Tiga puluh

601 51 0
                                    


Xagara memasuki ruang kerja Erikson, di sana juga ia melihat Adalena yang tengah membersihkan kuku-kukunya, ia berdehem mencoba menyadarkan mereka dari aktivitas santai di waktu yang tak tepat ini. Keduanya tampak terkejut mendapati Xagara berdiri di ambang pintu begitu juga dengan kerald yang setia berdiri di belakang Xagara.

Erikson berdiri dan berdehem, ia tersenyum tipis, berjalan mendekat dan sedikit membungkuk.
"Silahkan duduk Tuan Duke,"tuturnya mempersilahkan Xagara duduk di kursi yang empuk.

Adalena keluar sebentar dan datang membawah tiga cangkir teh dan beberapa cemilan. Ia menaruh di atas meja sambil sesekali melihat ke arah Xagara. Tak peduli, dirinya duduk di kursi samping Xagara bahkan begitu dekat, dirinya dengan sengaja menempel padanya.

Erikson berdehem ia menegakan badannya menatap Xagara sambil berujar."Jadi apa yang membawah Duke kemari?."

Xagara menaiki satu alisnya."Memangnya tak boleh jika seorang Duke datang untuk memeriksa keadaan di istana pemerintahan?."

Erikson mengangguk dan berucap."Bukan begitu Duke. Tapi sangat jarang anda datang ke istana pemerintahan."

"Sangat jarang bukan berarti tidak pernah. Sudahlah aku meminta laporan tahun lalu mengenai pertumbuhan penduduk di wilayah Vittom."

Erikson mengerutkan keningnya."Maksud Duke?. Wilayah Vittom hanyalah wilayah buangan."

"Siapa yang berani bilang kalau wilayah itu ialah buangan?."Hardik Xagara. Dirinya kembali berujar."Jangan pernah mengatakan hal bodoh, kau tak tau percakapan dan laporan tahun lalu?. Apa sudah begitu tua?, sebaiknya aku mengantikan mu?."

Seketika Erikson kalang kabut, ia mencoba tersenyum."Jangan seperti itu Duke. Akan aku ambilkan."

Erikson berdiri berjalan ke arah mejanya dan mencari laporan mengenai wilayah Vittom. Tak mendapati. Dirinya berjalan ke arah rak buku dan mencari kembali. Sedangkan Adalena hanya terdiam menatap ayahnya yang seperti orang bodoh. Ia ingin berucap tapi mulutnya dengan cepat di tutup oleh tangan kerald yang berada di belakang.

"Diamlah."Desis kerald.

"Sebenarnya siapa dirimu?."Tanya Xagara berdiri menatap Erikson yang tiba-tiba mematung.

Dirinya mendapatkan laporan jika Erikson terlalu santai bekerja, dirinya berleha-leha setelah kejadian dimana dirinya hampir ketahuan korupsi. Keesokan nya Erikson tampak aneh, dirinya tak menguasai tugasnya seperti biasa. Begitulah laporan yang ia dapatkan dari salah satu orang yang bekerja di istana pemerintahan.

Erikson perlahan membalikan badannya menghadap Xagara dengan cenggiran di wajahnya. Ia berjalan mendekat memegang lengan Xagara yang terbalut jubah kerajaan nya.

"Duke berbicara apa?. Apa Duke membutuhkan sesuatu?."Tanya Erikson.

Xagara diam menatap Erikson tajam, ia mencoba mencari siapa sosok di sampingnya ini.

Sedang memikirkan nya, tiba-tiba pintu di buka menampilkan Irana yang berjalan mendekat dengan sesosok pria di belakangnya. Tak sengaja mata adalena bertubrukan dengan manik mata coklat milik pria itu dan membuat Adalena terkejut, ia mengedipkan sebelah matanya.

"Tuan Erikson, aku perlu bicara dengan mu sebentar. Apakah ada waktu?,"tanya Irana berjalan mendekat berdiri di depan keduanya.

Erikson melepas tangannya dari lengan Xagara."Ya Nyonya Ducches, apa yang ingin anda bicarakan?."Tanya Erikson, dirinya perlahan bernafas lega karena kedatangan Irana.

"Bukannya kau harus ke desa Amapa?,"tanya Xagara.

"Ima yang pergi bersama para pengawal, oh dia juga di temani. Vano menemaninya,"jawabnya.

"Apa?.Vano?,"tanya Adalena sedikit terkejut.

Pertanyaan Adalena di jawab dengan anggukan dari Irana.

"Ya, bagaimana pun Vano punya tugas di wilayah tersebut,"ucapnya,"oh ya, perkenalan namanya Skara,"

"Perkenalan, saya Skara Riggan,"

"Jadi?, apakah kau ada waktu tuan erikson?,"tanya Irana memastikan.

Erikson mengangguk dan mengajak Irana keluar.

Sedangkan di sini masih ada Xagara yang terdiam menatap Skara."Jelaskan, mengapa kau bisa bersama istriku?."Tanya Xagara.

"Saya adalah seorang pekerja baru di sini, lebih tepatnya saya berada pada divisi Kesehatan dan menjadi anggota tim tuan Veccon,"jelasnya.

Xagara mengangguk mengerti."Baiklah, kau silahkan pergi dan kerjakan tugas mu."

Skara mengangguk dan membungkuk hormat meminta ijin pamit berkerja.

"Kerald, pergilah, aku ingin berbicara dengan Xagara."Ucap Adalena berdiri.

Kerald berdecih."Aku juga akan keluar, berada di dekatmu membuatku sesak napas. Kau bau mulut. Ya ampun tanganku."Kerald mencium telapak tangannya yang sempat menutup mulut Adalena, ia mendengus lalu memundurkan wajahnya dengan ekspresi jijik, tak lupa ia menggosokkan telapak tangannya di bajunya.

"Sialan!."Maki Adalena melempar sepotong kue tapi dengan cepat kerald berlari hingga tak mengenainya.

Adalena berjalan mendekat dengan senyuman manisnya setelah kerald berlari keluar. Ia Tampa malu mengalungkan tangannya pada lengan kekar Xagara sambil mendusel pipinya.

"Aku merindukan mu."Ucapnya manja sambil mendongak.

Xagara berdecih, ia menghempaskan tangannya membuat tubuh Adalena terjatuh mengenai lantai. Meski Adalena meringis kesakitan,Xagara tak memperdulikan itu. Ia berjongkok menatap Adalena tajam."Sadarlah!. Kau hanya terlihat seperti wanita murahan. Aku telah mempunyai istri dan tak ada sedikit pun ingin mempunyai selir, apalagi selir seperti dirimu."Ucapnya tajam.

"Dan ya, ingat ini. Jangan pernah menganggu Irana sedikit pun sampai dirinya terluka maka kau tak akan bernafas saat itu juga. Aku tak mencintai mu maka berhenti bersikap ingin mencari perhatian ku. Berhenti dengan semua hal itu."Desisnya berdiri merapikan jubahnya.

"Jangan sekali-kali menggoda ku. Jangan pernah menganggap Irana temanmu dan jangan mencoba mengecoki pemikirannya." Katanya berjalan keluar.

Kedua mata Adalena menatap Xagara tajam begitu juga dengan butiran bening yang mulai berjatuhan, kedua tangannya yang terkepal kuat.

"Aku lebih sempurna dari wanita sialan itu!."Teriak Adalena.

Xagara berhenti di ambang pintu, tanpa berbalik ia kembali berujar."Secara fisik kau memang pemenangnya tapi hatiku akan tetap untuk Irana. Sekeras apapun kau mencoba, jika hati ku hanya padanya maka tak akan pernah goya dengan godaan mu,"ucapnya dengan sedikit menyindir di akhir katanya.

Adalena terisak, usaha yang ia lakukan seakan sia-sia oleh Xagara. Seberapapun dan sebesar apapun itu, akan terasa sia-sia hingga sekarang. Matanya tertutup hingga beberapa menit begitu juga dengan isakan nya tanpa menyadari jika ada seorang pria yang berjalan mendekat dan berjongkok di depannya.

Adalena terkejut saat pipinya terasa di sentuh sesuatu, ia membuka kedua matanya dan terkejut saat pria ini menjauhkan wajahnya dari pipi Adalena.

"Apa kabarmu sayang?."Tanyanya menampilkan smrik di wajahnya.

"Skara?."Gumamnya terkejut

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang