85. maaf ya??

481 26 11
                                    

"Nona,..."

"Nona makan dulu ya". Bujuk Rama kepada istrinya yang tetap tidak mau makan makanan yang ada didepannya. Meski sudah tidak menangis namun Hasyna masih merengek ingin pulang dan meminta Rama untuk segera mengantarkannya.

"Mas, Nana mau pulang". Ucap gadis itu lagi dengan suara serak, ia melihat Rama yang juga langsung menoleh melihatnya dengan tatapan pilu. Rama melepaskan sendok ditangannya dan beralih pada gadis ini, digenggamnya tangan Hasyna dan perlahan dielusnya.

"Nona, mas ingin berbicara sesuatu denganmu". Ucap Rama pelan, ia masih menggenggam tangan Hasyna dengan jari yang mengelus lembut punggung tangan gadis itu.

"Nana cuma mau pulang mas". Ucap Hasyna lagi, Rama membalasnya dengan senyum kecil. Ia tau jika Hasyna sudah benar benar memutuskan gadis ini akan senantiasa merengek seperti ini dan tugasnya kali ini hanya meyakinkan jika ia akan menjadi suami yang baik setelah ini.

Memang hingga detik ini dirinya mengakui jika selama sepuluh bulan berumah tangga dirinya belumlah layak disebut sebagai suami, didalam rumah yang dibangun justru tidak menjadikan istri layaknya seorang tuan putri namun dengan sengaja menggali kubur untuk perempuan ini. Mungkin jika ia berada di posisi Hasyna ia juga akan melakukan hal yang sama, memilih pergi setelah perjuangannya bertahan tidak dihargai lagi, bukan hanya itu saja karena luka yang diterima Hasyna bukan hanya luka hati tapi luka fisik juga cukup membuatnya sakit dan telapak tangannya tidak seperti dulu lagi.

Begitulah penyesalan, datang ketika hati benar benar dapat menentukan titik temu dimana perasaan itu berada. Gumpalan awan hitam masih menyelimuti hati yang dirundung sepi, sesaknya nafas masih dirasa dengan patahan perasaan yang tiada tara. Meski bersama Hasyna tapi kali ini ia benar benar merasa sepi dan sendiri, selayaknya air dan minyak gadis ini seperti enggan untuk dibersamai dan lebih memilih untuk sendiri.

Didengarnya tangis dengan segukan segukan kecil yang sudah berusaha ditahan oleh gadis berusia 18 tahun yang menunduk pilu disampingnya, meski berusaha tegar hatinya langsung teriris melihat Hasyna yang benar benar tidak mau diajak bernegosiasi lagi. Jika bukan karena rasa cinta dihatinya mungkin ia akan benar benar berpisah dengan gadis jelmaan bidadari ini.

"Nona". Panggil Rama lirih, laki laki itu menggeser tempat duduknya merapat mendekati Hasyna yang masih menangis. Dengan lembut dan penuh kasih tangan kekar berototnya mengusap usap punggung mungil istrinya, berusaha merasakan apa yang dirasakan gadisnya juga berusaha menenangkan gadis itu dengan seribu kesalahan yang selama ini telah terjadi.

Sejenak Rama terdiam, memberi waktu pada Hasyna untuk mengendalikan emosi yang meluap didasar hati. Ia tahu umur Hasyna masih sangat kecil jika dibandingkan dengannya jadi wajar saja jika gadis ini belum seutuhnya bisa mengontrol emosi dengan baik.

Rama menepuk nepuk punggung Hasyna dengan lembut, membersamai pujaan hati dengan mental yang sudah berantakan tidaklah mudah karena sakitnya perasaan hanya bisa diobati dengan hati itu sendiri.

"Nana mau pulang mas...". Ucap Hasyna yang sudah berangsur tenang, bola matanya memerah dengan aliran air mata yang deras membasahi pipinya, suaranya tampak payau juga serak yang tidak dapat membohongi siapapun jika pemiliknya sedang menangis.

"Iya, mas janji akan menemani nona jenguk bapak ibuk". Balas Rama dengan perasaan sedikit lega melihat kondisi Hasyna yang membaik dan mau berbicara, meski begitu rasa dihatinya masih gundah gulana tidak karuan tidak tentu arahnya. Menyakinkan orang yang sudah terlanjur kecewa tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, salah sedikit saja bicara bisa bisa berakhir sudah semuanya.

"Tapi sore tadi mas ingkar lagi!!!". Hasyna kembali menangis, suaranya juga lebih serak dari sebelumnya. Tangan mungilnya tampak menutupi wajah yang sudah basah dengan cucuran air matanya sendiri.

bidadari_ku menangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang