"Mas Bian!! Bukain pintunya, mas!." Ucap Aran sedikit berteriak.
Ia mengetuk2 pintu kamar tersebut sedikit kasar.
Saat Aran sedang adu mulut dengan Shani tadi, mereka mendengar seperti ada benda jatuh dr dalam kamar.
"Mas Bian! Bukain, mas! Kamu gak pp di dalam?." Giliran Shani yang mencoba memanggilnya.
Aran berlari menuju ruang keluarga untuk meminta kunci kamar tamu pd Ibu.
"Bu. Kunci kamar tamu dimana?." Tanyanya mulai panik.
"Di laci, sebelah tv. No. 2." Jawab Ibu.
Aran segera mengambilnya disana.
"Kenapa, bu?." Tanya Bapak.
"Gak tahu, pak. Coba kamu cek, pak." Jawab Ibu.
Bapak mengikuti Aran yg sudah berjalan kembali menuju kamar tamu.
Aran mencoba membuka pintu kamar tersebut.
"Mas Bian!!." Teriak Shani.
Begitu pintu terbuka, terlihat meja nakas yg ambruk dan apa yg ada di atasnya sudah berantakan di lantai. Sedangkan mas Bian, sedang duduk meringkuk sambil menutup kedua telinganya dengan tangannya.
Shani yg menghampiri mas Bian, langsung memeluknya.
"Mas Bian.. Kamu gak pp kan, nak? Mana yg sakit?." Ucap Shani.
Ia melepaskan pelukannya dan meneliti setiap bagian tubuh mas Bian.
"Mas Bian kenapa nangis?." Tanya Shani lagi.
Ia kembali memeluk mas Bian.
"Keluar! Mama sama ayah keluar!." Ucap Mas Bian sedikit berteriak sambil terus menutup telinganya.
"Enggak sayang. Mama gak akan keluar. Mama sama mas Bian terus." Ucap Shani.
"Mama jahat! Mama keluar. Mas Bian gak mau punya mama jahat." Ucap Mas Bian dalam tangisnya.
Shani terkejut mendengarnya. Aran yg berdiri dibelakangnya merasakan hal yg sama. Aran tidak menyangka bahwa mas Bian akan mengatakannya pd Shani.
"Heh! Ngomongnya jangan gitu ya!." Ucap Aran dengan sedikit marah.
"Mas, udah! Jangan dimarahin. Tenangin dulu anaknya." Ucap Shani. Bahkan sekarang ia juga menangis.
"Iya, mama jahat ya, nak? Maafin mama ya kalau mama jahat sama kamu? Sini dengerin mama." Ucap Shani.
Ia merenggangkan pelukannya dan berusaha melepaskan tangan mas Bian yg menutup telinganya.
"Gak mau!! Mama jahat!!." Teriak mas Bian sambil menepis tangan Shani.
"Lepasin dulu, nak. Mama mau ngomong bentar aja sama mas Bian, ya?." Shani kembali membujuknya.
"Sini! Biar aku aja." Ucap Aran.
"Ayah pergi!! Ayah jangan kesini!! Nanti ayah marah2. Ayah pergi!!." Ucap mas Bian saat mendengar suara Aran.
Shani semakin tidak tega mendengarkannya. Rasa takut mulai menyerang Shani. Ia memeluk mas Bian makin erat.
"Maafin mama, nak. Maafin mama. Mama janji gak akan ninggalin mas Bian lagi, ya? Mama akan sama mas Bian terus." Ucap Shani menahan isakannya.
"Tuh kan. Ini jadinya kalau kamu keseringan manjain dia. Jadi gini kan anaknya. Gak bisa dikasih tahu dikit. Langsung lemah kayak gini." Ucap Aran.
"Mas! Kamu kok nyalahin aku? Kamu gak denger tadi mas Bian bilang apa? Dia takut kalau kamu marah. Ini karna kamu keseringan marahin dia. Gak pernah ngasih tahu baik2. Kalau anaknya sampai kayak gini gimana? Bisa jadi sekarang dia sedang trauma." Ucap Shani, yg sudah melepas pelukannya dr mas Bian, dan menatap Aran.