Angin berhembus pelan menerpa surai kedua insan yang tengah duduk bersebelahan dalam diam. Angin pantai selalu menenangkan, Irana menyukai ini dan pertama kali baginya melihat pantai pada masa kerajaan ini. Di sampingnya ada Xagara yang menatap ke depan, keduanya saling bergandengan tangan. Suara ombak dengan angin berhasil membuatnya tenang, Ia menyandarkan kepalanya di bahu kiri Xagara.
"Xagara,"panggil Irana.
"Ya,"jawabnya.
"Apa kamu pernah merasakan kesepian?. Hidup di antara keramaian tapi sepi."Tanya Irana.
Xagara menunduk menatap wajah Irana yang masih setia menatap lautan yang luas.
"Aku pernah merasakannya. Setelah kehilangan ibunda seakan hidupku juga di ambil. Meski ayah juga menyayangi ku akan tetapi separuh hidupku telah di ambil. Ayahanda sangat sibuk dengan banyak urusan membuatku terus saja merasa kesepian."Ucap Irana.
Irana mengeratkan genggaman tangannya."Banyak sekali orang-orang di sekitar tapi aku masih saja merasakan kesepian." Ucapnya."Tapi saat ada dirimu , aku merasakan ada sosok yang bisa menjadi sandaran ku, sosok yang berhasil mengisi kekosongan dan kesunyian hatiku."
"Aku jahat Xagara"Sambung Irana lagi.
Xagara menggeleng."Kau hanya belum bisa menerima kenyataan waktu itu Irana. Tapi sekarang kau berhasil membuat ku merasakan kehangatan."
Dirinya tak memberi tahu, bukan hanya Mama, tapi ayahnya juga. Kehilangan keduanya di saat bersamaan sangat menghantam dirinya dan begitu menyakitkan.
"Ada teman, ada banyak orang bahkan mereka selalu menghibur ku tapi cinta dan jiwaku sudah pergi meninggalkan diriku."Irana menunduk dengan butiran kristal yang berjatuhan."Sampai ada seseorang yang berhasil membuatku bertahan dan sedikit demi sedikit memenuhi hatiku. Tapi sayangnya aku pergi meninggalkan nya."
"Siapa dia?."Tanya Xagara penasaran.
"Dia orang yang begitu ku cintai."Jawabnya menatap wajah Xagara."Kau tak perlu merasakan cemburu atau apapun itu.Karena kini aku mulai mencintaimu dan kau telah perlahan mengisi hatiku."
Xagara tersenyum mengelus pipi bulat Irana."Aku senang mendengar nya."
"Mari bersama sampai saatnya berpisah."Kata Irana lalu mengecup dagu Xagara.
Xagara tersenyum mengangguk ia membawa Irana di dalam dekapannya yang hangat."Baiklah. Berjanji untuk selalu bersama apapun itu. Mari saling melengkapi."
"Irana,"Panggil Xagara.
"Iya."Jawabnya melepas pelukannya.
"Karena sudah saatnya akan aku beritahu sesuatu yang sudah ku simpan bertahun-tahun,"ucapnya.
"Apa itu?,"tanya Irana.
"Aku mempunyai kutukan."
"Apa?."Pekik Irana.
Jujur saja, ia tak pernah tau jika Xagara mempunyai kutukan. Di dalam novel tak pernah tertulis seperti itu.
"Kutukan apa?."Tanya Irana setelah mencoba merendah dari keterkejutan nya.
"Ayahanda pernah membuat kesalahan kepada salah satu penyihir. Penyihir mengutuk keturunan laki-laki Ayah, salah satu pendamping hidup dari salah satu keturunan ayah akan mengalami kehancuran, tubuhnya akan hancur sewaktu-waktu jika hal itu terjadi. saat keturunan nya memiliki keturunan. Saat kau hamil dan mengandung anakku saat itulah kehancuran akan perlahan mendekat, saat kau melahirkan anakku saat itulah tubuh mu hancur. Penyihir mengutuk ayahku karena ayah memenjarakan dirinya yang memberikan pelajaran ilmu hitam. Saat ayahanda mengetahui nya saat itulah dirinya di eksekusi mati tapi sebelum itu ia mengutuk salah satu anak laki-laki nya dan bertepatan saat itu Ibunda melahirkan diriku." Jelasnya.
"Xagara."Lirihnya memeluk Xagara yang sudah menunduk."Menangislah, aku disini untukmu."
Baru kali ini ia melihat dan merasakan sendiri betapa terpuruk nya Xagara, bahu yang begitu kokoh ternyata membawah banyak sekali beban yang bisa saja menghantam menghancurkan dirinya kapan saja.
"Maafkan aku. Kita tak akan pernah mempunyai keturunan dan sebaiknya kita tak melakukan hubungan suami istri lagi. Maafkan aku jika waktu itu aku melakukan nya padamu."Sesalnya.
Entah kenapa hati Irana begitu sakit seakan batu besar menghantam dirinya.
"Tak perlu minta maaf. Xagara lihat aku."
Irana memegang kedua pipi Xagara dengan Xagara yang menatap kedua manik mata Irana."Apapun yang terjadi ke depan, kau tak perlu khawatir. Aku akan menjalaninya bersama mu. Bisa saja kita hentikan kutukan itu."
Xagara menggeleng."Tak akan pernah bisa sampai hal itu terjadi. Saat itu terjadi, saat itulah kutukan akan hilang dan aku tak akan pernah siap kehilangan dirimu."
Keduanya tak pulang ke istana melahinkan ke kebun apel. Dengan tangan yang memegang apel dan mulut yang mengunyah, keduanya berjalan di antara pohon-pohon apel.
"Seperti nya kamu sangat menyukai apel,"tutur Xagara.
"Iya aku sangat menyukai apel tapi ada hal yang paling aku sukai,"
"Apa itu?."
"Dirimu."Jawab Irana tersenyum menatap Xagara Yang seketika diam.
"Aku menyukai mu, kini dan nanti."
"Wah kau merayuku?."Tanya Xagara memalingkan wajahnya yang memerah.
"Wajahmu seperti apel sekarang, merah."
Irana berjalan lebih dulu memetik apel dan mengelap di gaunnya lalu memakannya." sangat manis."ucapnya pelan.
"Irana tunggu aku."Teriaknya setelah berhasil sadar dari rasa senang dan salah tingkah nya. Ia mengejar Irana yang sudah menjauh darinya."Kenapa aku berlari?. Aku bisa teleportasi."
Irana yang tengah berjalan seketika terkejut dengan Xagara yang tiba-tiba berdiri di depannya, untung saja gigitan apel yang ada di mulutnya tak membuat dirinya tersedak. Xagara mencodongkan badannya ke depan, tangan kanannya memencet kedua pipi Irana hingga terbuka sedikit, Xagara dengan cepat mendekat dengan bibirnya mengambil apel yang berada di mulut Irana."Manis."
Irana terdiam beberapa saat dengan apa yang Xagara lakukan. Heii?, dia mati kutu, kenapa dirinya jadi salting begini?.
"Pipi mu merah,"goda Xagara.
"Xagara!."Teriaknya melengking tinggi sampai Xagara harus menutup kedua telinganya.
"Tidak sopan mengambil makanan ku dan kau tidak jijik?. Itu sudah berada di mulutku,"
"Tidak."Jawab Xagara santai."Kau juga begitu manis rasanya aku ingin menerkam mu."
"Apa kau binatang?."Sungutnya berjalan meninggalkan Xagara yang berkekeh geli .
KAMU SEDANG MEMBACA
FANTASIA( Belum Revisi)
FantasySiapa sangka bahwa Ciya akan bertransmigrasi ke dalam novel Fantasi, Novel dengan latar kerajaan. dirinya juga tak menyangka jika memasuki tubuh sang antagonis yang berbadan cukup gemuk. Ciya tak masalah dengan bentuk badan yang ia tepati yang penti...