Lima puluh tiga

518 25 0
                                    

   

     Bulatan biru terlihat perlahan yang semula kecil kini membesar dengan kedua manusia yang keluar dari dalamnya. Matanya mengerjap melihat di depannya sudah ada hamparan bunga dan saat menengok ke samping ada Evan yang tengah menatapnya.

"Kita tak punya banyak waktu,"ucap Evan

Ciya mengangguk dengan keduanya yang berlari cepat menuju kerajaan. Saat sampai di depan pintu pun, keduanya sangat muda bisa masuk dengan menggunakan wajah asli dan pakaian khas kerajaan. Sesampainya di depan pintu, mereka di sambut dengan baik oleh kedua pelayan yang membawa mereka menuju kamar atas.

  Pintu kamar terbuka perlahan yang  menampilkan Xagara tengah mengendong anak kecil dan seorang wanita yang duduk di atas kasur dengan mulutnya yang mengunyah sepotong roti. Kedua antesi mereka melihat pada Evan dan Ciya. Kedua mata Ciya menunduk melihat tangan Xagara yang sudah menghijau tapi dirinya dengan cepat berpaling dan menatap Irana. Senyuman manis pun di perlihatkan oleh Evan yang juga telah membuat skenario bahwa Ciya adalah salah satu teman baik Irana saat di akademi.

  Irana melihat Ciya yang mendekat membulatkan mata terkejut, tidak mungkin dirinya tidak tau apa yang sedang ia lihat sekarang.  Irana berbisik pelan saat Ciya duduk di dekatnya.

"Bagaimana bisa kau ada di sini?."Tanya Irana pelan.

Ciya tersenyum."Aku masih ingin melakukan beberapa hal, tenang saja aku akan melakukan yang terbaik."ucap Ciya berbisik.

Xagara tersenyum tipis saat Evan datang mendekat."Namanya siapa?."Tanya Evan melirik anak kecil yang berada di gendongan Xagara.

"Devagio Griffiskra."Jawabnya.

Ciya berjalan mendekat dan tersenyum melihat anak di gendongan Xagara."Dia sangat tampan."

Xagara mengangguk."Duduklah"ucap Xagara mempersilahkan keduanya.

Ciya dan Evan mengangguk dengan berjalan ke arah kursi yang di sediakan di kamar tersebut. Ciya tersenyum tipis, dirinya sudah mencoba untuk mengiklaskan semuanya, Xagara adalah milik Irana meski ada sedikit rasa sakit tapi tak apa, dirinya tak boleh egois. Setelahnya mereka berbincang-bincang hingga keduanya pamit pulang.

    Hembusan nafas dikeluarkan perlahan dengan memandang ke arah luar jendela kereta kuda ini, ternyata sedikit rasa sakit saat melihat tadi Xagara dengan gampangnya mengecup kening Irana. Padahal dulu dirinya yang mendapatkan kecupan itu, Ciya dengan cepat menggeleng dan gelengan itu di sadarkan oleh Evan. Tangan kanan ciya di sentuh perlahan oleh Evan membuat sang empu menengok. Kedua sudut bibir Evan terangkat dan mengangguk beberapa kali mencoba menguatkan Ciya.

   Sesampainya di penginapan, keduanya membersihkan diri terlebih dahulu dan kembali membahas apa yang harus di lakukan untuk menghilangkan kutukan itu.
  Ciya menopang dagu nya dengan tangan kanan yang memegang apel, hembusan nafas berat di keluarkan keduanya, entah apa yang harus mereka lakukan.

"Kenapa sangat sulit sekali?."Tanya Ciya frustasi. Ia Sampai mengacak rambutnya.

Hembusan nafas berat di keluarkan lagi oleh Evan, dirinya hanya membalas dengan gelengan. Dirinya juga tidak tau akan jadi seperti ini.

Ciya mendongak mengingat satu nama yang mungkin bisa membantu mereka.

"Kamu nemuin caranya?"Tanya Evan.

"Penyihir Rihom, kita harus bertemu dengannya,"

"Apa akan berhasil?. Jika dirinya bisa kenapa tak sedari awal ia hilangkan kutukan itu?"tanya Evan.

Ciya terdiam, dia jadi tak tau harus menjawab apa. Jika iya,kenapa dirinya tak menghilangkan kutukan itu?, agar sihir murni Bytra juga tak menghancurkan Xagara dan Irana juga tak hancur karena kutukan itu.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang