Empat puluh

476 37 0
                                    

  Sudah pasti semua terkejut dengan keputusan dari Xagara bahkan Adalena juga begitu terkejut, ia rela bersujud di depan Xagara agar meminta ampun. Tapi, apakah Xagara peduli?, sama sekali tidak. Ia tidak akan membiarkan seorang pun menyakiti wanitanya.

"Saya tidak setuju yang mulia Duke."

  Semua mata tertuju pada Irana, begitu juga dengan Adalena yang menatapnya dengan berlinang air mata.

"Apa maksud mu sayang?. Dia telah menyakitimu dan aku tak akan membiarkannya begitu saja"Tutur Xagara lembut sambil mengelus pipi bulat Irana.

"Aku yang akan putuskan,"lontar Irana.

Irana menatap Adalena yang masih terduduk di lantai, ia berjongkok di depan Adalena.

"Kau hanya di hukum penjara selama 10 tahun."Katanya memberikan putusannya.

Adalena berdecih, ia menatap Irana penuh permusuhan."Gara-gara kau Irana!. Gara-gara kau aku seperti ini!."Teriak Adalena.

"Apakah kau sekarang puas?. Aku mencintai Xagara lebih dulu darimu, asal kau tau aku mencintai Xagara saat berada di akademi dan kau dengan enaknya mengambil Xagara dari ku?."Teriak Adalena.

Irana hanya bisa diam membiarkan Adalena melepas semuanya.

Adalena menunjuk Irana dengan tatapan tajam dan bibir yang bergetar."Karena kau aku seperti ini!."Bentak Adalena.

"Adalena!."Bentak Xagara.

Bibirnya kembali berdecih, dirinya muak dengan semua ini.dirinya berdiri di ikuti Irana yang masih menatapnya.

"Kalian tak pernah mengerti diriku. Irana, apakah kau tak bisa mencintai lelaki lain?, kenapa kau merebut hal yang ku suka?."Tanya Adalena lirih.

Irana yang di hadapkan pertanyaan itu pun entah harus berucap apa.

"Jangan pernah memaksa orang untuk mencintaimu, dan aku tak mencintai mu, diriku hanya mencintai Irana."Xagara berujar dengan mengambil tangan Irana untuk di genggam.

Semuanya menyaksikan hal ini, apalagi Adalena yang terbakar api cemburu.

"Kenapa semua orang mengambil kebahagiaan ku!."Teriak Adalena frustasi.

"Adalena."Lirih Irana mencoba meraih tangan nya tapi di tepis dengan keras. Irana juga sama mulai menitikan air mata.

"Maafkan aku, kita menikah juga karena politik dan dirimu tau, seberapa berusaha aku menolak, ayah akan selalu keras kepala,"ucap Irana mencoba memberikan pemahaman.

"Tidak bisakah kau melihat ku bahagia?."

"Aku ingin kau bahagia Adalena, kau sahabatku dan aku ingin kau mendapatkan yang terbaik."Irana menjawab pertanyaan Adalena dengan tatapan yang terus menatap Adalena.

"Sadarlah, aku di takdirkan untuk Irana,"sahut Xagara.

"Tak ada sedikit cinta untuk ku?."Tanya Adalena menatap Xagara tapi Xagara tak melihatnya melainkan melihat Irana.

Adalena yang melihatnya berdecih kecil, usahanya sia-sia.

"Kau menutup matamu seolah tak ingin melihat orang lain dan matamu hanya menatapku.Tapi sadarlah Adalena, ada seorang pria yang selalu melihatmu."Papar Xagara.

"Tapi aku hanya mencintaimu, persetan dengan pria lain, aku hanya ingin dirimu,"ucap Adalena.

"Maka sadarlah, kita sama Adalena. Kau melihatku tapi aku melihat Irana. Pria itu melihatmu tapi kau melihatku. Cinta ialah takdir, seberapa kau berusaha jika ia tidak di takdirkan untukmu maka akan terasa sia-sia. Terimalah keadaan dan buka matamu lalu lihat di sekitar. Kau akan melihat pria yang selalu melihatmu."Tutur Xagara.

"Sadarlah,"ucap Xagara lagi.

Semuanya hening untuk sesaat sebelum Adalena memberontak saat kedua pengawal memegang tangannya dan menarik paksa setelah suruhan dari Xagara lewat mata. Adalena berteriak tak ingin di masukan ke penjara, meski begitu tak ada yang peduli.

  Irana hanya terdiam, matanya menatap ke arah pintu dimana Irana asli tengah berdiri dengan senyumannya.

"Aku menyelesaikan satu hal. Tapi aku tak yakin akan meninggalkan Xagara."lirih Irana atau Ciya membatin.

  Saat Irana berbalik, dirinya tak sengaja melihat Poran yang sedari tadi menatapnya. Entah tatapan apa itu, Irana juga tak mengerti tapi dirinya bisa bernafas lega, setidaknya ada yang sudah ia selesaikan sekarang.

    Hujan membasahi bumi dengan orang-orang yang tengah berlindung di bangunan-bangunan atau tempat yang setidaknya bisa membantu mereka agar tak terkena hujan. Suasana menjelang pergantian tahun biasanya selalu meriah akan tetapi kali ini tidak di adakan pameran kota karena beberapa bulan lalu terjadi robohnya beberapa pelindung wilayah monster dengan wilayah manusia. Irana yang tengah berlindung di bawah gubuk dengan bunga-bunga yang berada di tangannya. Ia memang hari ini memilih berjalan-jalan di sekitar taman kota dan saat ingin pulang malah turun hujan.

  Suhu pun mulai mendingin, seharusnya dirinya memakai jaket berbulu atau setidaknya jubah. Saat sedang memeluk tubuhnya yang kedinginan seakan ada yang memeluknya dari samping. Senyuman manis dari seseorang yang menunduk menatapnya.

"Xagara?"Gumam Irana terkejut, apalagi dirinya di buat terkejut saat Xagara dengan cepat mengecup kening nya.

"Saat waktu dekat pergantian tahun memang selalu hujan,"Tutur Xagara.

Xagara mengeratkan pelukannya, dirinya menarik Irana lebih dekat hingga ke dekapannya.

"Wah cuacanya sangat dingin."Ucap Xagara mengeratkan pelukannya.

Irana tentunya membalas pelukannya dan mengangguk.

"Apa aku yang salah?, tapi sepertinya kau sedikit berubah."

Mengerutkan kening dan mendongak menatap Xagara dengan Xagara yang menatap ke depan.

"Maksud ku kau sedikit berisi, perut mu jadi lebih besar."

"Perut ku tetap sama"sungutnya, Irana tentu ingat saat bertemu tabib bahwa dirinya sedang hamil dua Minggu kala itu. Irana masih mengingat kata tabib itu
   "Selamat nyonya, anda sedang mengandung seorang anak dan sekarang sudah memasuki Minggu kedua."

Irana menghembuskan nafas kasar yang pastinya Xagara menyadari itu.

"Kau tak apa?,"tanya Xagara.

Dengan gelengan Irana menjawab pertanyaan itu, perlahan ia mulai melepas pelukan itu. Dengan merapikan rambutnya Irana memilih berbalik menatap ke depan menunggu hujan berhenti.

"Seperti nya akan selalu deras."Lontar Xagara melihat hujan yang turun begitu deras sedari tadi."Kita teleportasi saja."lanjutnya.

Irana mengangguk dan mendekat, ia kembali memeluk Xagara membuat Xagara tersenyum. Dengan gemas Xagara mengacak pelan rambut Irana lalu ia mendekap Irana dan keduanya menghilang.

  Setelah kepergian keduanya, Poran, pria itu muncul di balik kayu papan yang menjadi dinding gubuk itu. Dengan keadaan yang basah Poran terdiam melihat tempat dimana Xagara dan Irana berdiri tadi.

"Sayangnya aku begitu mencintaimu maka aku akan membawa mu kembali. Ini bukan dunia mu Irana."

FANTASIA( Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang