Tiga puluh empat

525 49 0
                                    

    Hari berlalu semestinya begitu juga dengan Irana yang kembali di sibukkan dengan pekerjanya, apalagi sudah mau berganti tahun. Kini ia bersama dengan Ima tengah berjalan menuju tempat pelatihan para pengawal. Mereka akan di siapkan untuk menjaga keamanan saat pergantian tahun nanti dan tak terasa hanya tinggal tiga Minggu. Saat sampai di sana ia di sediakan tempat duduk dan dirinya duduk menyaksikan banyak pria yang di ajarkan bela diri. Di sini di bagi berapa kelompok, ada yang belajar cara bela diri, ada yang memanah, dan ada juga yang berpedang.

"Ima, ikutilah aku."

Keduanya berjalan mendekat ke arah para anggota yang telah di ajarkan setelah melewati tiga tes, akhirnya mereka telah di terima dan sekarang melatih diri mereka saja. Irana bisa melihat mereka dengan gigih, inilah yang dirinya  butuhkan, semangat membara dari mereka. Dengan Ima di belakangnya, Irana berjalan bersama dengan Vano di sampingnya yang muncul di antara para pengawal.

"Berapa yang kau siapkan Vano?."Tanya Irana tengah melihat para pengawal yang sedang berlatih.

"Seribu orang."

Irana membulatkan mata terkejut."Sebanyak itu?."Tanyanya terkejut, masyarakat di wilayah timur sebanyak apa?.

Vano mengangguk kaku merasa ekspresi Irana sedikit berlebihan.
"Memang selalu banyak."

Irana mengangguk dan kembali bertanya."Apa Duke mengetahuinya?."

"Sudah pasti, kenapa kau bertanya?."Tanyanya memasukan kedua tangannya di dalam saku.

"Maafkan saya Tuan Vano tapi anda tidak sopan kepada Ducches. Seharusnya anda memakai kata Ducches bukannya kau"Tuturnya menegur dengan nada yang sopan.

"Aku tau."Jawab Vano berjalan lebih dulu meninggalkan keduanya.

"Dia sangat tidak sopan.cih, lihatlah sangat sombong."Kata Ima menatap sinis Vano yang sudah menjauh.

"Ayo kita ke bagian memanah."

  Keduanya memasuki lapangan tempat para pengawal yang belajar memanah. Irana mengangguk mengamati mereka yang dengan cekatan memanah tepat sasaran.

"Kau sudah menulisnya kan?."Tanya Irana berbalik menatap Ima.

Ima mengangguk."Aku sudah menulisnya dan akan membuat laporan yang nanti di serahkan pada Duke."

Irana mengangguk dan kembali melihat para pengawal hingga keduanya berkeliling sampai waktu telah memasuki makan siang. Keduanya memilih makan di salah satu rumah makan yang cukup besar di pusat kota wilayah timur ini.

Irana meminum minumannya, ia mendengus karena tak ada minuman dingin seperti es batu. Tapi mau bagaimana lagi, ini bukan di jaman yang ada teknologi meski begitu para pelayan di sini juga tidak mempunyai sihir yang bisa membekukan air atau mendinginkan nya. Sedangkan Irana terlalu lelah untuk mengeluarkan sihir nya lagi. Ia dan Ima mulai menyantap makanan dalam nikmat akan tetapi saat ingin menyantap makanan penutup kue kenari, ia merasa mual, bau dari kenari sangat tak enak. Irana menutup mulutnya dan berjalan keluar ke arah samping rumah makan, begitu juga dengan Ima yang terkejut, ia mengikuti Irana dari belakang dan senantiasa memijit tengkuk lehernya. Meski begitu tak ada makanan yang keluar akan tetapi ia begitu mual.

"Nyonya."Lirih Ima yang seketika terdiam menatap Irana.
  Irana yang semula menunduk ikut menatap Ima.Irana dengan cepat menggeleng, ia berharap hal itu tak terjadi.

"Bawa aku ke Tabib."Ucapnya yang cepat di angguki Ima.

  Di tempat lain Xagara dan kerald tengah melihat para pekerja yang tengah membangun kantor cabang pemerintah desa Amapa yang sebentar lagi akan selesai. Saat sedang mengamati pekerjaan mereka, tangannya terasa di sentuh yang membuatnya menoleh tapi tak mendapati siapa-siapa, ia sedikit menunduk melihat ada seorang anak kecil perempuan yang sangat cantik dengan surai coklatnya. Xagara berjongkok menyamakan tingginya dengan sang anak kecil itu.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang