Empat puluh satu

466 29 0
                                    

  Angin berhembus kencang menerpa kedua surai yang sama di taman yang hanya ada keduanya. Keduanya saling berhadapan tapi ekspresi dari mereka sudah pasti berbeda.

Ekspresi marahnya dengan tangan yang terkepal, siap menumpahkan kemarahannya."Kenapa kau melakukan hal itu, Ciya?"Teriak Irana.

Ciya di depannya hanya diam, ia tak tau harus berkata apa.

"Kau bilang kau mencintai Evan dan sekarang Evan datang menjemput mu, kenapa kau malah mau bertahan dan mencintai Xagara?."

Mulutnya pun terbuka menjawab pertanyaan Irana yang sedari tadi terisak.

"Aku telah sadar bahwa aku benar-benar mencintai nya. Aku tak bisa meninggalkannya, maafkan aku Irana."Ciya berujar lalu menunduk dengan air mata yang mulai berlinang.

"Sadarlah bahwa dunia yang kau inginkan itu bukanlah dunia mu."Ucap Irana.

Tertampar dan terasa di cubit, Ciya merasakan sakit dari kalimat yang di lontarkan Irana. Ia tau bahwa dunia itu bukanlah dunia aslinya melainkan dunia novel, dirinya mengetahui itu tapi bukankah dari awal dirinya datang, semuanya sudah berubah?, berarti dunia itu bukanlah dunia novel lagi.

"Aku akan tetap berada di sana karena aku mencintai Xagara."

Suara tamparan yang kuat, Irana menampar Ciya tapi Ciya hanya diam, entahlah, dirinya merasa bahwa dia pantas mendapatkan tamparan itu.

"Maafkan aku telah mencintai orang yang kau cintai"ucap Ciya penuh penyesalan.

"Aku ingin kembali ke tubuhku tapi kalung ini selalu menghalangi ku."Irana menunduk menatap kalung itu begitu juga dengan Ciya yang mengikuti arah pandang Irana.

"Maafkan aku Ciya karena telah menampar mu, aku sungguh terbawah emosi. Sekarang bangunlah."

Ciya mendongak menatap Irana yang juga tengah menatapnya.

  Kedua matanya terbuka perlahan dengan suara panggilan di sampingnya, ia melihat di samping ada Ima dan Wilianna yang tengah menatapnya khawatir.

"Kalian sedang apa?"Tanya Irana pelan.

"Ini sudah pagi nyonya, dan besok adalah pergantian tahun."Ucap Wilianna.

Irana terbangun, ia mengantikan posisi nya menjadi duduk. Dirinya menatap keduanya yang juga menatap Irana kaget .

"Kau jangan bercanda Wilianna,"kata Irana.

"Yang di ucapkan Wilianna benar. Lagian kau sudah tertidur 5 hari."Jelas Ima.

Wilianna mengangguk."Karena itu kami begitu khawatir, untung saja Duke sedang berada di istana kerajaan dan hari ini dirinya akan pulang. Sudah banyak pengawal yang di tempatkan di setiap rumah dan perbatasan."Jelas Wilianna.

"Nyonya bangunlah, nyonya harus coba gaun yang sudah ku buat untuk pergantian tahun."Tutur Wilianna.

Irana mengangguk dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri, setelahnya ia keluar dengan kain yang melilit di badannya dan mulai mencoba gaun putih yang dibuatkan Wilianna.

  Setelah selesai memakai gaun tersebut, Irana menatap dirinya di pantulan cermin.

"Ini seperti gaun pengantin."Lontar Ima melihat hasilnya.

"Iya, aku sengaja melakukannya. Pergantian tahun pertama dengan suami adalah suatu hal yang tak boleh terlupakan"jelas Wilianna.

Ima dan Wilianna di kejutkan dengan Irana yang tiba-tiba menangis. Keduanya dengan gesit menenangkan Irana yang masih terus terisak.

"Apa aku bisa melewati pergantian tahun dengannya?, apa aku bisa bersama dengannya untuk waktu lama?."Tanya Irana.

"Ya, kau pasti bisa melaluinya. Tenang saja."Ujar Ima menenangkan Irana.

Dan perlahan Irana menghentikan tangisannya, tangannya ia gunakan menghapus sisa-sisa air matanya. Dirinya mengangguk dan berjalan keluar yang di susul Ima dan Wilianna.

"Ima, kau harus mengikuti ku ke istana pemerintahan."

"Untuk apa kesana?."Tanya Ima.

"Kau ikut saja jangan banyak bertanya."Ujar Irana.

Ima yang di bilang begitu hanya bisa mengangguk, dirinya naik di atas kuda yang sudah Irana naiki lebih dulu. Ima menutup matanya takut, takut jika ia akan terjatuh lagi dari atas kuda Sedangkan Irana dengan fokus menunggang kuda. Setelah sampai di istana Irana menghentikan langkahnya saat Skara menghadang jalannya. Skara memberikan satu kain putih.

"Bulu angsa itu."

Irana mengangguk."Terima kasih Skara, sekarang kau lanjutkan kegiatan mu. Oh ya, apa kau mengalami kesusahan?."

Skara menggeleng dan mendekat membisikkan sesuatu."Angsa itu tau bahwa aku siluman serigala, aku mengancamnya dan dengan sukarela ia memberikan dua bulunya."

Irana menggeleng tak habis pikir dengan cara yang Skara lakukan. Meski begitu ia tetap mengucapkan terima kasih dan berlalu pergi, Ima dengan diam mengikuti Irana kembali menaiki kuda menuju salah satu kediaman yang cukup besar. Keduanya di sambut oleh para pengawal dan membawa keduanya ke salah satu kamar.

Sesaat sampai di sana Ima menatap Vano yang tengah tertidur dengan wajah yang pucat. Vano mengalami penyerangan dari beberapa monster.

"Bawakan aku segelas air."

Pengawal itu mengangguk dan berlalu pergi meninggalkan Irana yang berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang, sedangkan Ima masih berada di ambang pintu melihat apa yang akan Irana lakukan.

  Setelah beberapa saat pengawal itu datang membawah segelas air. Irana menerimanya dan membuka perlahan kain itu, ada dua bulu angsa. Menaruh kedua bulu angsa itu ke dalam air dan membacakan beberapa mantra. Setelahnya Irana bangun dari duduknya sambil menyirami Vano dari kepala hingga kaki dan sisa air nya ia masukan ke dalam mulut Vano dengan membuka secara perlahan.Dengan tangan kanan yang memegang kening Vano, Irana kembali membacakan mantra sampai Vano terbangun dari tidurnya dengan mengubah posisi menjadi duduk. Irana membiarkan Vano yang terbatuk bahkan ia memuntah cairan hitam. Ima yang melihatnya menatap dengan ekspresi jijik tapi tak dengan Irana yang hanya diam tanpa ekspresi.

  Dengan mata yang masih sayu, ia menatap Irana lalu tatapannya teralih pada Ima yang menatapnya di ambang pintu.

"Syukurlah, minum lah sisa air ini."

Vano mengangguk dan meminum air itu yang di bantu oleh Irana karena Vano masih begitu lemas.

Setelahnya Vano kembali berbaring.

"Untungnya aku tak terlambat, jika tidak kau bisa saja tak selamat. Monster itu bukanlah monster biasa, bisa di bilang ia adalah monster yang mempunyai kekuatan tinggi."Kata Irana yang di angguki pelan oleh Vano. Bahkan Vano yang mempunyai sihir yang bagus pun kalah dari monster itu.

"Beristirahat lah, besok adalah pergantian tahun. Terima kasih karena kau dan tim mu telah melatih para pengawal. Aku berharap tahun ini tak banyak korban."Lirihnya.

"Tahun lalu tak seperti ini, kasus orang hilang hanya satu atau dua orang saja akan tetapi karena di lihat dari tembok pelindung yang sering roboh membuat kita harus berjaga-jaga"jelas Vano.

Irana mengangguk."Istirahat lah, aku dan Ima masih ada pekerjaan lain."

Vano mengangguk dan kembali menutup mata untuk mengistirahatkan tubuhnya.

Ima masih terus saja mengikuti Irana dari belakang tanpa bertanya apapun karena ia yakin apa yang Irana lakukan bukanlah hal yang sia-sia.

 
  Kereta kuda mulai masuk ke dalam istana Duke. Duke berjalan masuk dan tak sengaja berpapasan dengan Wilianna. Wilianna menunduk dan berjalan melewati Xagara meski begitu ia harus terhenti saat Xagara memanggilnya.

"Ya Duke."

"Dimana Irana?"Tanya Xagara.

"Yang ku tau mereka sedang pergi ke istana pemerintahan."

Xagara mengangguk lalu menyuruh Wilianna pergi.

Di perjalanan menuju kamarnya, Xagara bertanya-tanya untuk apa Irana harus ke istana pemerintahan?. Memangnya ada apa di sana?.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang