekapan Irana berbeda?, meski sama-sama hangat entah kenapa dirinya merasa sedikit perbedaan.
Di tempat lain Evan masih melihat dokter yang tengah berusaha menyadarkan Ciya yang baru saja mengalami pemberhentian jantung, jantungnya berhenti secara tiba-tiba membuat Evan menjadi takut, dirinya takut jika Ciya tak ingin kembali, padahal dirinya menyaksikan sendiri Ciya yang meminta Adalena mengembalikan jiwa Irana asli. Saat itu dirinya bersembunyi di balik tembok. Dirinya juga menarik tangan Ciya saat Ciya terlepas dari jiwa Irana dan menuju lingkaran biru menuju dunia mereka sekarang. Setelah Evan membawa Ciya maka dirinya akan terbangun dari tidur panjangnya dan berlari menuju rumah sakit tempat Ciya di rawat.
"Ciya, sadarlah."Lirih Evan dengan pandangan khawatir, kedua tangannya bergetar dan kaki yang tak bisa diam.
Dokter juga terus melakukan pemompaan jantung atau defibrilator, dan terus mencoba hingga suara detak jantung mulai terdengar dan terlihat pada alat pendeteksi dekat jantung meski sangat lemah. Saat itulah Evan bernafas lega dan dirinya tersenyum menatap ciya.
Di tempat lain Xagara dan Irana tengah duduk bersama di belakang istana lebih tepatnya di taman istana. Keduanya menyuruput teh dalam diam sambil memandang hamparan bunga dan kupu-kupu yang tengah mengambil sari bunga. Irana menengok kesamping melihat Xagara yang tengah memandang hamparan bunga di depannya.
"Xagara,"panggil Irana.
"Ya?"Jawab Xagara kini menatap Irana.
Keduanya sama-sama diam lebih tepatnya Xagara yang menunggu Irana bicara dan Irana yang masih diam menatap Xagara.
"Apa kau membutuhkan sesuatu?,"tanya Xagara.
Irana menggeleng dan tersenyum."Aku mencintaimu."
Suara kekehan terdengar, Xagara berkekeh dan tersenyum sambil mengelus pipi bulat Irana."Aku juga mencintaimu."
"Aku ingin apel dan ikan panggang."
Xagara mengangguk dan berdiri di ikuti Irana, kedua bibirnya terangkat saat Xagara mengengam tangannya.
"Ciya, terima kasih karena telah membuat Xagara mencintaiku, terima kasih karena dirimu membuat kami bisa dekat karena aku terlalu bodoh hingga tak mencoba mendekati nya. Dan sekarang, aku akan mencintai Xagara dan terus mencintainya, aku akan memberikan kehangatan dan kenyamanan pada suamiku. Terima kasih Ciya, ku harap kau selalu bahagia di sana."Batin Irana.
Adalena menghembuskan nafas lega karena dirinya di bebaskan alias masa hukumannya selesai. Kini dirinya membuka pintu perlahan dan memasuki kamar sang ayah. Kedua tangannya mengelus ranjang sang ayah hingga sedikit demi sedikit air mata berjatuhan. Dirinya di buat terkejut dengan kematian sang ayah dan bertambah terkejut pria yang membunuh ayahnya adalah monster yang menyerupai ayahnya."Kenapa diriku tak menyadari itu?. Tapi aku bersyukur karena monster itu telah di hukum mati. Ayah, maafkan aku karena tak pernah menyadari itu hingga Irana yang memberitahu ku,"ucap Adalena.
Suara ketukan pintu dari luar menghentikan tangisan Adalena, dirinya menghapus sisa-sisa air mata dan menghembus nafas panjang mengatur kembali ekspresinya. Tangan kanannya membuka pintu menampilkan sesosok pria di depannya yang tengah tersenyum padanya.
"Selamat pagi sayang, apa kau membutuhkan sesuatu?."Tanyanya dengan masih menampilkan senyuman manisnya.
"Dasar manusia serigala, ya, aku membutuhkan sesuatu."Ucap Adalena ikut tersenyum menatap Skara di depannya.
Perlahan Ciya membuka matanya, setengah wajahnya dari hidung ke bawah masih di tutupi Nassal canula atau masker oksigen, dirinya mengedarkan pandangan hingga menatap satu sosok di depannya. Evan tersenyum melihat Ciya yang tengah menatapnya lemah.
"Terima kasih Ciya,"ucap Xagara penuh haru.
Ciya hanya bisa diam dan menatap Evan, dirinya terlalu lemas untuk membalas satu atau dua kata.
Kini malam telah menyapa dengan Ciya yang sudah bisa mulai berbicara dengan baik, ia membuka mulut menerima setiap suapan bubur untuknya. Evan tersenyum dan mengusap surainya, dirinya kembali menyuapi Ciya bubur.
"Apa mereka baik-baik saja?."Tanya Ciya.
Evan mengangguk."Xagara mencintai Irana, Skara dan Adalena tengah dekat sekarang. Semua sudah bahagia dan kau juga harus bahagia."
Ciya tersenyum dan mengangguk pelan."Syukurlah, jadi misi ku untuk memberikan ending yang bahagia bagi Irana pun tercapai."
Ciya menatap tajam Evan."Kenapa kau membuat kehidupan Irana semenyedihkan itu?.Kamu jahat banget."
Evan menggaruk tengkuknya yang tak gatal."Entahlah, aku tak tau bahwa novel itu bisa menarik jiwa mu."Katanya."Setelah kau membaca novel itu hingga pagi hari, saat itulah jiwa mu di tarik dan memasuki dunia novel itu. Hmm terkadang aku masih tak menyangka jika hal seperti itu bisa terjadi."Sambungnya.
"Ya, semua terasa tak masuk akal,"ujar Ciya.
"Tapi alurnya bisa begitu berubah, kenapa?."Tanya Ciya.
"Mungkin karena kau memasuki dunia novel itu?, bisa saja kan?. Entah kenapa aku merasa kau berada di sana hingga aku pun ikut masuk."
Ciya menatap Evan sambil berpikir."Tapi waktu itu katamu kau menambah karakter Poran saat kau memasuki dunia novel untuk mencari ku. Bagaimana bisa?, maksud ku cerita yang kau buat telah menjadi novel dan di baca oleh banyak orang. Bagaimana bisa kau merubah nya lagi?."
Evan menggeleng."Novel itu ku buat hanya untukmu. Apa itu sebuah keajaiban hingga aku bisa menambahkan karakter Poran?."
Kedua bahu Ciya terangkat, dirinya sudah lelah harus berpikir."Sudahlah anggap saja ini adalah petualangan panjang ku."
"Akhirnya kau juga tak egois, bukankah kau pernah hampir egois ingin tetap berada di samping Xagara?."Tanya Evan sedikit menggoda.
"Diamlah, aku hanya ingin istirahat."Tandasnya dan kembali menutup mata.
Evan menggeleng dengan senyumannya, dirinya menatap ciya lama lalu meletakan kembali mangkok sisa bubur dan berjalan ke arah sofa untuk beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
FANTASIA( Belum Revisi)
FantasySiapa sangka bahwa Ciya akan bertransmigrasi ke dalam novel Fantasi, Novel dengan latar kerajaan. dirinya juga tak menyangka jika memasuki tubuh sang antagonis yang berbadan cukup gemuk. Ciya tak masalah dengan bentuk badan yang ia tepati yang penti...