82. Selamat tinggal.

571 24 8
                                    

"Mas....". Hasyna yang telah bersiap siap sejak seusai sholat subuh tadi sekarang tengah berada dikamar suaminya. Ia sudah tidak sabar untuk pulang kerumah orang tuanya hari ini, Rama sendiri yang berjanji minggu lalu jika minggu ini akan menemaninya kekampung. Hatinya lega, akhirnya hari hari yang ditunggu telah tiba dan ia akan memulai hidupnya yang baru didesa tempatnya lahir dan dibesarkan bersama dengan orang tua. Entah apa kata orang orang nanti ia tidak ingin tau dan tidak mau mendengarkannya, lagi pula kehidupan ini kehidupan yang harus dijalani dan ditentukan sendiri.

Setelah resmi berpisah nanti Hasyna berharap agar Rama juga bisa memulai hidupnya yang baru, hidup yang bahagia bersama perempuan yang ia cinta dan tidak perlu merasa sungkan pada gadis kampungan ini. Laki laki tampan dan kaya raya bukankah cocoknya dengan perempuan cantik yang populer?, sepertinya Rama dan Clara memang sudah sepaket, berbeda dengan dirinya yang sangat jomplang ketika masuk dalam kehidupan Rama.

Mau dinilai dari segi apapun ia tetap tidak ada apa apanya dibanding perempuan bule itu, secara kecantikan dirinya hanyalah gadis jawa yang memiliki wajah khas nusantara dengan hidung mungil, bibir kecil dan mata sayu. Sedangkan Clara, perempuan itu sangatlah cantik, selain kulitnya yang putih perempuan itu juga memiliki postur tubuh tinggi dan langsing, hidungnya mancung dengan sorot mata tajam mematikan. Jika dilihat dari gelar pendidikan, meski suka mabuk dan menyukai dunia malam perempuan itu telah menyandang gelar sarjana disalah satu universitas terbuka, berbeda dengan dirinya yang sekarang malah mengambil jeda karena kejadian naas itu. Mau di bandingkan dari kekayaan atau dari status keluarga, Clara adalah putri dari rekan bisnis Rama, ayahnya seorang pengusaha sama seperti Rama dan salah satu mitra kerja dari Bhaskara group, sedangkan dirinya hanyalah anak seorang petani miskin, motorpun beli second dan kuliahpun karena sapat beasiswa.

"Hufft". Hasyna menghembuskan nafas berat saat tidak ia temukan Rama didalam kamarnya, pandangannya berkeliling lagi namun tetap saja laki laki itu tidak ia temukan berada di dalam sini.
"Bibirnya tersenyum, sorot matanya berubah layu saat kembali melihat kasur berukuran king size yang ada dikamar ini. Selama menjadi istri ia sama sekali belum pernah tidur dikasur ini, bahkan ingatannya masih jelas memunculkan kenangan pahit saat Rama marah dan mengusirnya dari kamar ini dihari pertama ia diboyong kerumah suaminya.

"Sepertinya memang benar jika mas Rama hanya akan memakai kasur ini bersama pujaan hatinya, dan aku bukan pujaan hati dari laki laki tampan itu". Batin Hasyna dengan senyum kecut, ia berjalan keluar dari kamar menuju ruang fitnes.

Dari  ambang pintu ruang fitnes itu dapat dengan jelas ia lihat suaminya tengah berolahraga dengan alat alat besar seperti yang ia lihat ditempat tempat gym. Tubuh atletis tanpa baju itu basah dipenuhi keringat yang bercucuran dengan rambut yang terlihat lepek yang menambah daya tariknya, sejenak Hasyna terdiam memandangi Rama dalam waktu yang cukup lama, merayapi perut bergaris persegi dengan otot yang menyembul dimana mana. Laki laki tampan yang tidak bisa dipungkiri jika itu adalah suaminya, selama pernikahan ini pula ia dan Rama masih sangat asing satu sama lain, Rama juga belum pernah menyentuhnya. Mungkin laki laki itu juga jijik padanya dan menganggapnya sebagai pembantu seperti yang pernah ia dengar dikamar hotel waktu itu.

Fikirannya kembali melayang memikirkan perpisahan yang sudah ada didepan mata, hatinya sebenarnya menjerit enggan untuk pergi apalagi dengan sikap hangat yang diberikan suaminya akhir akhir ini. Tapi, gadis itu sadar jika dia bukan perempuan yang diinginkan wajarlah belum sempat memiliki sudah dipaksa keadaan untuk mengiklaskan.

"Semoga kita bisa bertemu kembali dengan versi terbaik menurut Allah". Batin Hasyna yang saat ini tengah merana, hari yang ditunggu tunggu untuk pulang telah datang namun rasa sakit juga hadir beriringan. Benar kata para pecinta jika titik terbaik mencintai bukan lagi memiliki atau mengikhlaskan melainkan sudah berada pada tingkat mendoakan, sama seperti yang ia rasakan saat ini. Fikirannya hanya mengutamakan kebahagiaan Rama bersama perempuan yang selama ini dicintai laki laki itu, sadar betul jika kebahagiaan dan surga yang diinginkan bukan terletak pada dirinya daripada memaksa lebih baik mengikhlaskan, lagi pula ini salahnya bukan salah suaminya karena ia datang diwaktu dimana hati Rama telah terisi bidadari yang sempurna sesuai kelasnya.

bidadari_ku menangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang