Tujuh belas

1K 84 0
                                    

  Kereta kuda memasuki istana Duke dengan Duke yang menyambut kedatangan Ducches Irana. Ia berdiri di depan pintu menunggu Irana yang perlahan turun dari tangga kereta lalu  berjalan mendekat dengan senyum manisnya.

"Apa semuanya baik-baik saja?,"tanya Xagara.

"Ya. Semuanya baik-baik saja meski aku gugup,"ungkapnya.

Xagara mengangguk mengerti, setelah menikah ini pertama kalinya bagi Irana menjalankan tugasnya. Keduanya berjalan bersama masuk ke dalam istana  menuju ruang kerja Duke. Di sinilah keduanya berada dengan satu tambahan anggota, Kerald yang tengah fokus mengerjakan tugasnya. Xagara mempersilahkan Irana duduk di kursi seberangnya.

"Aku ingin laporannya."

Irana memberikan laporan pengajuan yang sudah ia tanda tangani."Mereka meminta sedikit lebih, bisa di lihat dengan keping emas dan perak yang bertambah nominal,"jelasnya.

Xagara mengangguk membaca dengan seksama."Tidak masalah. Hanya sedikit lebih dan bisa saja akan ada kerusakan bahan dan harus di beli ganti."Ujarnya meletakan kertas yang di tutup kayu berlapis kain merah dengan lambang kerajaan singa, wilayah timur."Apa benar tak ada masalah?."Tanyanya lagi dan di balas dengan anggukan.

"Kali ini aku tak ingin kau mengetahuinya, anggap saja sebagai peringatan pertama dariku."batinnya.

Kepalanya ia anggukan lalu melihat ke arah kerald."Kerald."Panggilnya.

"Ya Duke."Jawab Kerald cepat.

"Berikan surat-surat dari masyarakat desa ririz."

Kerald mengambil beberapa surat, berjalan ke arah Xagara dan memberikannya. Xagara menerimanya lalu memberikan kepada Irana."Bacalah Surat mereka dan putuskan. Sebelum itu kau wajib melaporkan kepadaku apa keputusan mu."

Ada sekitar 50 Surat dan ia harus membacanya.

"Aku tunggu besok pagi."

Irana membulatkan mata terkejut. Besok pagi?, bukannya itu terlalu cepat?.

"Kita di tuntut harus cepat dan cermat dalam mengambil keputusan Ducches. Semuanya demi kesejahteraan rakyat."

Irana mengangguk lemas, ia berdiri pamit ke kamarnya dengan surat-surat yang ia pegang.

  Di sinilah ia berada, duduk di sofa dengan beberapa kertas yang berhamburan di atas meja. Ia memijit pangkal hidungnya karena  pusing. Nafasnya ia keluarkan perlahan dengan tubuh yang bersandar pada sandaran sofa.

"Lelahnya."Dirinya mengeluh sambil terus membacakan surat-surat tersebut.

Setelah memakan waktu berjam-jam akhirnya semua surat telah ia baca tapi dirinya sudah terlalu lelah dan memilih besok pagi saja mengambil keputusannya. Ia berjalan ke arah kasur lalu membaringkan tubuhnya.

  Senyum tipis terbit di bibirnya di balik selimut, ia bisa merasakan teriakan yang tertahan dari seseorang di balik jendela kamarnya. Aura dan aroma itu sudah Irana hafal, sangat hafal.

"Adalena, apa yang ingin kau lakukan?."Gumamnya.

"Sungguh sangat kuat sekali ilmu yang kau ajarkan penyihir Rihom. Aku fans beratmu."

Dirinya pura-pura menutup mata saat pintu kamar terbuka. Irana mempunyai indra penciuman yang bagus, dirinya dengan muda menebak sosok yang masuk ke kamarnya. Pintu kembali tertutup dengan helaan nafas berat darinya. Selimut sedikit terbuka dan kasur yang sedikit bergerak. Irana bisa merasakan seseorang memeluknya dan mencium keningnya.

"Selamat tidur istriku."Ucapnya pelan kembali mengecup kening Irana.

"Nada beratmu huaaa."pekik Irana di dalam hati.

"Aku sangat mencintaimu mungkin kamu akan bosan jika aku mengatakan hal tersebut. Dari awal bertemu hingga sekarang. Apapun yang terjadi kedepannya aku akan percaya padamu dan selalu mendukungmu."

"Apa kau yakin?."Tanya Irana yang lagi-lagi membatin.

"Ya. Aku akan selalu mendukung dan mempercayai mu."Ucapnya yakin lalu memeluk Irana erat sambil menutup matanya dengan kesadaran yang lama-kelamaan menipis hingga tertidur pulas.

Irana perlahan bangun membuka jendela dan berjalan ke arah balkon, ia bisa melihat Adalena yang berjalan bertatih mencoba melewati pintu samping kerajaan. Seringaian terpampang jelas di sudut bibirnya.

"Aku akan mencari bukti tapi setelah di pikir-pikir sangat susah, maka dari itu mari kita menjebak."

Irana menutup mata menikmati angin malam hingga sepasang tangan melingkari perutnya."Kau terbangun?."Tanya Irana.

"Ya."Jawabnya dengan suara berat.

"Kau tidurlah lebih dulu."tuturnya lembut.

"Kau mengusirku?. Tak ada yang boleh mengusirku. Apa kau sekarang sudah berani?,"tanyanya.

Irana membalikkan badannya dan tersenyum tipis, ia mendongak."Aku tak mengusir mu, hanya menyarankan karena kau pasti lelah seharian pergi keberbagai tempat .Dan berada lama di ruangan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Karena itu ,aku menyarankan mu untuk beristirahat Duke."Jelasnya dengan nada lembut.

"Tak perlu mengkhawatirkan diriku. Kau juga lelah maka dari itu beristirahat lah sekarang."Ucapnya menarik tangan Irana masuk.

   Matahari perlahan mulai muncul menyinari bumi dengan kedua sepasang suami istri yang tengah sarapan dengan tenang. Tak ada yang bersuara setelah Xagara selesai sarapan dan berjalan terlebih dahulu ke ruangannya.

"Apa Ducches baik-baik saja?. Apa kalian bertengkar?."Tanya Ima yang sedari tadi berdiri di belakang Irana.

"Diamlah. Kau membuatku pusing."Ucapnya ikut berdiri menyusul Xagara dengan Ima yang setia mengikuti Irana dari belakang.

  Di tempat lain Adalena begitu marah karena Irana membuat perlindungan di kamarnya, entah itu Irana yang membuatnya atau suaminya?.

"Tapi sepertinya suaminya. Irana kehilangan sihirnya karena racunku."Ucapnya lalu tersenyum manis.

Di dalam sihir itu akan mendapatkan dua akibat, mati dan sihir turun temurun hilang sepenuhnya.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang