47

2.4K 96 6
                                    

Lanjut? Komen dan vote biar aku update lagi besok!🤎

***

Suara knop pintu terbuka kembali berbunyi, membuat Jingga dengan segera berpura-pura memejamkan matanya, karena ia pikir yang datang adalah Eros. Tapi ternyata dugaannya salah, yang datang bukan Eros, melainkan seorang wanita paruh baya sembari membawa nampan yang berisi nasi beserta lauk pauknya dan juga segelas air putih.

"Selamat malam, non," ujar wanita itu sembari tersenyum ramah.

"S-Siapa?" Tanya Jingga dengan gugup.

"Saya bi Sri, non. Pembantu baru disini, dan saya kemari karena di tugaskan oleh tuan Eros untuk memberikan makanan ini untuk non. Tuan bilang, non harus makan," jawab wanita paruh baya itu yang bernama bi Sri.

"Aku gak mau makan, bawa aja makanannya keluar!" Perintah Jingga sembari membuang pandangannya ke arah lain.

"Kok gitu non? Ntar kalau non gak makan, non bisa sakit," tutur bi Sri.

"Gapapa, emang itu yang aku pengen. Aku sakit, terus mati," ujar Jingga yang terdengar frustasi.

"Gak boleh gitu atuh non ngomongnya! Gak baik. Non harus semangat!" Kata bi Sri menasihati.

"Untuk apa bi aku hidup? Kalau aku bakal selamanya terkurung di sini, aku gak bisa lihat dunia luar," sahut Jingga sembari terisak.

Bi Sri yang melihat Jingga terpuruk seperti itu, membuatnya merasa kasihan dengan perempuan rapuh itu. "Tuan Eros pasti ngelakuin semua ini demi kebaikan nona," seru bi Sri.

Mendengar itu, Jingga lantas terkekeh miris, "kebaikan? Kebaikan apanya? Yang ada buat aku menderita. Bibi ngomong gini, karena bibi gak pernah ada di posisi aku, coba kalau bibi ada di posisi aku, bibi pasti bakal ngomong kayak aku tadi," ungkap Jingga. "Bibi juga gatau kan? Rasanya di buat jauh dari orang-orang yang kita sayang, di pisah secara paksa sama orang yang kita sayang? Sakit bi, rasanya sakit. Aku lebih baik mati daripada hidup kayak begini," lanjut Jingga berceloteh mengeluarkan seluruh unek-uneknya.

"Saya sangat paham apa yang nona rasain saat ini, karena saya juga pernah merasakan itu, di paksa pisah dari orang yang saya sayang," sahut bi Sri.

Jingga yang mendengar itu kini pun merubah pandangannya ke arah bi Sri. "Bibi pernah?" Tanya Jingga.

Bi Sri mengangguk sembari tersenyum. "Bahkan, bisa di bilang hidup saya jauh lebih buruk di bandingkan non. Maaf bukan maksud saya untuk membanding-bandingkan, saya hanya ingin berbagi cerita. Saya dari kecil tidak pernah bertemu dengan kedua orang tua saya, saya tidak tau mereka ada dimana sampai sekarang, mereka membuang saya waktu saya kecil, hingga kemudian, waktu dewasa saya menikah dengan suami saya yang derajatnya jauh berbeda dengan saya. Suami saya anak orang kaya, sedangkan saya? Dari awal pernikahan kami, kedua orang tua suami saya tidak pernah menyetujui hubungan kami. Mereka menolak keras, karena kasta kami yang berbeda. Hingga 3 tahun kami menjalani pernikahan kami, suami saya ketahuan berselingkuh dengan seseorang perempuan yang nyatanya itu adalah calon tunangannya yang sudah di jodohkan oleh orang kedua tuanya. Saya terpaksa menceraikannya karena kecewa dengannya, sampai kemudian setelah bercerai, saya hamil. Dan saya tidak pernah memberitahukannya tentang kehamilan saya, saya merawat anak saya seorang diri," celetuk bi Sri bercerita. Menghela nafas pelan, kemudian bi Sri melanjutkan ucapannya. "Tapi tiba-tiba saja, mantan suami dan keluarganya itu mengetahui tentang keberadaan anak saya, dan mereka pun mengambil paksa anak saya, membawanya pergi dari saya. Mereka tidak pernah mengizinkan saya bertemu dengan anak saya. Padahal waktu itu umurnya baru menginjak 5 tahun. Hingga sampai sekarang saya belum pernah bertemu dengan anak saya," lanjutnya sembari terisak.

Jingga yang melihat itu pun merasa prihatin. Dia ingin sekali mengusap bahu bi Sri sebagai penenang. Tapi apalah daya, tangannya kini sedang di rantai oleh Eros.

"Bi, jangan nangis!" Ujar Jingga dengan sendu.

Bi Sri tersenyum sembari menatap Jingga. "Ah, maaf, non. Saya kelepasan," tuturnya merasa bersalah.

"Non, harusnya bersyukur bisa di cintai begitu hebatnya oleh tuan Eros. Walaupun mungkin cara tuan Eros itu salah, tapi saya yakin jika nona bisa merubah tuan, tuan pasti perlahan-lahan akan berubah menjadi sosok yang jauh lebih baik, non," imbuh bi Sri.

"Tapi sekarang aku udah terlalu benci sama dia, bi. Dia udah ngehancurin hidup aku, dia ambil harta berharga aku secara paksa, dia ancam aku. Dia jahat bi, dia iblis," sahut Jingga dengan mata berkaca-kaca.

"Maaf saya gak bisa bantu apa-apa non, saya hanya bisa bilang, non harus tetap semangat! Saya yakin non pasti bisa melewati ini semua," ujar bi Sri. "Sekarang non makan ya, biar saya suapi. Non harus tetap hidup, buktiin kalau non itu gak lemah," lanjutnya.

Mendengar itu membuat Jingga berpikir sejenak, sebelum kemudian mengangguk dengan ragu.

Dan bi Sri yang melihatnya pun seketika tersenyum senang.

***

Beberapa menit kemudian, setelah Jingga menyelesaikan kegiatan makannya. Jingga pun merasa ngantuk, membuat dirinya pun tertidur.

Ceklek

Pintu terbuka, seseorang pun masuk ke dalam kamar yang di tempati Jingga. Orang itu adalah Eros. Setelah tadi marah dengan Jingga, laki-laki itu baru memutuskan untuk kembali ke kamar sekarang.

Eros pun melangkahkan kakinya menuju kasur yang di tempati Jingga. Kemudian laki-laki itu pun mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang.

Lama terdiam, hingga Eros pun menghela nafas pelan. "Kapan aku bisa ngebuat kamu cinta sama aku, Jingga? Kenapa kayaknya sesusah itu aku bisa ngedapatin rasa cinta dari kamu," ujar Eros dengan lirih sembari memandangi wajah Jingga yang sedang tertidur pulas. "Tapi aku gak bisa nyerah, aku gak bisa ninggalin kamu. Kamu punya aku, walaupun kamu gak bisa cinta sama aku," lanjutnya dengan tangan yang terkepal erat.

Lagi, laki-laki itu menghela nafas. "Good night my love. I hope you love me," ujar Eros sembari mengecup kening Jingga. "Maafin aku, karena udah marahin kamu tadi. Tapi kamu harus tetap di hukum, supaya kamu jera," lanjut Eros.

***

Pagi harinya, Jingga pun terbangun dengan keadaan tubuh yang pegal-pegal. Bagaimana tidak? Dirinya tidur dengan keadaan di rantai, Jingga benar-benar merasa seperti hewan saat ini.

Setelah mengedarkan pandangannya ke arah penjuru ruangan, Jingga pun di buat terkejut karena mendapati sebuah televisi yang amat besar berada di kamarnya. Padahal kemarin malam benda ini belum ada di kamarnya, tapi kenapa pagi ini benda ini berada disini? Itu membuat Jingga bertanya-tanya.

Jingga yakin, ini pasti ulah Eros. Dan Jingga juga yakin, bahwa ada maksud tertentu Eros menaruh benda ini di kamar mereka.

Ceklek

Masih asik berperang dengan pikirannya sendiri, Jingga pun terkejut mendengar suara pintu kamarnya terbuka. Dan rasa takut pun langsung menyelimutinya saat tau bahwa Eros lah yang masuk.

"Selama pagi, honey," sapanya saat sudah mendekat ke arah Jingga.

'Kayaknya ni orang udah gak marah lagi,' batin Jingga.

"Makan dulu yuk, aku udah bawain sarapan buat kamu. Oke? Aku suapin," perintah Eros.

'Nurut ajalah, daripada dia ngamuk kayak kemarin lagi, kan seram,' batin Jingga lagi.

Jingga menangguk, "I-Iya," sahutnya gugup.

Dan Eros yang mendapati jawaban itu pun tersenyum senang. Laki-laki itu amat senang melihat Jingga yang menurut kepadanya.

Kemudian, tanpa berlama-lama Eros pun dengan segera menyuapi Jingga memakan sarapannya. Hingga beberapa kemudian makanannya pun habis, dan Eros yang melihatnya pun semakin melebarkan senyumannya.

"Karena kamu hari ini udah nurut sama aku, dan kamu juga udah habiskan sarapan pagi ini, aku bakal kasih kamu hadiah," tutur Eros.

"H-Hadiah?" Tanya Jingga gugup.

"Iya, hadiah. Buat kamu, aku yakin kamu pasti bakalan suka," jawab Eros dengan senyuman miringnya.

Dan detik itu juga, rasa takut langsung memenuhi pikirannya. Bukannya bahagia, Jingga justru langsung berpikiran negatif tentang hadiah yang di maksud Eros.

Crazy ErosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang