Empat puluh dua

399 33 0
                                    

  Malam hari telah menyapa tapi Irana maupun Ima tak kunjung pulang membuat Xagara marah dan merasa lalai menjaga sang pujaan hati. Dengan mengarahkan pengawal dan prajurit menyusuri semua tempat bahkan hutan-hutan, ketakutan jika istrinya di culik oleh monster. Malam ini pun butiran-butiran air hujan yang begitu deras membasahi wilayah ini. Rasa khawatir terus melanda dirinya, Xagara tak tau harus mencari kemana. Bahkan dirinya melakukan teleportasi kesemua tempat tapi seakan tak menemukan Irana apalagi ia juga membawa salah satu penyihir agung untuk mengecek dimana keberadaan Irana sekarang tapi hasilnya nihil, bahkan dengan sihir seorang penyihir agung pun tak bisa mengetahui letak Irana sekarang.

"Tapi saya bisa melihat Ima tuan."Ujar penyihir agung itu membuka matanya setelah menerawang dimana salah satu pelayan pribadi Irana.

Xagara yang semula menunduk kini mengangkat kepalanya menatap penyihir agung yang berada di depannya.

  Di dalam sebuah ruangan pribadi penyihir agung, dirinya berujar"Ima berada di kediaman tuan Vano akan tetapi saya tak menemukan dimana Irana. Sebaiknya Tuan Duke menyuruh beberapa orang untuk kesana dan menanyakan keberadaan nyonya Ducches Irana."

Xagara berlalu dari sana dan di ikuti kerald dan lima ksatria yang berdiri di depan pintu. Dengan menunggang kuda mereka semua pergi ke kediaman Vano dan setelah sampai di sana, Xagara dengan cepat masuk kedalam kediaman dan mendapati Ima yang tengah menangis dengan Vano yang mencoba menenangkan nya.

Xagara berjalan mendekat dengan ekspresi datar akan tetapi matanya seakan menyiratkan kekhawatiran yang mendalam.

"Dimana Irana?."Tanya Xagara.

Vano mendongak, bahkan keadaan Vano masih pucat dan belum pulih sepenuhnya.

"Irana menghilang Tuan, dirinya di culik"jawab Vano mengelus bahu Ima yang sedari tadi terisak.

Kedua rahang Xagara mengeras.

Ima mendongak menatap Xagara dengan mata yang sudah membengkak dan pipi yang lebam, terlihat seperti di pukul.

Dengan suara bergetar, Irana berucap."Tuan tolong nyonya Irana, Tuan Duke tolong."Lirih Ima terisak.

"Katakan dengan jelas!."Bentak Xagara, dirinya sudah kalang kabut merasa begitu khawatir dan kecemasan terhadap Irana.

"Ada seorang pria yang menariknya membawah paksa Nyonya Ducches. Aku ingin menolong tapi ada beberapa orang menghalangiku dan memukulku. Aku berlari ke kediaman Tuan Vano berharap mendapatkan bantuan."

"Diriku sudah menyuruh bawahan ku untuk mencari Nyonya Ducches. Maafkan saya Duke, saya tidak bisa membantu karena tubuhku yang masih lemah."Ucap Vano.

Xagara mengangguk pelan, dirinya juga tak menyalahkan Ima."Terima kasih Vano karena sudah membantu. Kami permisi."

"Tapi Tuan."

Xagara berbalik saat Vano kembali bersuara.

"Dimana Poran?. Bukankah dirinya selalu bersama dengan tuan?."Tanya Vano.

Dan setelah itu, mereka baru menyadari bahwa Poran tak ada. Xagara berlari keluar dan tak mendapati Poran, kedua tangannya terkepal mengingat Poran yang terus saja menatap Irana bahkan berani memeluk Irana waktu di taman. Meski hujan yang terus saja membasahi bumi bahkan bertambah deras, Xagara menunggang kudanya menuju kediaman penyihir agung tadi.

Xagara membuka pintu itu dengan kasar dan menatap penyihir agung itu tajam."Cari dimana Poran sekarang."

Penyihir agung itu mengangguk dan menutup mata mencoba mencari dimana Poran berada. Setelahnya kedua matanya terbuka dan menatap Xagara."Poran telah tiada di hutan."

Xagara yang mendengar ucapan itu terdiam, seketika amarahnya pada Poran pun memendam. Ke empat ksatria yang berada di sana pun terkejut.

"Miko dan lion, kalian pergilah kehutan dan cari Poran."Titah Xagara yang langsung di angguki keduanya.

"Hiram, Reyka. Tetap berada bersama saya."

Keduanya mengangguk dan mengikuti Xagara keluar dari kediaman penyihir agung. Setelah kepergian semuanya, sosok penyihir agung itu berubah, kini menjadi sosok pria bersurai putih.

"Irana, tunggulah."Ucapnya penuh amarah, bahkan dirinya tak tau siapa yang berani membawa Irana pergi. Sosok Evan yang berada di tubuh Poran pun terlihat dengan ekspresi marahnya.

"Akulah yang membuat cerita novel ini, maka aku akan dengan mudah mengubah alur ini." Ucapnya menatap penyihir agung yang sudah tak sadarkan diri di bawah meja yang memang tak terlihat oleh Xagara.

  Awalnya memang ia mengikuti Xagara akan tetapi setelah kepergian Xagara ke kediaman Vano, dirinya tak lagi mengikutinya dan malah membuat penyihir agung tak sadarkan diri.

  Di tempat lain Irana tengah terisak pelan, kedua tangannya ia gunakan mengelus perut nya. Di tempat yang gelap dan tak ada sedikit pun pencahayaan ia mencoba untuk bertahan, untuk menggunakan sihir penerangan pun seakan percuma karena tenaganya seakan di kuras dengan hebat.

"Nak bertahanlah, ibu akan berusaha untuk keluar dari sini."Rintihnya merasakan badannya yang sakit.

  Yang ia ingat tadi, dirinya berpisah dengan Ima. Ima yang menangis dan mencoba menggapainya dari seorang pria yang menariknya dan terakhir Ima yang di pukul. Setelah itu seakan kesadaran nya di ambil dan tak mengingat apapun, kini ia berada di tempat yang gelap ini.

"Tolong, bantu aku keluar."Lirih Irana.

"Tolong berikan ku kekuatan, aku harus selamat"doanya.

Irana merangkak perlahan ke depan, ia berharap bahwa di depannya ada pintu atau jalan keluar. Terus merangkak sampai kedua lututnya terasa perih bahkan ia meringis. Tapi bukan berarti Irana akan berhenti, bagaimana pun dirinya harus selamat. Sampai dimana ia bisa mendengar suara hujan.

"Sebentar lagi."Rintihnya merangkak lebih cepat dan cepat hingga ia bisa melihat hujan. Kini dirinya juga bisa berdiri perlahan dengan tubuh yang mulai terkena hujan.

"Bertahanlah sayang ibu akan menyelamatkan mu."

"Dimana dia?."Teriak seseorang.

Irana berbalik dan setelahnya ia berlari dengan tertatih.

"Xagara tolong selamatkan aku."Lirih Irana.

"Di sana, Bytra!."Teriak seorang pria.

Irana berlari, terus berlari, meski dengan bersusah payah ia berlari sebisa mungkin.

"Tolong aku."Lirih Irana terus berlari melewati pepohonan yang amat tinggi.

Irana mendongak saat melihat sepasang kaki.

"Poran"Gumam Irana mendongak menatap Poran yang tengah menatapnya.

"Aku Evan dan ini adalah Evan bukan Poran."

Setelahnya Irana merasakan Poran memeluk pinggangnya dan menariknya mendekat. Irana bisa mendengar suara-suara orang yang mengejarnya meski ia tau bahwa mereka bukanlah manusia.

"Tutup matamu."Perintah Poran atau Evan yang langsung di ikuti Irana. Setelahnya Irana merasakan tubuhnya seakan melayang dan merasakan pusing.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang