28. Pulang dari rumah sakit.

656 16 0
                                    

Nyeri perut amat sangat ia rasakan meski hari ini telah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit, tubuh Nana masih terasa lemah bahkan ia sering kali muntah dan perutnya terasa sakit ketika makanan yang ia makan masuk ke dalam kerongkongan. Hanan yang sedari kemarin menunggunya langsung pamit ke kampus begitu simbok Siti datang, ia tahu jika Hanan merasa tidak enak jika harus berlama-lama menunggunya di sini.

Selama di Rumah Sakit pula Nana tidak melihat Rama, fikirannya semakin yakin jika memang Rama tidaklah menganggapnya berharga. Hal ini pula yang menambah kekecewaan dalam dirinya, saat sedang berjuang melawan asam lambung yang rasanya luar biasa justru laki laki yang berstatus menjadi suami tidak ada bersama dengan dirinya.

Ia menghembuskan nafas pelan, mungkin asam lambungnya naik karena pikiran terlalu dalam tentang ucapan Clara yang senantiasa terngiang-ngiang dalam benaknya. Ia ingin bertanya simbok pun tentang mengapa ia dijodohkan sepertinya percuma karena simbok pasti akan berdiri di belakang Rama dan menutupi apapun hal buruk yang dilakukan bosnya.

Hashina hanya berbaring lemah di atas tempat tidur, tidak banyak hal yang dapat ia lakukan selama dirumah sakit untuk bicara pun sepertinya ia tidak mau. Tubuhnya masih terlalu lemah ditambah pikiran-pikiran yang masih berkecamuk dalam benaknya, ia rasa pingsannya kali ini bukan karena ia kurang makan melainkan karena pikiran yang sejak kemarin menggerogoti tubuh. Semalam sebelum pingsan ia sama sekali tidak dapat tidur padahal dokternya terdahulu sering kali berkata jika ia tidak boleh memendam banyak pikiran karena akan memicu asam lambungnya naik.

"Jam berapa kita pulang mbok?". Tanya Nana setelah sekian lama berdiam diri, simbok menoleh dilihatnya istri dari tuan muda yang selama ini ia rawat. Sebenarnya simbok sendiri sangat senang dengan kedatangan Hashina di rumah tuan muda daripada kedatangan Clara yang seolah telah bersiap menjadi nyonya di rumah itu dan dengan semena-mena memerintah seorang pelayan.

"Nunggu pak Anto jemput mbak". jawab perempuan yang sudah berumur itu pada Hashina, ia melihat pergelangan lengan kanan Hasina yang tidak lagi menempel infus karena pagi tadi infusnya telah dilepas.

"Apa Pak Anto nggak nganterin Mas Rama ke kantor ?". Ucap Nana memastikan jika saat pulang nanti Rama memang tidak ada di rumah, ia takut Rama akan memarahinya karena  pingsan di kampus.

"Dari kemarin tuan muda pergi ke luar kota mbak, pagi-pagi tadi pak Anto harus ke kantor mengantar Berkas untuk diserahkan sama mas Angga". jawab simbok memberitahu, Nana sendiri menghela nafas lega karena tahu saat pulang nanti Rama tidak ada di rumah.

"Mas Rama pulang hari apa ya?". tanyanya lagi memastikan, simbok menggeleng tidak memberi jawaban apapun seolah menandakan ia sendiri juga tidak tahu kapan tuan mudanya akan pulang dari luar kota.

Tanpa Nana tahu simbok Siti sebenarnya telah mengabari Rama bahwa hari ini istrinya telah diizinkan untuk pulang, Rama yang memberitahu pada simbok agar tidak memberitahu Nana bahwa hari ini ia juga akan segera pulang menuruti kemauan dari tuan mudanya, sesekali simbok juga melihat Nana yang lemas dengan tatapan sayu diperlihatkan dari bola matanya, ia tahu berada di posisi gadis ini tidaklah mudah, di satu sisi iharus menjalani pernikahan tanpa cinta di sisi yang lain harus melihat suaminya bersama dengan perempuan lain di dalam rumahnya sendiri.

"Ayo mbak keluar!, pak Anto sudah jalan ke sini". Ajak simbok, Nana yang tadinya bermalas-malasan dengan berbaring di tempat tidur mencoba untuk duduk diatas tempat tidur. Simbok membantunya dan tak lama pak Anto pun datang ia membantu membawa tas juga peralatan makan dan peralatan mandi yang dibawa simbok tadi sementara simbok membantu istri dari majikannya berjalan.
Simbok sendiri melihat Nana yang masih sangat lemah, bahkan wajahnya terlihat pucat.

"Pak Anto makasih ya". Ucap Nana dengan suara sedikit serak, pak Anto mengangguk dan melempar senyum kepada istri majikannya.

"Iya mbak, seperti sama siapa saja. Ini sudah tugas saya". Jawab laki-laki yang usianya hampir sama dengan usia bapaknya di desa, Nana memberikan senyum getir untuk dirinya sendiri meski hidup yang harus ia jalani sangatlah membuatnya terbebani karena harus kembali ke rumah Rama. Jika diperbolehkan memilih Nana akan memilih untuk tinggal di kos daripada tinggal di rumah Rama, apalagi mendengar perkataan Clara kemarin sangat membuat hatinya sakit hati.

bidadari_ku menangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang