12. Dimaafin

711 56 0
                                    

"Fito?"

Fito langsung saja menoleh ketika namanya di panggil. Sedikit terkejut melihat Gio ternyata orang yang memanggilnya.

"Lo..."

Fito memperhatikan penampilan Gio yang menggunakan baju tidur satu stel sambil memegang sosis bakar di tangannya yang sudah hampir habis dan tangan satunya membawa sebungkus makanan. Tidak lupa dengan sandal slop yang dia gunakan.

Bahkan matanya sembab dan hidungnya merah seperti sudah menangis dalam waktu yang lama.

"Kenapa lo bisa ada di sini?" Tanya Fito. Dia heran kenapa Gio bisa ada di Jakarta apalagi dengan penampilan yang terlewat santai seprti memang tinggal disini.

"Harunya gua yang nanya, kenapa lo disini?" Bukannya menjawab Gio malah berbalik tanya.

"Gua abis pergi terus motor gua mogok tiba-tiba." Fito menunjuk motornya yang terparkir di pinggir jalan.

Gio menatap motor Fito itu lalu mengangguk paham. "Mau ke tempat gua dulu? Udqh malem ga ada bengkel yang buka juga pastinya." Ucap Gio.

"Tempat lo?" Gio pun mengangguk sebagai balasan.

.
.
.

Kini Gio dan Fito sudah ada di dalam apartemen Jeno. Fito memperhatikan tiap sudut ruangan apartemen. Pada akhirnya Fito setuju dengan usul Gio untuk pergi ke tempat Gio.

"Lo tinggal disini?" Tanya Fito.

Gio menggelengkan kepalanya kemudian menyimpan sebungkus makanan yang baru saja dia beli diatas meja bar.

"Engga, gua cuman lagi bginep doang sebentar." Ucap Gio. Tangannya menjulur mengambil piring.

"Terus ini tempat apa?" Fito sangat penasaran akan hal itu.

Gio membuka bungkusan makanan yang dia beli lalu memindahkannya ke atas piring yang baru saja dia ambil.

"Ini apartemen bang Jeno. Tadi gua ad urusan di daerah sini jadi sekalian aja nginep disini."

"Lu mau? Gua cuman beli satu sih tapi bisa di bagi dua soalnya porsinya kumayan banyak."

Gio menawarkan makanan yang tidak lain adalah nasi padang.

Fito menggelengkan kepalanya, "lo makan aja, gua udah makan barusan."

Gio mengangguk lalu mulai menyantap makanannya. Belum juga makanannya masuk ke dalam mulutnya Fito menahan tangannya membuat nasi yang di sendoknya berhamburan.

"Lo gila! Mau mati hah? Ngapain lo mau makan cumi anjirt!" Fito membulatkan matanya dengan sempurna ketika menyadari lauk yang akan Gio santap adalah cumi saus padang.

Gio menatap sedih tumpahan nasi tersebut dengan cumi yang ikut jatuh diatas meja.

"Gua suka cumi." Lirihnya sambil memelas.

Gio mengerjapkan matanya dan menyadarkan dirinya, "sorry, sorey gua sempet lupa kalo gua ada alergi. Abisan cuminya tadi keliatan menggoda jadi gua pesen."

"Yaudah nih buat lu aja, sayang kalo ga di makan. Gua tau sebenernya lu belom makan kan?"

Gio tersenyum lalu menyodorkan piringnya untuk Fito. "Yaudah pokonya lu abisin deh gua ke toilet dulu."

Fito memperhatikan punggung Gio yang kemudian hilang dibalik pintu. Sebenernya dia penasaran dengan keadaan Gio yang terlihat sedikit kacau hari ini.

Kini matanya beralih pada amplop coklat yang membuatnya penasaran sedari tadi. Sebuah amplop ber cap rumah sakit yang jaraknya tidak jauh dari sini.

Tangannya bergerak untuk melihat isi dari amplop tersebut. Kemudian dia membacanya. Matanya terbelalak ketika melihat tulisan yang ada di sana. Lembar per lembar Fito perhatikan.

Dengan cepat Fito memasukan kembali kertas itu kedalam amplop setelah mendengar pintu toilet yang terbuka dan menampakkan tubuh Gio.

Sedikit tidak dapat di percaya namun itu kenyataannya. Sepertinya Fito sekarang tau alasan mata sembab dan hidung merah Gio hari ini. Fito terus memperhatikan Gio hingga kini Gio sudah ada di depannya.

"Udah makannya? Kok ga di abisin?" Tanya Gio saat sudah duduk di kursi bar di hadapannya.

Tidak menjawab Fito kemudian memasukkan makanannya kedalam mulut dan menikmati cumi tersebut.

"Enak kan cuminya?" Tanya Gio dan Fito mengangguk.

Rasanya Fito ingin menangis saat ini juga melihat wajah sahabatnya yang sempat dia benci. Entah kenapa kekecewaannya hilang begitu saja dan kini dia sangat merindukan kebersamaan mereka.

"Se enak itu ya? Sampe mata lo berkaca-kaca gitu. Jadi iri gua pengen makan cumi juga."

"Iya enak." Ucap Fito dengan air mata yang sudah jatuh kelopaknya sudah tidak kuat membendung air matanya lagi.

"Lebay banget anjir sampe nangis gitu." Ledek Gio.

"Ini enak banget Yo makanya gua nangis, gua ga bisa nahan nagis gua sekarang soalnya beneran se senak itu."

Gio terkekeh akhirnya dia bisa melihat melihat tingkah konyol Fito lagi. setelah sekian lama Gio hanya mendapatkan kata-kata cetus dari Fito yang jelas sangat membencinya.

"Karena lu udah kasih gua makanan se enak gini gua bakalan maafin semua kesalahan lu sebelumnya."

Gio menghentikan tawanya, wajahnya memandang heran Fito." Coba gua mau cobain cuminya dikit. Penasaran gua." Tangannya terulur untuk mengambil potongan cumi namun Fito dengan cepat menepis tangan Gio.

"Jangan coba-coba." Tegas Fito.

Gio ganya menghela nafasnya pasrah. Padahal cumi makanan favoritnya tapi dia ga bisa makan itu. Waktu itu pertama kali dia tau kalo ada alergi seafood karena memakan cumi dan saat itu juga Gio menambahkan cumi kedalam list makanan favoritnya namun beberapa menit setelahnya dia malah tumbang karena alerginya.

Akhirnya Fito pun selesai makan dan Gio mengajaknya untuk segera tidur karena sudah terllau larut.

"Jangan tidur dulu Yo, gua udah pesen makanan buat lo."

Sedikit tidak percaya namun Gio tetap senang mendengarnya. Sukurlah malam ini dia tidak jadi tidur dengan kondisi kelaparan. Temannya cukup peka juga ternyata.

Setelah beberapa menit bel pun berbunyi dan sudah Gio duga itu pasti driver yang mengantar makanan.

Gio kemudian melangkah ke pintu lalu menerima bungkusan makanan itu. Tanpa lama Gio langsung membuka makanan yang dipesan Fito.

Senyumnya luntur ketika melihat makanan yang di depannya hanya sup bening dan tahu "Cuman ini?" Tanya Gio merasa tidak adil karena tidak sebanding dengan cumi yang Gio kasih.

"Ya iya, uang gua ga cukup buat beli lebih. Udah buru abisin."

Bohong sebenarnya, Fito ingin memesankan makanan sehat untuk Gio dan hal yang terpikirkan olehnya hanya dua hal tersebut.

Mau tidak mau Gio tetap menyantapnya karena perutnya benar-benar lapar.

Paper CutsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang