7. pintu kamar terkunci

663 15 0
                                    

Dengan sepeda motor butut yang ia miliki semenjak kuliah Hasyna melaju membelah langit-langit malam yang gelap, sepertinya hujan sebentar lagi akan turun, beberapa kali ia juga melihat kilatan kilatan api membelah langit yang tidak berujung.

Motor matic yang dibelikan bapak untuknya satu setengah tahun yang lalu dari hasil panen semangka kala itu, meski second Nana tetap mensyukuri apa yang telah ia miliki, disadarinya bukan terlahir dari keluarga berada tapi ia tetap bersyukur karena lahir ditengah keluarga yang selalu mengajarinya untuk bersyukur dan tidak kufur pada nikmat yang telah diberi oleh sang pencipta.

Nana yang sesekali melirik jam tangan memacu kendaraan lebih cepat dari biasanya, beberapa kali melirik jam tangan di pergelangan lengan kirinya yang menunjukkan waktu pukul 10 malam, Nana yang biasanya pulang ke kost malam ini akan pulang ke rumah Rama dan akan mulai menetap disana meski dengan berat hati karena tidak mau jika nanti kembali pulang ke kost Rama akan menjemputnya paksa seperti kemarin malam.

Dari ujung jalan rumah megah yang didominasi dengan warna putih dan sedikit abu abu telah terlihat, rumah itu benar benar sangat bagus bahkan sampai sekarang Nana juga tidak percaya bahwa ia tinggal dirumah semegah itu, tapi jikalau boleh memilih ia lebih nyaman berada di kos-kosan daripada tinggal dirumah suaminya dan melihat perzinahan setiap hari didepan mata.

Laki-laki berseragam security telah stanby didepan pintu gerbang dan membukakan gerbang begitu tau Hasyna yang datang. Ia disambut bahkan di hormati selayaknya istri tuan muda yang sebenarnya, namun terkadang gadis itu masih merasa risih ketika perkerja rumah tangga menawarinya bantuan yang seharusnya bisa dikerjakan sendiri.

Satpam tadi membuka pintu gerbang dan melempar senyum kepada Nana yang membuka kaca helm.

"Selamat malam Nona".

"Malam juga pak". Nana yang belum kenal seluruh perkerja rumah mengangguk memberi senyum kepada satpam itu, entah berapa bekerja yang ada di rumah ini namun setiap pekerja memiliki tugasnya masing-masing dan ketika bertanya lama pekerja itu bekerja dengan mas Rama, mereka selalu mengatakan di sini sudah lebih dari 2 tahun.

Nana terus memacu motornya memasuki halaman rumah mewah yang sudah 2 hari ini ia tempati, entah mengapa saat melihat rumah ini nyalinya seketika menciut, mental-mental yang biasanya kuat sekuat baja tiba-tiba saja meleleh begitu saja apalagi ketika berhadapan langsung dengan Rama yang begitu menyebalkan, menakutkan juga menyesakkan pernafasannya.

Tangan mungil gadis itu menghentikan motornya di pojok garansi mobil Rama, salah seorang satpam mendekatinya hendak membantu Nana untuk memarkir motor seperti apa yang biasa dilakukan pada Rama setiap hari. Nana menolaknya dengan santun, tidak enak hati untuk memerintah atau meminta bantuan yang bersifat untuk keperluan pribadinya karena dirinya memang tidak memiliki hak apapun di rumah ini seperti apa yang dikatakan Rama kemarin.

"enggak usah pak makasih, Nana biasa parkir sendiri kok". Ucap Nana pelan tidak ingin menyinggung perasaan satpam yang menawarkan bantuan untuknya.

"baik nona".

"jangan panggil saya nona Pak, saya Nana, Hasyna. Saya lebih senang dipanggil Nana". Ucap Nana sembari berjalan menjauh dari sepeda motor yang telah diparkir.

Memang sedikit risih dengan panggilan nona, ia lebih senang dipanggil dengan nama pemberian dari orang tuanya.
Nana berjalan diantara koleksi mobil Rama yang terparkir rapi berderet disamping kanan dan kiri seperti saat berada diparkiran mobil. Gadis itu berdecak kagum tidak percaya jika kehidupan orang kaya memanglah beda dengan dirinya.

"Masyaallah".

"Masyaallah".

"Masyaallah".

Mobil BMW, RUBBICON dan TESLA serta  yang berharga milyaran juga ada digarasi mobil, tidak sebanding dengan harga motornya yang kurang dari 10 juta yang bagi Rama uang segitu adalah uang jajannya saja, mobil disini adalah mobil mobil yang pernah Nana lihat di jalan raya dan film film layar lebar.

bidadari_ku menangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang