Dua puluh dua

858 54 1
                                    

    Semua ketua tim bahkan Erikson telah pergi meninggalkan ruang rapat meninggalkan Vano yang sedang duduk menunggu Irana berucap.

"Carilah orang-orang yang ingin masuk menjadi pengawal pemerintahan.  Beritahu tim mu untuk membuka pendaftaran dan lakukan lah tes, siapa yang bisa menjadi pengawal."Ucap Irana merapihkan kertas-kertas dan memberikannya pada Ima yang masih setia di belakangnya.

"Berapa banyak yang Ducches butuhkan?."

"Berapapun itu yang berhasil kau dapatkan. Pastikan mereka pantas menjadi pengawal. Kau pasti tau tentang dinding monster itu kan?."

Vano mengangguk."Bukannya para Ducches, ksatria, pengawal bahkan para raja turun tangan dan penyihir agung?."

"Ya mereka berhasil tapi bukan berarti pagar pelindung yang lain tidak bisa mereka lewati. Meski begitu pasti mereka mencari celah lagi agar bisa keluar menghancurkan negeri ini,"

Vano kembali mengangguk."Aku mengerti Ducches. Akan aku lakukan pembukaan besok hari,"katanya.

"Ya, selain untuk membantu jika ada pagar pelindung monster yang roboh, diriku juga butuh berbagai pengawal di berbagai desa apalagi untuk kantor cabang,"Tutur Irana.

"Saya mengerti Ducches. Apa masih ada lagi?."Tanya Vano.

"Sebenarnya tak ada tapi aku ingin menanyakan sesuatu,"

"Apa itu?."

"Kau menyukai Adalena?. Maksud ku mencintainya?."

   Kereta kuda memasuki kawasan istana dengan irana dan Ima yang turun dari kereta kuda. Mereka berjalan bersama dan berpisah saat Irana menyuruh Ima untuk mandi dan kembali ke kamarnya. Irana masuk ke kamarnya membersihkan dirinya dan sekarang ia keluar dengan gaun putih dengan sentuhan warna merah muda. Ia mengambil beberapa kertas dengan Ima yang mengetuk pintu kamarnya.

"Ducches, ini saya Ima,"

"Masuklah aku tak menguncinya,"ujarnya.

Ima masuk dengan gaun biru tuanya, ia mendekat membantu mengambil alih kertas yang berada di tangan Irana.

"Ruang barunya sudah bisa kita tempati sekarang, Ducches."ucap Ima.

"Baiklah. Ayo kita ke ruangan."

Ima mengangguk.

Sesampainya di ruangan tersebut Irana menuju mejanya dengan kursi yang ada ukiran singa. Ia menduduki kursi itu dan memejamkan mata sebentar karena kelelahan. Saat ia membuka mata ia melihat Ima yang juga tengah duduk di kursinya dengan mata yang terpejam.

"Jika kau kelelahan, tidurlah. Aku akan menyelesaikan ini sendiri,"

Ima membuka matanya."Jangan seperti itu Nyonya Ducches. Aku akan membantumu."

"Pergilah dan tunggu lah Samuel beserta timnya,"

Ima mengangguk dan pamit pergi, setelah kepergian Ima pintu ruangan terbuka memperlihatkan Xagara yang tersenyum berjalan mendekat ke arahnya. Semakin dekat Irana bisa melihat leher Xagara yang tergores dengan lukanya terbuka lebar. Wajah Irana tampak khawatir, ia berjalan mendekat memegang leher Xagara yang sepertinya mengenai pedang.

"Bagiamana bisa?."Tanya Irana melihat luka parangnya itu.

"Semua bisa karena kami baru saja menyelesaikan masalah di Desa Amapa."

"Desa Amapa?. Apa yang terjadi?. Bukannya sedang dalam pembangunan?."Tanya Irana membantu Xagara untuk duduk di kursi yang di sediakan jika ada tamu.

Jadi meja Irana dan Ima bersebrangan dengan Irana sebelah kanan dan Ima sebelah kiri. Di depan ada kursi panjang dan meja untuk menyambut tamu dan di samping-sampingnya ada rak-rak buku dan beberapa bunga yang mempercantik ruangan.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang