43. Coklat Panas.

657 15 0
                                    

Setelah bertempur melawan berkas laporan yang terbengkalai beberapa hari terakhir membuat laki laki yang usianya telah memasuki angka ke 28 itu harus bekerja lebih ekstra, namun semangatnya kian membara karena hari ini ditemani gadisnya yang baik hati. Dengan telaten pula Hasyna menyuapinya pizza dan buah serta tidak segan membersihkan sekitaran mulutnya yang kotor. Sesekali diliriknya Hasyna yang melihat sekitaran jalan lewat kaca pintu mobil yang tertutup rapat, nampak gadis itu terlihat sangat manis juga penurut, wajar saja mami dan papi sangat menyukainya dan memilihnya sebagai menantu padahal diluaran sana banyak anak gadis dari teman teman papi yang lebih cantik dan berpendidikan tinggi namun mami dan papi justru lebih memilih Hasyna yang memang sebaik ini, benar kata Angga waktu itu jika gadis ini adalah manusia jelmaan bidadari.

Suara ponsel yang berbunyi membuat Hasyna menoleh suaminya yang sedang menyetir, perempuan itu melihat Rama yang melempar senyum kepadanya dan mengangkat telepon itu. Hasyna juga baru tau jika ponsel Rama tidak hanya satu dan diantara ponsel itu tidak ada satupun yang ia ketahui nomornya. "Bisa bisa.... oke byee".  Ucap Rama setelah menerima telepon dan kembali melihat istrinya yang masih melihat kearah kaca mobil, mata elangnya menyipit saat menangkap kerudung istrinya yang sedikit menyingkap dipipi kanan dimana bekas memaran masih terlihat jelas membiru.

"Hasyna..". Rama memanggil istrinya dengan suara lembut.

"Dalem mas..". Hasyna menoleh dengan wajah polos yang ditujukan pada Rama, laki laki yang tidak bisa berbahasa jawa itu mengernyitkan dahi mendengar jawaban dengan suara kalem dari Hasyna.

"Iya mas". Hasyna mengulangi, ia lupa jika suaminya tidak bisa berbahasa jawa.

"Mas antar kerumah sakit ya...".

"Mau apa mas?". Hasyna tidak mengerti mengapa tiba tiba Rama hendak mengantarnya kerumah sakit sementara dirinya sudah baik baik saja sejak tadi.

"Pipimu masih bengkak, kamu makan juga kesusahan kan tadi?".

"Ah ngga perlu mas, ini sudah mendingan ketimbang 3 hari yang lalu". Hasyna menjawab dengan sendu, perih sendiri hatinya jika mengingat kejadian malam itu saat ditampar oleh pacar suaminya. Rama tersentak mendengar jawaban istrinya dan dengan luka yang diterima gadis ini masih bisa tersenyum dan berbuat sebaik ini kepadanya. Tanpa marah tanpa mengumpat benar benar Rama dibuat kagum dengan keikhlasan yang dimiliki istrinya.

"Mas boleh lihat pipinya??".

Nana menggeleng, justru ia lebih memajukan karudungnya agar pipinya yang bengkak semakin tidak terlihat. Rama mengangguk pelan tidak ingin memaksa gadis itu untuk berbuat sesuatu tidak diinginkan, baginya bisa membuat gadis ini bersama dengannya sedekat ini saja bisa membuat hatinya teramat bahagia.

"Mas kok belok kesini?". Nana melihat suaminya begitu menyadari Rama memasuki sebuah tempat makan dengan menu utama ayam yang cabangnya sudah dimana mana.

"Mendadak ada yang ngajak meeting". Jawab suaminya sambil memarkir mobil BMW yang ia tumpangi, Nana turun dan mengikuti Rama dari belakang sambil menperhatikan tubuh atletis yang dimiliki suaminya.

"Mas Nana duduk disana saja ya". Ucap Nana menunjuk meja yang jaraknya cukup jauh, gadis itu melihat suaminya yang mengeluarkan laptop dari tas kantor yang ditaruh disamping tempat duduknya, "sini..". Rama menarik tangan Hasyna hingga gadis itu duduk disamping kirinya,

"Nanti Nana malah ganggu mas meeting". Ucap Nana tidak enak dan tau diri yang membuatnya hendak beranjak dari tempat duduknya.

"Ssstttt". Rama mengacungkan telunjuk tangan kebibirnya sendiri, ia meminta Hasyna untuk anteng ditempat duduknya tanpa banyak protes. Gadis itu melihat kesekeliling, sesekali pula melihat Rama yang benar benar fokus pada laptop yang membuat Hasyna tidak berani mengganggu laki laki itu meski hanya ingin bertanya dimana ada toilet lantaran mendadak kepalanya pusing.

bidadari_ku menangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang