70. Luka Baru

498 21 13
                                    

Setelah puas menitihkan air mata kecewa yang kembali ia dapat dari suaminya membuatnya yakin jika perpisahan adalah jalan terbaik yang harus diambil demi kesehatan jiwa yang selama ini terancam kestabilan emosinya. Bukan hanya itu saja, gadis 18 tahun itu agaknya juga belum mengerti jika laki laki yang pagi tadi memeluk dan menghapus air matanya sekarang malah kembali menjadi bagian dari luka terdalamnya lagi.

Hatinya hancur, perasaannya tak bertepi, ibarat kaca yang retak dengan serpihan serpihan yang mulai memisah dari bingkainya, memungut retakan itu dan merakitnya kembali adalah hal paling baik untuk ia lalui meski hasil dari rakitannya tidak secara total menutup sisi gelap yang sebenarnya ia sembunyikan dalam luka hatinya sendiri.

"Apa semalam itu sama sekali tidak berarti?". Pekik Hasyna disela air mata yang masih saja mengalir membasahi pipi, seperti tidak ada udara segar yang bisa ia hirup dikamar ini hingga membuatnya seakan sulit untuk bernafas dan merasa pengap. Memori otaknya memunculkan ingatannya tentang Rama, laki laki halal yang sebenarnya sudah sangat ia cintai, laki laki yang ia kira akan menjadikan cinta ini sebagai satu satunya dan ternyata ia salah karena selama ini hanya menjadi salah satunya sebab didalam hidup suaminya masih ada nama perempuan itu diurutan pertama yang menjadi prioritasnya.

Serpihan demi serpihan remuknya hati akan kembali ia pungut dan ia satukan dengan tangannya sendiri, sadar betul dengan semua tamparan ini jika berharap pada manusia adalah cara paling sederhana untuk membuat luka dari rasa kecewa.

Sedari tadi meratapi kisah cinta segitiga dalam hidupnya membuat tenggorokannya semakin kering, rasa lapar juga mulai terasa diperutnya setelah seharian tidak terisi makanan, hanya 2 potong brokoli yang masuk keperutnya pagi tadi lantaran obrolannya bersama Rama yang membuat hatinya tidak karuan pagi itu. Jika pagi tadi ia berfikir Rama akan berubah dan menjadi pelindungnya, sekarang ia tau jika khayalannya itu tidak akan pernah terjadi dalam kisah percintaannya.

Langkah kaki gontainya berjalan menuju kamar mandi, tidak ada sedikitpun air minum yang tersisa dikamar ini. Botolnyapun jatuh ditangga dan tidak sempat ia ambil karena rasa herannya saat mendengar Rama kembali membentaknya seperti dulu, ternyata lembutnya Rama beberapa ini hanyalah kepalsuan yang sengaja diciptakan. Jika memang laki laki itu benar benar cinta mana mungkin tega membuat hati wanitanya berulang kali terluka. Hasyna membasuh wajahnya, dilihatnya mata sembab yang senantiasa menemani kegundahan hati, langitnya mendung kembali hari ini.

Dengan tangan mungilnya Hasyna menyatukan kedua tangannya membentuk mangkok setelah menyalakan keran air, diisinya tangan itu dengan air mengalir di wastafel kamar mandinya hingga beberapa kali ia meneguk air dari sana, meski rasanya sedikit aneh tapi paling tidak bisa mengurangi rasa haus dan mengganjal lapar yang mulai memberi alarm dari dalam tubuhnya.

Gadis bertubuh mungil dengan kondisi pernikahan yang dipenuhi air mata, gadis itu berdoa dan memohon untuk dimantapkan hatinya serta berharap agar apapun yang terjadi setelah perpisahannya nanti tidak akan membuat luka dihati orang tuanya. Jauh dilubuk hatinya menjerit, menangis ditengah tengah bunga bermekaran yang dipaksa mati. Nama Rama sudah terlanjur terpatri ditaman hati.

"Uhhibbuka bihubbi man la ya' rifuhu i'lla man kholaqoha".

(Aku mencintaimu dengan cinta yang orang lain tidak tau kecuali penciptanya)

Ucap gadis itu kemudian melepas mukenanya, entah mengapa semakin kemari perasaannya justru semakin kesana, semakin menghendaki perpisahan justru ia semakin cinta dengan suaminya, wajah Rama terus saja hadir dalam lamunannya sampai sampai gadis itu menjatuhkan tubuhnya dikasur, perut keroncongan dengan rasa lapar begitu terasa bersamaan dengan tenggorokan kering yang terasa gatal setelah ia meminum air keran dikamar mandi tadi.

"Kamu tau mas?, aku benar benar jatuh hati padamu". Ucap Hasyna lirih, berusaha membuat lega dirinya dengan mengutarakan isi hatinya meski hanya didengar tembok dan hilang terbawa angin, sebenarnya hatinya benar benar rapuh dan hancur hanya saja ia terlalu pintar menutupi dan menjaga lisannya agar tidak mengadu pada siapapun kecuali kepada Allah.

bidadari_ku menangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang