Empat puluh sembilan

401 26 0
                                    


  Irana terpaku di tempat melihat pria itu datang menghampiri nya dan menepuk pundaknya tiga kali. Irana masih mencoba berpikir untuk apa dirinya kemari?, dan apa yang ia lakukan ini?. Saat sedang berkutat dengan pikirannya perlahan pria itu mendekat dan membisikkan sesuatu.

"Batu putih dengan bercak hijau yang ku berikan itu akan membantumu."Bisiknya dan berlalu pergi.

Irana tentu membaca mantra di kantong miopraja nya dan mengambil batu itu. Ia mengerutkan kening dengan perlahan menggosok kan batu itu pada pedangnya. Ia mendongak menatap monster itu yang masih melawan Xagara.

"Semoga ini bisa membantu."

Irana berlari dan melayangkan pedangnya sambil membaca mantra dan menebas kaki monster itu hingga terputus, Irana yang melihatnya juga terkejut bahkan semua nya yang semula melawan satu sama lain terdiam mendengar teriakan kesakitan dari raja monster. Xagara yang sudah banyak luka dan darah pun ikut terdiam, Irana kembali mundur beberapa langkah dan ingin melayangkan pedang pada dada monster itu akan tetapi monster itu malah menyerangnya dengan sihir hitam hingga ia terpental dan terseret di tanah cukup jauh. Xagara yang melihatnya berlari mendekat dan memangku kepala Irana dengan Irana yang mengeluarkan darah dari mulutnya, Irana menatap Xagara dengan salah satu tangan yang ia gunakan untuk mengelus pipi Xagara meski tangannya sudah tergores bahkan terlihat daging dan darah yang mengalir.

"Sayang, bertahanlah"Lirih Xagara mengguncang tubuh Irana yang matanya berlahan ingin tertutup.

"Irana, sadarlah."Titah seseorang.

Matanya yang ingin tertutup pun perlahan terbuka lebar melihat penyihir agung Rihom dan Poran. Penyihir agung yang baru saja berucap menatap Irana dan mengulurkan tangannya, Irana yang melihat uluran tangan itu perlahan menerimanya dan terbangun di bantu Xagara.

  Sedangkan Xagara menatap tajam Poran yang tak menatapnya melainkan menatap Irana sedih. Dirinya berdecih, jika tak berada di situasi seperti ini mungkin saja dirinya sudah melenyapkan Poran di depannya ini.

"Ulurkan tanganmu Irana, Xagara dan Poran."

  Meski Xagara sedikit bingung ia tetap mengulurkan tangannya begitu juga dengan Irana, Poran dan penyihir agung Rihom. Ke empat nya saling menyatukan salah satu tangan mereka dengan melihat ke depan monster yang tengah mencoba menyatukan kembali kakinya dengan beberapa mantra.

"Bacalah mantra kalian dan arahkan pada dada nya,"ucap penyihir agung Rihom.

"Dan kalian juga!"Titah nya dan di angguki oleh puluhan penyihir agung di belakang nya.

Semasa mereka tengah membacakan mantra, raja monster itu juga sudah selesai kembali menyatukan kakinya. Ia dengan cepat berjalan ingin mengambil Irana akan tetapi saat jaraknya mendekat, saat itulah sihir yang sedang mereka gabungkan di gunakan untuk kembali menyerang monster itu. Angin berhembus kencang, Irana tetap membacakan mantra begitu dengan yang lainnya, warna dari sihir yang saling menyatu berubah menjadi putih, dengan tangan yang sedikit di angkat dan mulut yang membacakan mantra, mereka terus bersusah payah melawan monster itu meski begitu mosnter itu juga membuat pertahanan dengan sihir hitamnya dan mencoba untuk melawan. Terus saja, mereka terus berusaha hingga penyihir Rihom maju dan di ikuti lainnya, mulut yang senantiasa membacakan mantra dan terus berusaha dengan keras hingga suara teriakan kesakitan di sertai darah yang muncrat membasahi tempat itu. Irana terjatuh dengan nafas tak beraturan, ia tersenyum saat bisa mengalahkan monster itu, merasa lega di bantu oleh orang lain hingga usahanya dan yang lainnya tak sia-sia, saat monster itu hancur maka monster yang lainnya juga ikut hancur. Semuanya juga merasa begitu lelah, Xagara yang menyeret badannya perlahan mendekat pada Irana, ia memeluk kedua pipi Irana dengan tatapan yang dalam. Irana juga ikut menatap Xagara dengan perlahan mulai berjatuhan air mata bahagia.

  Xagara memeluk Irana dan di balas olehnya.

"Terima kasih sudah bertahan sayang"Ucap Xagara lembut mengelus pelan surai belakang sang istri.

Poran yang melihatnya hanya diam, ia tak akan melakukan apapun karena seperti nya ciya butuh waktu untuk berpisah dengan Xagara.

Irana tak mampu berucap, dirinya hanya menangis di dalam dekapan Xagara. Dengan perlahan suara gong terdengar menandakan bahwa telah bergantinya tahun.

"Selamat tahun Baru suamiku,"Ucap Irana.

"Selamat tahun Baru juga sayang."

"Marilah kita pulang,"ucap Raja.

Irana mendongak dan melihat raja dan ratu yang berdiri di depan keduanya. Irana mengangguk dan bangun perlahan di bantu oleh ratu dan Xagara yang di bantu oleh raja. Semuanya kembali pulang ke rumahnya dan melewati tahun baru dengan kehidupan yang lebih baik lagi.


    Pagi hari kembali menyapa dan menjadi pagi pertama pada pergantian tahun di dunia ini. Irana meregakan otot-ototnya perlahan, ia membuka matanya melihat suaminya yang masih tertidur pulas, dengan perlahan dirinya bangun dan membersihkan dirinya. Setelahnya ia berjalan turun menuju ruang makan, bahkan di situasi seperti ini para pelayan masih dengan gesit menyiapkan makanan.

"Selamat makan Nyonya dan selamat tahun Baru."Ucap kepala pelayan.

Irana mengangguk dan mulai memakan makanannya dengan perlahan. Setelah makan, ia berjalan turun menuju penjara bawah tanah, Irana menutup mulutnya mencium bau-bau dari para tahanan yang di bunuh.

"Adalena, apa kau masih selamat?."Panggil Irana melihat sekeliling, saat itulah jantungnya hampir copot saat ada yang berlari dan memeluknya dari belakang.

"Adalena?."Ucapnya merasa seperti yang memeluknya ialah Adalena, dirinya berbalik dan memang Adalena yang memeluknya dengan wajah yang penuh ketakutan.

"Tenanglah, mereka telah binasa"Ucap Irana menenangkan Adalena yang perlahan Adalena mulai tenang.

"Maafkan aku, aku sangat bersalah. Tolong maafkan aku"Lirih Adalena yang dengan isak nya.

"Aku akan memaafkan mu tapi tolong lepaskan kalung hitam itu, tolong lepaskan sihir itu."

Adalena terdiam tapi setelahnya dirinya mengangguk."Apa sekarang?."

Irana mengangguk dan menggenggam tangan Adalena. Adalena menutup matanya begitu juga dengan Irana. Irana merasa jiwanya seakan tertarik.

Di tempat lain Irana asli memegang dadanya terasa begitu sesak. Dengan nafas tak beraturan dirinya menatap penyihir Rihom yang tersenyum kecil padanya.

"Kembalilah."

Adalena terus membaca mantra hingga Irana terjatuh pingsan tak sadarkan diri.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang