kesepuluh

1.8K 107 0
                                    

 

  Hari ini mereka memutuskan kembali ke wilayah timur setelah tadi pagi berziarah ke makam sang ibunda. Di dalam kereta hanya ada keheningan, Irana tak ingin berbicara ia lebih niat menatap pepohonan tinggi. Dirinya tak peduli saat sebuah tangan melingkari perutnya dan menyandarkan dagunya di bahunya. Tak merasa terganggu sama sekali, pandangan nya masih terus menatap pohon-pohon tinggi. Hembusan nafas lelah di keluarkan karena terlalu banyak berpikir, bagaimana caranya agar semua bukti tentang kematian Irana bisa di ungkapkan?. Di dunia ini tak ada cctv apalagi kejadian terjadi saat keduanya berada di kamar dan keadaan Irana tengah tertidur. Terjadi begitu cepat.

"Apa yang kau pikirkan?."Tanya Xagara menatap Irana yang masih tak menatapnya.

"Adalena,"jawab Irana singkat.

Xagara berdecih."Ada apa dengan wanita itu?. Apa dia menganggu mu?."

"Kau tak pernah marah saat aku melakukan kejahatan padanya?,"tanya Irana menoleh menatap Xagara.

"Aku marah saat kau melakukan kejahatan Irana tapi satu sisi aku tak ingin mengekang mu dan pandangan mu seolah-olah tak berniat untuk berdekat denganku,"jawabnya.

"Kau akan mengetahuinya nanti." Ucapnya menunduk, kalung yang Adalena kasih tak berada di lehernya akan tetapi pada jiwa Irana asli yang berada pada alam lain. Ia kembali mengingat kejadian pertemuan pertamanya dengan pemeran utama wanita. Ia baru menyadari jika mata mereka bertubrukan, kedua pupil mata Adalena sedikit membesar. Pasti wanita itu terkejut dengan kedatangannya, apalagi rencana pembunuhannya gagal.

Irana berdecih, mengingatnya membuat dirinya bertambah marah. Ia melepas tangan Xagara dari pinggang dan perutnya begitu juga ia mendorong tubuh Xagara." Aku kepanasan jangan mendekat. Rasanya kepalaku ingin meledak."Erangnya.

"Katakan jika wanita sialan itu menyakitimu. Maka akan aku habiskan dirinya saat itu juga."

"Tak perlu karena aku tak menginginkan itu."Ucap Irana kembali menatap hamparan pepohonan di sepanjang perjalanan.

Hari telah malam dan seperti biasa mereka semua membangun tenda. Kali ini mereka sedang makan dan pastinya Miko lah yang  akan memasak dan seperti biasa rasanya selalu enak, selain jadi ksatria, Miko juga sangat cocok menjadi koki. Keahlian memasaknya tak perlu di ragukan lagi.

  Semua makan dalam diam bahkan kali ini Irana tak memuji masakannya. Ia terlalu malas jika kejadian waktu itu terulang kembali yang membuatnya tersedak makanan.

  Para ksatria memasuki tenda mereka dan mulai tidur begitu juga dengan Xagara dan Irana meski setelah dua jam berlalu Irana memilih keluar duduk di pinggir api unggun menikmati suasana sunyi dengan bulan terang yang menyinari bumi di malam hari. Ia mendongak menatap bulan yang amat terang, kedua tangannya ia tempuh ke belakang menempuh tubuhnya. Nafas kasar di keluarkan, dirinya tak boleh lemah dan dirinya juga tak ingin terlalu lama di dunia ini, bagaimana pun ini bukanlah dunia aslinya.

"Duchess, apa yang kau lakukan?."Tanya Lion seorang ksatria berambut hijau dengan mata senada. Ia datang dan duduk di samping Irana dengan adanya jarak.

Irana menengok dan menggeleng, ia kembali mendongak menatap bulan dan bintang-bintang. Membuat Lion juga ikut mendongak.

"Bulan dan bintang selalu indah duchess. Sayangkan seorang ksatria sangat susah menikmati indahnya bulan dan bintang karena tugas yang membuat mereka sibuk dan lelah. Meski melihatnya, itupun sebentar, tak ada menikmati dengan tenang,"ucapnya.

"Ya, kau benar. Pasti sangat berat bagimu melewati ini semua."Lontarnya menatap Lion. Kedua tangannya tak ia tempuh di belakang lagi melainkan memeluk kedua kakinya."Apalagi di tambah duchess yang kasar padamu. Pasti kau sangat kesal dengan kelakuan duchess ini."

Lion berkekeh, tak elak ia mengangguk."Aku sangat kesal tapi apa yang bisa aku lakukan?. Jika aku melukai mu sedikit saja mungkin aku telah tiada,"guraunya.

Irana tertawa pelan dengan  mengeratkan kain saat angin malam kembali menerpa."Lion."Irana menatap mata Lion."Maafkan aku, maaf karena aku membuatmu marah, memperlakukan mu seperti orang yang tak  ternilai. Memarahi, memukuli bahkan aku tak segan memaki."

Lion mengangguk dan tersenyum."Aku menerima permintaan maaf mu duchess. Aku harap kau tak mengulanginya lagi. Sungguh aku sangat bahagia dengan dirimu yang sekarang meski dulu aku juga melihat sisi baikmu. Manusia tak selamanya baik duchess, manusia pasti mempunyai sisi tak baik dalam hidupnya."

Irana masih terus mendengar ucapan Lion.

"Tetapi jika kejahatan lebih mendominasi, sungguh itu bukanlah hal yang baik."

"Lion, terima kasih kau telah menerima permintaan maaf Ku. Jadi maukah kau memakan makananku yang aku masakan untuk kalian saat kembali ke kediaman?."

Lion mengangguk."Saya akan menantikannya duchess."

"Aku pamit tidur dulu. Aku rasa kantuk ku sudah mulai datang."Ucap Irana pamit masuk ke dalam tenda.

Lion menghembuskan nafas lelah menatap Irana yang sudah masuk ke dalam tenda yang pastinya ada Duke di dalamnya.

"Jika kau menyadari bahwa aku menaruh hati padamu. Apakah kau bersedia meninggalkan Duke demi aku?."Lirihnya bertanya, entah pada siapa ia bertanya.

    Matahari kembali menyapa dengan kereta kuda yang kembali berjalan menyusuri jalanan sepi hingga berhari-hari sampai mereka kembali ke kediaman Timur. Kedatangan mereka di sambut baik oleh para pelayan, ksatria dan pengawal. Irana tersenyum menerima uluran tangan Xagara saat dirinya ingin turun dari tangga kereta dan  berjalan bersama masuk ke dalam istana. Saat sampai di dalam istana, Xagara berpisah dengan Irana, Irana yang menuju kamar nya dan Xagara yang menuju ke ruang kerjanya untuk  mengerjakan berbagai pekerjaan yang harus ia ambil sendiri. Meski begitu ada beberapa pekerjaan yang sudah di lakukan oleh asisten pribadinya. Irana berjalan masuk ke kamarnya bahkan ia melarang para pelayan yang akan ikut masuk memandikan dirinya.

"Kalian tak perlu ikut, aku akan beristirahat sebentar karena begitu lelah. Tidak ada bantahan,"ucapnya tegas sebelum menutup pintu kamar.

  Irana menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah hampir 20 menit ia keluar dengan gaun santai dan rambut yang di tutupi handuk lalu membaringkan tubuhnya di kasur yang  empuk.

"Pasti Adalena mempunyai sihir hingga ia bisa masuk ke sini. Aku harus melatih sihir ku dan menambah sihir pelindung agar tak ada yang bisa menyakiti diriku," pungkasnya.

"Aku harus memanggil penyihir untuk mengajari ku membuat perlindungan sihir di dalam kamar ini dan untuk diriku sendiri saat berada di luar. Aku juga harus melatih sihir yang sudah turun temurun."

"Huaa aku sangat lelah. Aku akan beristirahat sebentar,"rintihnya mulai menutup mata.

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang