enam belas

1.1K 81 0
                                    

 

     Kakinya terus melangkah dengan beberapa dokumen yang di pegang oleh salah satu pelayan pribadinya , namanya ima. Irana, wanita itu memasuki ruang rapat yang cukup besar. Semuanya berdiri dari duduknya dan memberikan hormat dengan sedikit membungkuk. Irana juga tak tinggal diam ia ikut membungkuk dan berjalan ke arah kursi kosong di samping Adalena.

"Apakah kau yang akan mengantikan Duke?."Tanya kepala perdana Mentri, Erikson Bungla dan di balas dengan anggukan.

"Kita sudah melakukan diskusi yang cukup panjang dan dokumen-dokumen telah di kirimkan kepada Duke. Kami di sini hanya meminta persetujuan saja."Ucap Erikson."Dan tanda tanganmu."Sambungnya lagi.

Irana mengangguk menyuruh pelayan pribadinya yang berdiri di belakangnya memberikan Dokumen tersebut. Ia membukanya dan langsung saja menandatangani semuanya lalu  merobeknya, merobek di depan semua orang yang ikut rapat di dalamnya membuat mereka terkejut. Banyak sekali ketua-ketua dari berbagai cabang yang menatap terkejut.

Irana tersenyum tipis menatap salah satu pria dewasa yang akan menjadi ketua cabang pemerintah daerah Amapa."Apa kau yakin dengan pengajuan tersebut?."Tanya Irana tenang masih dengan senyumannya.

Dirinya mengangguk.

"Baiklah, saya menolak."Ucapnya berdiri membuat semuanya ikut berdiri.

"Cobalah Ducches jelaskan."Ujar Adalena memegang tangan kanan Irana.

"Bagaimana bisa kau mengajukan dana dengan begitu banyak?. Dua ratus miliar emas dan 100 ribu perak?. Jika ingin korupsi setidaknya gunakan otak mu dengan baik."Irana berujar menatap tajam Calon ketua cabang pemerintah daerah Amapa."Kenapa kau begitu gegabah Nilon?."

Nilon selaku calon cabang pemerintah daerah Amapa menjadi gugup di buatnya.

"Saya sangat terkejut dengan pengajuan itu. Yang saya ketahui jika ingin melakukan pembangunan beserta perlengkapan kursi, meja dan perlengkapan lain tak sebanyak itu. Biasanya hanya berkisar 100 juta emas dan 50 perak."Katanya." Saya akan menandatanganinya jika biaya yang di ajukan dalam kisaran normal dan saya sudah riset terlebih dahulu, para warga desa Amapa juga sangat senang jika ada pembangunan cabang pemerintahan, mereka bahkan mengumpulkan bahan-bahan bangunan. Jadi?, Bukannya akan lebih sedikit yang kau ajukan tuan Nilon?."

"Maafkan saya Nyonya Ducches. Saya hanya di suruh oleh kepala menteri Erikson Bungla."ujarnya yang sudah bergetar hebat.

"Oh ya?. Yang di ucapkan adalah  kebenaran?."Tanya Irana.

Erikson menatap tajam Nilon membuat Nilon menciut.

"Sebelumnya tidak pernah ada korupsi di wilayah ini karena Duke  yang mengambil alih. Kalian takut padanya maka dari itu meski tergoda kalian memilih untuk bermain jujur. Tapi semalam Duke menghubungi mu Tuan Erikson dengan mengatakan bahwa aku akan menggantikannya. Dan semalam itupun kau gunakan untuk Menganti isi proposal lalu menaruhnya di meja kerja Duke."Katanya lalu duduk dan menyeruput teh yang di sediakan.

"Aku tak ingin pulang dengan tangan kosong, pastikan dokumen pengajuan yang terbaru ada di depanku hari ini juga. Apa kalian mengerti?."

Semuanya mengangguk dan pamit pergi. Irana tersenyum tipis saat menyadari raut wajah marah dari Erikson maupun Adalena.

"Muncullah."Gumamnya dan seketika seorang pria berbaju serba hitam muncul dan berjalan mendekat ke arahnya membuat salah satu pelayan wanita, ima,terkejut.

"Ikutilah mereka dan laporkan."

Pria itu mengangguk dan menghilang dalam hitungan detik.

"Wah."Decak Ima kagum.

Irana berbalik dan tersenyum."Duduklah, kau akan kelelahan jika terus berdiri."

"Tapi Nyonya."

"Duduk!."Titah Irana.

Mau tak mau Ima duduk di kursi yang sebelumnya di duduki oleh Adalena.

"Terima kasih Ducches. Kau mengeluarkan ku dari penjara bawah Tanah. Berkat mu aku bisa melihat dunia lagi,"ujarnya.

"Aku yang seharusnya berterima kasih, terima kasih karena sudah menerima permintaan maafku. Aku salah menilai mu dengan mengira bahwa kau yang meracuni ku waktu itu."

Ima mengangguk dengan senyumannya.

Irana bisa melihat bahwa Ima sangat cantik. Senyuman yang manis mampu memikat para pria.

"Senyuman mu begitu manis yang mampu memikat para pria. Tapi jangan mencoba untuk memikat suamiku."celetuknya.

"Eh?."Dirinya terkejut dengan ucapan Irana.

"Aku rasa kau tak tuli Ima."

Ima mengangguk kikuk.

  Di tempat lain para karyawan, Adalena, Erikson dan para ketua cabang di beberapa desa tengah berdiskusi. Lebih tepatnya Erikson yang tengah memarahi Nilon yang sudah terduduk dengan wajah yang memerah. Ia di tampar beberapa kali. Erikson naik pitam, rencana yang ingin ia lakukan sedari lama baru dirinya lakukan sekarang dan langsung saja di ketahui?.

"Seharusnya saya tak menunjuk mu sebagai ketua cabang , Nilon."Amuknya kembali menampar Nilon hingga tersungkur di lantai.

Para ketua cabang dari berbagai desa hanya bisa diam, mereka tak bisa melakukan apapun. Sedangkan Adalena mengipas wajahnya dengan kipasnya.

"Ya, seharusnya kita tak menunjuk mu sebagai ketua. Kau bahkan tak pandai bermain peran. Kenapa kau begitu penakut?."Tanya Adalena kesal."Niat hati ingin membeli gaun indah yang mahal kini tak jadi karena mu."

"Kau membuatku marah tapi aku tak bisa melukai mu. Ducches bisa mengetahuinya." Lontarnya kembali duduk di kursi kebesarannya."Sekarang buat pengajuan dengan nominal yang normal."

   Irana mengangguk dengan seringai di bibirnya mendengar laporan dari ksatria bayangan yang di kirimkan Duke untuknya."Terima kasih. Kau bisa kembali bekerja."

Tak lama mereka kembali masuk begitu juga dengan Ima yang berdiri di belakang Irana. Semua datang dan duduk di kursi masing-masing.

" Ini adalah pengajuannya."Ucap Erikson memberikan selembar kertas pada Irana.

Irana membaca dengan seksama."105 juta emas dan 51 juta perak."ucapnya pelan membacakan laporan pengajuan.

Ia mengambil pena dan tinta, tangannya menari-nari menandatangani pengajuan itu, ada dua kertas yang ia tanda tangani. Salah satunya ia bawa dan satunya di simpan di kantor.

Irana berdiri dengan senyuman manisnya lalu membungkuk hormat ke arah mereka."Semoga pembangunan berjalan lancar dan desa Amapa terus makmur dan stabil di tanganmu Nilon. Saya harap kau tak berkhianat. Karena sekali kau berkhianat maka saat itulah hidupmu akan berakhir."ucapnya lalu tersenyum manis. Begitu manis.

"Ducches Irana , biar aku antarkan dirimu ke depan."Ujar Adalena ikut bangun.

Saat mereka di luar ruangan, Adalena langsung mengandeng tangan Irana. Irana hanya bisa diam dan berjalan dengan pelayan yang berdiri belakangnya dan salah satu Ksatria bayangan yang tak terlihat.

"Kau berubah."cetusnya.

Irana mengerutkan kening."Maksud mu?."

"Maksud ku, kau berubah Irana. Kau tidak seperti temanku."

"Ya aku bukan temanmu,"jawab Irana.

"Kamu."Ucap Adalena menatap Irana.

Irana tersenyum."Hanya bercanda."

"Ish, kamu."sungutnya."Aku sarankan jangan berlebihan begitu. Mereka bisa melakukan hal jahat padamu."

"Diamlah. Kau membuat gendang telinga ku pecah ."Batinnya.

Irana mengangguk saat mereka sudah berada di depan pintu istana pemerintahan. Irana berjalan masuk ke kereta di ikuti pelayannya. Melambaikan tangannya saat kuda mulai berjalan.

Menghembuskan nafas lelah."Manusia itu membuatku sesak nafas."

Ima berkekeh pelan.

Adalena menatap tajam kereta kuda yang berjalan menjauh dari istana pemerintahan."Bajingan. Aku harap kau mati."

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang