Tiga puluh tujuh

441 40 1
                                    

Kereta kuda memasuki istana dengan irana yang telah tertidur karena begitu lelah dengan tangisannya tadi dan Xagara yang masih berada di dekatnya dengan memangku Irana dan memeluknya erat, tangan kirinya selalu mengelus punggung Irana. Dengan perlahan ia mengendong Irana ala brindel style saat kereta kuda berhenti dan keluar perlahan berjalan melewati para pengawal yang menunduk hormat.

Ima kembali mendekat pada kerald menanyakan apa yang terjadi dengan nada pelan tentunya.

"Mereka kenapa?."

Kerald menghembus nafas lelah."Kau tau sedari tadi aku bersama mu dan kenapa sekarang kau bertanya padaku?. Kau gila?."

Ima berdecih ia mengibas rambutnya meninggalkan kerald yang mengelus dada sabar.

Dengan perlahan Xagara meletakan Irana di atas ranjang, setelahnya ia menatap penuh Irana. Kedua matanya teralih pada bercak-bercak hijau yang menjadi perhatian beberapa hari lalu dan menjadi tanda tanya. Kini ia mengerti mengapa tanda-tanda itu berada pada tangannya, tapi ia tak ingin meninggalkan Irana.

"Aku mengerti kenapa kau bersikap seperti itu. Awalnya aku marah tapi kini aku mengerti kenapa kau melakukan itu. Sayang, aku akan tetap bersamamu apapun itu."Ucapnya lembut sambil mengelus surai hitam Irana.

Xagara berbalik saat pintu di buka perlahan, terlihat Ima yang membungkuk memberi hormat.

"Aku hanya ingin menaruh berkas ini tuan Duke."

"Letakan di atas meja."

Ima mengangguk meletakan di atas meja lalu pamit pergi.

Adalena tengah frustasi karena Skara yang seakan-akan seperti hantu yang bisa muncul kapan saja. Ia menghembuskan nafas lelah saat Skara kembali muncul dengan senyuman manisnya yang berada di depannya.

"Kau tak lelah?, urus saja urusan mu itu. Kau berada pada tim pertahanan, seharusnya kau sedang mengawasi para pengawal sekarang atau kau sedang berkeliling di sekitar wilayah ini,"Kata Adalena frustasi.

"Aku sedang berkeliling sekarang."Jawab Skara yang masih menampilkan senyumannya yang pasti kembali membuat Adalena frustasi.

Adalena menunjuk dengan jari telunjuk tepat di wajah Skara apalagi tinggi mereka yang sama tak membuat Adalena susah untuk mendongak.

"Kau berhenti mengikuti ku sialan. Jika berkeliling kenapa kau berkeliling di dalam istana pemerintahan?. Sekarang semuanya tengah berlibur dan hanya tersisa tim mu tapi sekarang tim mu sedang bekerja di luar istana pemerintahan."

"Lalu?."

"Kau bekerjalah dan jangan ikuti aku. Aku tak menyukaimu dan aku mencintai Xagara bukan manusia jadi-jadian seperti mu. Kau manusia palsu!."Teriak Adalena di tiga kata bagian akhir kalimatnya.

Skara memegang dadanya dengan ekspresi sedih yang dramatis."Kau melukai hatiku sayang."Ucapnya dengan nada sedih.

Adalena berdecih melewati Skara tak mempedulikan namanya yang terus di panggil.

Skara tersenyum begitu manis hingga lesung pipi di kedua pipinya begitu kentara. Ia tersenyum gemas melihat tingkah laku Adalena.

"Kau wanita baik hanya tertutup cintamu itu. Maka kau bersikap seperti ini."

Pagi hari kembali menyapa dengan sentuhan lembut pada pipinya, Irana perlahan membuka matanya dan pertama yang ia lihat adalah wajah Xagara. Legungan pelan di keluarkan Irana ia perlahan mengantikan posisinya menjadi duduk.

"Kau makanlah, bukankah kemarin dirimu tak mengisi perutmu dengan makanan?."

Irana mengangguk membuka mulutnya menerima setiap suapan. Di sela-sela suapan ia sedikit terkejut dengan mata sedikit membulat melihat Irana asli di belakang Xagara meski begitu Xagara seperti tak merasa ada seseorang.

"Kata penyihir agung aku tak punya banyak waktu, jika kau belum bisa menyelesaikan semuanya maka aku akan benar-benar meninggal,"jelas Irana asli.

"Irana? Kau tak apa?"tanya Xagara khawatir.

Irana dengan cepat menggeleng dengan senyum tipisnya.

"Aku mau ikan."

Xagara tersenyum menyuapi Irana sepotong ikan.

"Aku ingin kembali ke ragaku. Ciya, jangan cintai Xagara, Xagara milikku,"ucapnya lagi.

Perkataan itu mampu membuat Irana terdiam bahkan ia tak lagi membuka mulutnya menerima suapan dari Xagara. Yang kini hanya terlihat setetes demi setetes air mata membasahi wajahnya. Tatapan Irana masih sama menatap Irana asli.

Xagara yang melihatnya tentu khawatir, ia dengan cepat menghapus air mata itu meski terasa sia-sia karena Irana kembali menitikan air mata.

"Irana akan hancur jika berada di sini, Irana akan menyaksikan kehancuran Xagara,"Lontarnya yang tertuju pada Irana asli meski begitu Xagara juga ikut terdiam, tangannya ia tarik kembali yang semula menghapus air mata Irana.

Perlahan butiran kristal berjatuhan, Irana asli juga ikut menangis dan Xagara hanya diam menatap Irana yang tak melihat ke arahnya tapi di belakangnya.

"Aku tak apa jika harus menyaksikan Xagara hancur. Bukankah tubuhku sedang mengandung anak Xagara?. Aku juga akan ikut dengannya."Kata Irana asli yang di akhiri dengan isakan.

Irana atau Ciya menutup matanya perlahan, kepalanya terasa begitu sakit. Apa yang harus ia lakukan tapi setelahnya kedua matanya terbuka saat benda kenyal mengenai kulit keningnya.

Xagara memberikan sebuah ciuman pada keningnya dengan tangannya yang tak lagi memegang piring tapi mengengam kedua tangannya."Aku mencintai mu maka aku akan bersamamu meski aku akan hancur. Maka dari itu tetap bersamaku sampai waktu itu tiba."

Irana terdiam menatap Xagara dengan Xagara yang menatapnya mencoba meyakinkan dirinya.

"Irana Liyzakvaz Griffiskra, aku mencintaimu sangat mencintai mu."

Ciya yang berada pada tubuh Irana hanya diam meski begitu dirinya membantin."kau mencintai Irana bukan Ciya."

"Kau dengar kan?, akulah yang di cintai bukan dirimu!."Ucapnya menatap ciya.

"Aku juga mencintaimu Xagara. Tetaplah bersamaku."Ujar Ciya memeluk Xagara yang tentunya di balas.

Sedangkan Irana asli menatap ciya tak percaya."Kau mencintai Evan, jangan cintai Xagara."

Ciya menggeleng dengan menutup matanya merasakan dekapan dari sang suami.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang