Dua puluh tiga

701 46 5
                                    

 

    Rintik air yang berjatuhan dari langit kini menjadi lebih banyak membentuk hujan yang amat deras di sertai angin yang begitu kencang. Irana, wanita berumur 25 tahun itu tengah berjalan di lorong-lorong istana menuju halaman belakang istana. Dengan memakai gaun pink dirinya berjalan di antara tembok-tembok tinggi menuju halaman belakang istana. Sampai dimana ia menghentikan kakinya dan mendongak saat berada di ujung lorong dan di depannya hujan yang amat deras membasahi tanah-tanah yang tertutup rumput. Tak peduli dengan dirinya yang akan basah ia berjalan di bawah hujan dan angin yang kencang. Ia berjalan dengan wajah yang penuh amarah sampai dimana ia berada di tempat para ksatria yang tengah berlatih. Ia dengan wajah amarah berlari ke arah Xagara yang tengah melihat para ksatria yang berlatih. Sampai di mana dirinya berdiri di depan Xagara dengan tatapan amarah, satu tangannya ia layangkan menampar pipi Xagara. Sontak semua pasang mata mengarah pada keduanya. Irana mengepalkan kedua tangan kuat dengan mendongak, meski susah payah karena hujan ia tetap menatap Xagara dengan penuh amarah.

"Berani sekali kau membunuh anakku sialan!."Maki Irana berteriak.

Xagara hanya diam menunduk menatap Irana, ia membuka jubah biru tua dengan lambang singa lalu menutup kepala Irana dan wajahnya agar tak terkena hujan.

"Pakailah jubah ini dan masuklah, di sini hujan dan angin juga sangat kencang."Ucapnya seakan tak peduli dengan wajah amarah Irana apalagi tetesan air mata jatuh membasahi wajahnya yang basah.

Irana terisak ia memukul dada Xagara, hatinya begitu sesak tega sekali suaminya melakukan hal seperti itu."Bajingan!."Teriak Irana.

"Aku membunuhnya agar tak kehilangan dirimu,"jawab Xagara dengan tenang seakan tak terusik.

Irana mendorong Xagara dan berlari pergi jauh dari tempat pelatihan ksatria. Ia berlari sampai kakinya menginjak gaun dan terjatuh. Rasa perih terasa begitu sakit di kedua tangannya dan lututnya, ia meringis.

"Irana, sayang, hei, kau kenapa?."Tanya Xagara khawatir mengoyang kan tubuh Irana bahkan air mata keluar perlahan dari ujung matanya.

"Irana."Sentak Xagara membuat Irana terbangun dari tidurnya.

Dirinya menatap Xagara yang juga tengah menatapnya."Xagara."Lirihnya memanggil Xagara.

"Kau kenapa?. Apa ada yang sakit?."Tanya Xagara.

Irana menggeleng ia mengubah posisinya menjadi duduk lalu memeluk Xagara erat beserta tangisannya."Jangan Xagara, jangan lakukan itu, jika kau melakukan nya aku tak akan memaafkan mu,"ujarnya terisak.

Meski tak mengerti Xagara hanya bisa mengangguk dan mengelus punggung Irana.

    Adalena tengah kesusahan bernafas, dadanya begitu sesak. Meremas gaun hijaunya dengan kuat begitu juga dengan air mata yang perlahan membasahi pipinya, dirinya tangah kesusahan menahan rasa sakit ini. Ia berteriak kencang sampai-sampai petir menyambar salah satu pohon hingga rubuh dengan angin kencang yang tiba-tiba muncul. Ia berteriak kesakitan dengan awan hitam yang tiba-tiba muncul mengumpul. Adalena mendongak dengan wajah yang menahan sakit.

"Kau telah bermain dengan ilmu hitam dan kau sudah melanggar janji."Ujar seorang pria tua yang perlahan turun dari awan hitam itu. Ia berjalan mendekat dan berdiri tepat di depan Adalena yang merintih kesakitan.

"Maafkan saya penyihir. Saya akan cepat mengambil jiwa Irana. Aku sudah berhasil membuat kekuatan nya menghilang karena racun itu dan sebelum nya aku sudah membuatnya mati tapi dirinya malah hidup sekarang."Kata Adalena dengan masih sedikit merintih kesakitan.

"Bukan itu Adalena. Kau melanggar satu janji mu,"

Adalena mengerutkan kening ia mencoba mengingat apa yang ia janjikan dengan salah satu penyihir hitam ini.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang