07. Kecelakaan

10.7K 619 36
                                    

Hi, i'm back 💗

Karena banyak yang ngeluh aku lama update, jadi aku mau usahain, buat update seminggu 2x. Gimana? Setuju gak?

Aku tu sebenarnya dari awal pengen sering-sering update, tapi kadang aku banyak kesibukan, terus otak aku tu buntu buat mikirin alur selanjutnya, jadi aku minta tolong, buat kalian maklumin aku yaa, hehe.

Kadang aku juga ngerasa bersalah kok, karena kelamaan update dan buat kalian nunggu;( maafin akuu yaa sayang-sayangkuuuuuu 💗

Aku janji deh, kedepannya bakal sering update, kecuali kalau aku lagi sibuk yaaa.

Okee, seperti biasa jangan lupa votmennya ya!

Aku baik, kalian juga harus baik loh yaaa. Biar aku tu makin semangat buat nulisnya.
Kadang kalau sedikit yang vote atau coment tu rasanya kayak gimana gitu, sedih beb:(






***





"Gila, tai, monyet, asu." Segala umpatan keluar dari mulut Jingga sembari kakinya menendang-nendang angin di depannya.

Setelah kejadian tadi bersama Eros, kini gadis itu sedang menuju jalan pulang dengan berjalan kaki. Bukan tanpa sebab gadis itu memilih pulang dengan berjalan kaki, dia hanya ingin menjernihkan pikirannya karena mendengar ucapan laki-laki yang bernama Eros itu. Selain itu, rumah gadis itu pun tak jauh dari cafe yang tadi di datangin untuk berjumpa dengan Eros.

"Dia kira gue bakalan bertekuk lutut gitu sama dia, mentang-mentang gue mau minjam uang sama dia. Dia salah besar kalau berpikiran kayak gitu tentang gue." Ujarnya sinis.

"Nyesel gue minta bantuan ama tu orang, bagusan  gue kerja jadi pembantu di bandingkan harus balikan sama dia."

Setelah itu gadis itu pun ingin menyebrang. Sangking asiknya mendumel, gadis itu tak sadar bahwa dari arah samping kanannya ada sebuah mobil melaju kencang, hingga--

"Aaaaaaaaa." Jerit gadis itu sembari memejamkan matanya.

Tapi sebelum mobil itu menghantam tubuhnya, dia merasakan ada seseorang dari belakangnya yang lebih dulu mendorongnya. Hingga gadis itu terjatuh.

Brak

Gadis itu pun menoleh ke arah belakang karena mendengar suara benturan keras itu. Dan seketika tubuhnya pun menegang, waktu seolah-olah berhenti karena melihat pandangan di hadapannya.

Seseorang yang tadi mendorong tubuhnya dari belakang, kini terbaring lemah di tanah dengan darah di sekujur tubuhnya. Dan lebih terkejutnya lagi, seseorang itu adalah Eros, cowo yang tadi dia maki-maki.

Setelah sadar dari keterkejutannya, gadis itu pun melangkahkan kakinya ke arah Eros yang terbaring dengan sisa-sisa kesadarannya. Laki-laki itu tersenyum ke arah Jingga.

Sedangkan mobil itu? Sudah melarikan diri, dasar mobil sialan, batinnya.

Sesudah sampai di hadapan Eros, gadis itu pun berjongkok di depan tubuh Eros.

"K-Kamu gapapa kan?" Tanya Eros dengan nafas tersengal.  "S-Setidaknya aku udah berhasil nyelamatin kamu, walaupun hampir telat." Sambungnya.

Lihatlah! Seberapa besar rasa sayang Eros ke Jingga. Di saat dia sekarat pun, laki-laki itu masih tetap mempertanyakan keadaan gadis itu. Eros justru tidak peduli dengan keadaannya sendiri sekarang.

Kemudian setelah mengucapkan itu, laki-laki itu pun pingsan akibat tidak tahan dengan rasa sakit yang di rasakannya.

"Gak-gak, lo gak boleh tutup mata!" Katanya sembari mengguncang tubuh Eros.

"Eros, please! Lo bangun dong, jangan mati!" Katanya seraya masih tetap mengguncang tubuh lemah Eros. Bahkan gadis itu kini sudah mulai menangis.

"I-Ini bukan salah gue kan, hiks?" Tanyanya ketakutan sembari menutup mulutnya.

"Gak--ini bukan salah gue. Ini bukan salah gue." Lirihnya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Gue harus minta bantuan sama orang buat bawa Eros ke rumah sakit." Ujarnya.

"Bertahan Eros!" Katanya, kemudian Jingga pun melangkahkan kakinya untuk mencari bantuan.

Entah kebetulan dari mana, ada sebuah warung yang kebetulan banyak pembelinya. Tanpa menunggu lama, Jingga pun melangkahkan kakinya ke arah warung itu.

"Pak, buk. Tolongin saya!" Ujar Jingga.

"Ada apa, nak?" Tanya seorang ibu-ibu. "Kenapa kamu terlihat panik gitu?" Sambungnya.

"Ada teman saya yang di tabrak lari di sana, tolong bantu saya buat bawa teman saya ke rumah sakit pak, bu!" Jawab Jingga dengan memohon.

"Baiklah, mari ibu-ibu, bapak-bapak, kita bantu anak ini!" Sahut ibu itu lagi sembari menyuruh yang lainnya.




***




Sesudah sampai di rumah sakit, Eros pun langsung di bawah ke ruanh UGD oleh dokter, dan suster yang ada di rumah sakit itu.

Jingga sendiri sedang menunggu di sebuah bangku yang ada di luar ruang UGD tersebut dengan perasaan gelisah, air matanya tidak berhenti sedari tadi.

Gadis itu juga tadi sudah menghubungi kedua orang tua Eros dan juga kedua orang tuanya untuk datang kesini. Jujur saja, dia sangat takut sekarang, dia takut di cap pembunuh dan di laporkan ke polisi oleh kedua orang tua Eros.

Tap tap tap

Suara langkah kaki membuatnya semakin gelisah, dia takut itu adalah langkah kaki kedua orang tua Eros. Apa mungkin nanti dia akan di tampar? Di tunjang? Seperti yang ada di film-film. Oh no! Jingga benar-benar takut sekarang.

"Sayang!" Tebakannya salah, ternyata suara langkah kaki tadi adalah suara langkah kaki kedua orang tuanya.

"Mama, papa." Ujarnya sembari berhambur ke pelukan sang mama.

"Jingga takut, ma, pa, hiks." Adunya.

"Tenang sayang! Papa yakin Eros pasti baik-baik aja." Ujar Evan menyakinkan putrinya bahwa semuanya akan baik-baik saja, ya walaupun kenyataannya Evan juga gelisah sekarang.

"Iya sayang, tenang ya! Eros pasti bisa ngelewatin ini semua." Sahut Rachel.

Jingga pun melepaskan pelukan Rachel. "Jingga takut, hiks."

"Kita duduk dulu, oke." Ucap Evan sembari menggandeng tangan putrinya agar duduk di bangku yang tadi Jingga duduki.

"Sebenarnya gimana kronologinya, sayang? Kenapa bisa Eros ketabrak?" Tanya Evan ketika mereka bertiga sudah duduk.

"Ini salah Jingga, pa, ma. Jingga yang udah buat Eros kayak gini. Harusnya Jingga yang ada di posisi Eros sekarang! Kalau aja Eros gak nolongin Jingga yang hampir ketabrak sama mobil, Eros pasti baik-baik aja." Jelasnya.

"Stt, sudah ya! Ini bukan salah kamu, jangan meyalahkan diri kamu sendiri, kamu sebenarnya kan juga gak bakal tau kalau kejadiannya bakal kayak gini." Ucap Evan sembari menyenderkan kepala Jingga ke bahunya. Kemudian papa dari Jingga tersebut pun mengelus lembut rambut Jingga.

"Jingga gak boleh ngomong kayak gitu, ini bukan kesalahan Jingga." Tutur Rachel menimpali.

"Tapi Jingga takut, Jingga takut masuk penjara, Jingga takut di cap pembunuh, ma, pa." Ujarnya sembari menangis.

"Kami yakin, kedua orang tua Eros pasti akan mengerti ini, sayang. Udah, Jingga gak boleh berpikiran kayak gitu lagi, oke!"  Kata Evan seraya menghapus air mata putrinya. "Percaya sama kami." Sambungnya yang di jawab anggukan pasrah oleh Jingga.

"Maafin gue, Eros." Batinnya sedih.

















Loh, loh, kok ketabrak? Bakalan meninggal dong ya?

Sorry banget kalau misalnya kurang greget atau kurang ngefeal di kalian.

Maklum, diriku ini belum terlalu pandai untuk membuat cerita, hehe.

Tolong tinggalin jejak ya, say!

Sampai ketemu di partt selanjutnya💗💗

Crazy ErosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang