kesembilan

1.8K 119 5
                                    

  Setelah kepergian sang ayah seketika tubuh Irana terasa berat, kepalanya begitu sakit serasa di tusuk jarum. Ia ambruk di antara bunga-bunga yang perlahan menutup tubuhnya sampai tak terlihat.

  Irana membuka matanya perlahan mengedarkan pandangannya ke segala arah. Yang ia dapati sebuah taman dengan ada lubang dengan berbagai warna yang tak jauh darinya. Tubuhnya terkejut saat ada sosok gadis berbadan yang cukup besar berada di depannya lebih tepat jiwa Irana. Dirinya tersenyum dan duduk di depan Ciya.

"I-irana?."Tanya Ciya terbata-bata.

"Iya ini aku. Aku Irana dan kau Ciya, lihatlah jiwamu berada pada tubuhmu,"

Ciya melihat tubuhnya yang kurus seperti tubuh aslinya dan rambut pendeknya.

"Gue udah kembali?,"tanya Ciya.

Irana menggeleng."Sebenarnya, sebelum jiwa kamu memasuki ragaku terjadi sesuatu padaku. Aku melihat Adalena berada di kamarku dengan wajah yang di tutupi kain. Meski tertutup kain aku tau bahwa dirinya adalah Adalena. Aku bisa mencium bau pewangi yang biasa dia pakai,"

Ciya menggeleng tak percaya.

"Percayalah Ciya, apa yang kau baca di novel tak semuanya adalah kebenaran. Aku juga terkejut bahwa aku adalah karakter fiksi yang hidup di dalam novel. Novel yang kau baca hanyalah tipuan dan sebenarnya ialah yang kau jalani, Adalena tak sebaik itu. Yang kau baca hanya tulisan yang hanya ada beberapa kebenaran dan lainnya adalah kebohongan atau kebalikan."jelasnya.

Ciya menghembuskan nafas lelah, kepalanya menjadi sangat sakit.

"Aku mau kau mengungkapkan kejahatannya."

"Apa kau begitu kasar kepada bawahan mu?."Tanya Ciya dan di angguki oleh Irana.

"Aku melakukan itu karena kata Adalena, Xagara menyukai gadis yang kasar."

Ciya tak habis pikir."Jadi?, OMAGA, GILA BAT!!!."Pekiknya.

"Setelah menikah, aku diberi saran oleh Adalena untuk tak tidur bersama Xagara karena Adalena menyuruhku dan katanya Xagara tak menyukai gadis yang tidur dengannya. Aku begitu bodoh, aku konyol,"

"Kau memang konyol dan bodoh Irana. Bagaimana bisa kau percaya begitu saja? Dan apa kalian berteman?."

Irana mengangguk."Iya, aku berteman dengannya sebelum menikah bahkan saat kita berada di akademi yang sama. Dan aku baru mengetahui bahwa diriku berada dalam novel saat setelah jiwaku terpisah dari ragaku. Saat penyihir agung mendatangi ku di taman ini, taman ini berada di dimensi lain, bukan dunia modern dan dunia kerajaan, aku hanya hidup di taman ini."Jelasnya.

"Jadi kau hidup luntang-lantung di sini?. Kembalilah ke ragamu dan aku akan kembali ke raga ku. Aku jadi penasaran apa yang terjadi padaku hingga aku bisa berada di ragamu."

Irana menggeleng."Aku juga tak tau kenapa kau bisa masuk ke ragaku. Kau bisa bertanya pada penyihir agung."Ucap Irana yang mulai duduk di samping Ciya.

"Huh kenapa bisa seperti ini?. Aku ingin kembali ke kehidupanku. Ini bukan tempatku."Lirihnya menatap datar lingkaran disana.

Ciya berdiri menatap lingkaran hitam yang bercampur biru tua."Itu apa?."Tanya Ciya menunjuk lingkaran hitam bercampur biru itu.

"Itu adalah jalan pulang mu, itu yang ku tau dari penyihir agung. Kau bisa memasukinya jika waktu dan tugasmu selesai disini."Tutur Irana yang ikut berdiri.

"Tugas apa?."Tanya Ciya serius dan begitu penasaran.

"Penyihir agung menyampaikan bahwa kau harus membuktikan bahwa Adalena bersalah dan di hukum, kau juga harus meminta maaf kepada semua, dan saatnya tiba, kau juga harus ikut ambil alih saat monster datang menyamar ingin menghancurkan dunia. Tak semua monster bisa menyamar jadi manusia hanya monster tertentu saja yang bisa melakukannya. Dan kau mempunyai kekuatan, maksud ku, diriku yang punya kekuatan itu dan ku berikan kepadamu karena kau menempati tubuhku. Aku minta maaf, jika aku ingin, aku ingin kembali ke ragaku tapi seakan terjebak, aku tak bisa kembali." Irana memperlihatkan kalung hitam yang berada di lehernya."Kalung yang di pakaikan oleh Adalena saat setelah ia membunuhku. Dirinya memakaikan padaku karena takut jika jiwa ku kembali lagi."

"Baiklah. Mau tak mau aku harus melakukannya. Tak akan ku biarkan Adalena mengambil hati Xagara. Dan aku ingin bertanya satu hal lagi."

"Apa itu?."Tanya Irana.

"Kau tau Poran?. Ksatria Duke Xagara."

Irana mengangguk.

"Wajahnya mirip dengan orang yang aku cintai di duniaku. Apa itu dirinya atau hanya mirip saja?,"tanya Ciya, ia berharap hanya mirip, dirinya tak siap jika itu ialah Evan.

"Untuk itu aku tak tau Ciya. Maafkan aku tak bisa memberikan mu jawaban. Tapi penyihir agung tau semuanya, dia sangat sibuk sampai menjumpainya butuh waktu berbulan-bulan."

Ciya mengangguk mengerti, ia menatap Irana yang tengah menatapnya juga.

"Bagaimana cara aku kembali ke tubuhmu?,"tanya Ciya.

Irana mendekat memeluk Ciya sambil membacakan beberapa mantra yang membuat rasa sakit menyerang dirinya kembali.

Ia membuka matanya setelah cahaya putih yang menyilaukan matanya perlahan redup. Dirinya terbangun di antara bunga-bunga yang berada di taman, dengan bangun perlahan sambil membersihkan dress-nya yang terkena tanah merah. Menatap sekeliling, keadaan telah gelap dan ini pastinya sudah malam. Ia mendongak menatap langit malam dengan bintang-bintang yang bertaburan. Semua ingatan Irana telah diberikan, semua, tak ada satupun yang tertinggal. Samar-samar ia mendengar suara orang-orang memanggil namanya. Mengerutkan kening dan berjalan menuju kastil.

"Irana!."Teriak Xagara berlari di ikuti Traska, ksatria dan para pengawal.

Ia menatap mereka heran, kenapa wajah mereka begitu khawatir?.

"Ada ap-?."Tanya Irana yang belum selesai mengucapkan perkataannya yang langsung di peluk oleh Xagara.

"Kau kemana saja?, Sudah seminggu kami mencari mu,"ucap Xagara, Irana bisa mendengar Xagara yang berbicara dengan nada khawatir.

Irana melonggarkan sedikit pelukan, ia menatap Traska yang juga menatapnya khawatir. Melepas pelukan dan berjalan ke arah ayahnya untuk di peluk.

"Nak. Kau kemana saja?."Tanya Traska khawatir membalas pelukan anaknya.

"Aku hanya tertidur di taman,"jawabnya apa adanya.

"Tidur di taman?. Kami bahkan sudah melewati taman lebih dari 20 kali,"protes Xagara.

"Aku berkata jujur. Aku tak berbohong,"Irana mencoba membela diri apalagi tatapan Xagara yang tajam dan auranya yang mencengkam.

Netranya teralih pada Poran, ia melepas pelukan dari ayahnya dan berjalan mendekat ke arah Poran. Ia meneliti leher Poran yang sudah tak ada bekas luka."Kau sudah sembuh?." Tanya Irana.

"Ya duchess. Berkat Duke Xagara, aku bisa sembuh,"Jawabnya.

"Oh baiklah. Jagalah kesehatan kalian dan istirahatlah. Ini sudah sangat larut kan?. Poran kau beristirahat lah," Paparnya dengan nada lembut.

Kenapa Ciya merasa bahwa Poran adalah Evan?.

Irana merasa perutnya di peluk seseorang dan orangnya ialah Xagara.

"Kau harus beristirahat dan kalian silahkan kembali. Ayah, aku dan Irna pamit dulu kami akan beristirahat."

Traska mengangguk dengan dirinya yang juga berjalan menuju kerajaan.

Saat sampai di dalam kastil lebih tepatnya di dalam kamar. Irana membaringkan tubuhnya di kasur. Masih tak menyangka percakapan yang tak lama itu memakan waktu seminggu.

"Tidurlah,"ujar Xagara yang juga membaringkan tubuhnya di samping Irana."Tak bisakah kau menanyakan kabarku?, Apa Poran begitu spesial hingga kau hanya menanyai nya?. Aku suamimu Irana, aku berhak mendapatkan pertanyaan itu lebih darinya,"Lontarnya.

Terdengar jelas nada cemburu. Irana tersenyum ia memeluk Xagara membuat Xagara membalas pelukannya bahkan dirinya mengecup puncuk kepala Irana.

"Aku hanya merasa bersalah karena membuatnya terluka padahal niat hati ingin meminta maaf."

"Aku minta maaf. Maafkan aku karena diriku yang pencemburu membuatmu marah padaku,"ucapnya merasa bersalah.

"Minta maaflah pada Poran, ia berhak mendapatkan itu,"jawab Irana.

"Baiklah."Ujar Xagara pasrah.

"Aku begitu lelah. Aku butuh sesuatu."Tutur Irana lemas.

"Apa itu?."Tanya Xagara cepat.

"Ini." Irana mengecup bibir Xagara beberapa kali sampai Xagara membalasnya.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang